Ayat bacaan: Mazmur 19:8
=====================
"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman."
Karena mengalami sakit pada pinggang saya kemarin memutuskan untuk dipijat. Ini adalah sesuatu yang sangat jarang saya lakukan, karena sejak kecil saya tidak terbiasa untuk dipijat secara teratur seperti kebanyakan orang. Tidaklah heran ketika si tukang pijat tertawa dan mengatakan bahwa ada banyak otot dan urat yang sudah mengeras, yang rasanya sakit ketika ditekan apalagi dipijat olehnya. "Mobil saja butuh tune up pak, coba mobil dipakai terus tanpa di service, bakalan gimana.." katanya sambil tertawa. Dan hari ini seluruh badan saya rasanya remuk redam karenanya. Tukang pijat pun menganjurkan agar saya melakukannya secara berkala agar urat-urat di tubuh saya bisa lebih terjaga dan tidak harus terlalu sakit lagi ketika dipijat. Ya, tubuh kita memang butuh pemeliharaan seperti halnya mobil yang dicontohkannya. Kita terus sibuk setiap hari sehingga jika kondisi tidak dijaga, kita bisa mengalami "turun mesin" dan harus masuk "bengkel" seperti halnya mobil.
Tidak hanya tubuh, tapi kondisi spiritual pun sama. Setiap hari kita terus berperang baik melawan berbagai keinginan daging dari diri sendiri maupun berbagai godaan iblis yang terus berusaha untuk menjatuhkan kita. Kondisi ini kita hadapi setiap hari, dan jika tidak dijaga, keadaan rohani kita pun bisa kehabisan energi, drained out. Betapa berbahayanya jika kita membiarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tidak lagi punya daya tahan kuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang bisa melemahkan bahkan menghancurkan kondisi spiritual kita. Just like our body, our spirit needs to be restored and refreshed as well.
Tidak berlebihan jika Daud sudah mengatakan bahwa orang yang mencintai Taurat Tuhan dan mau merenungkannya siang dan malam akan "seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Tidak akan layu, terus berbuah dan berhasil dalam segala yang dilakukan. Kondisi tubuh kita bisa kita jaga dengan menjaga pola makan, berolahraga atau mungkin pijat teratur, tetapi untuk menjaga kebugaran rohani kita butuh asupan firman Tuhan setiap hari. Firman Tuhan akan selalu menguatkan, meneguhkan, memberi kelegaan... dan menyegarkan. Menyegarkan? Ya, menyegarkan. Dan jiwa kita, seperti halnya tubuh kita butuh penyegaran setiap saat. Seperti yang tertulis dalam Mazmur: "Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman." (Mazmur 19:8). Firman Tuhan mampu menjawab kebutuhan akan kesegaran jiwa. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "The law of the Lord is perfect, restoring the whole person."
Hidup di dunia yang sulit ini akan membuat stamina rohani kita terus terkuras. Karenanya kita sangat membutuhkan a splash of fresh water, percikan air yang akan mengembalikan kesegaran jiwa kita. Dalam Yesaya kita bisa melihat janji Tuhan yang begitu indah buat kita: "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu. Mereka akan tumbuh seperti rumput di tengah-tengah air, seperti pohon-pohon gandarusa di tepi sungai." (Yesaya 44:3-4). Pengenalan yang kontinu, terus menerus akan Tuhan pun akan memberikan kita kesegaran seperti ini. Dalam Hosea kita bisa membaca: "Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hosea 6:3) Betapa menyegarkannya hujan yang turun di saat kemarau, dan itulah janji Tuhan untuk kita yang mau bersungguh-sungguh mau mengenalNya.
Adalah sangat penting bagi kita untuk terus membekali jiwa kita dengan firman Tuhan. Daud tahu bagaimana bahagianya jika ia tetap berada dekat dengan firman Tuhan yang penuh dengan kuasa. Bacalah Mazmur 119 dimana Daud mendeskripsikan dengan panjang lebar dan lengkap mengenai bahagianya orang yang hidup menurut Taurat Tuhan. Berkali-kali pula Daud memberikan testimoni dari pengalamannya hidup dekat dengan firman Tuhan. Salah satunya berbunyi seperti ini: "Aku mendapatkan kebahagiaan dalam mentaati perintah-perintah-Mu." (Mazmur 119:55). Dalam bahasa Inggrisnya lebih detail: "This I have had [as the gift of Your grace and as my reward]: that I have kept Your precepts [hearing, receiving, loving, and obeying them]." Jangan biarkan jiwa kita mengalami kekeringan. Tetaplah dekat dengan firman Tuhan agar jiwa kita tetap segar dengan daya tahan yang kuat sehingga kita bisa menghadapi segala tantangan dan kesulitan setiap hari dengan teguh.
Seperti halnya tubuh, jiwa kita pun butuh disegarkan
Kalau Anda ingin menyalahkan orang yang paling bertanggung jawab atas kegagalan Anda dalam hidup, maka Anda bisa mulai dengan menyalahkan diri sendiri anda bisa belajar dari Kata kata mutiara islami, yang diambil dari berbagai sumber terutama dari Motivasi Islami sendiri
Saturday, July 31, 2010
Friday, July 30, 2010
Tidak Perlu Sombong
Ayat bacaan: 1 Korintus 4:6
=======================
"Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain."
Pantaskah kita menyombongkan diri dengan apa yang kita miliki hari ini? Ada begitu banyak orang yang berubah menjadi sombong ketika mereka diberkati. Kemarin di jalan saya melihat seorang pemuda yang turun dari mobil dan memukul supir angkot sembari berteriak-teriak bahwa ia adalah anak seorang aparat. Di mobilnya memang tergantung lambang kepolisian. Ternyata kemarahannya muncul karena tersinggung ketika merasa disalip di jalan. Memang supir angkot terkadang sembrono dalam mengemudi, tetapi apakah itu pantas dijadikan alasan bagi kita untuk menyakiti mereka baik secara fisik maupun mental? Perlukah kita meneriakkan siapa diri kita, mengancam orang lain untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa? Bukankah Tuhan berkuasa lebih dari siapapun kita hari ini? Kalaupun kita termasuk beruntung memiliki sesuatu yang lebih dari orang lain pada umumnya, perlukah kita menyombongkan diri karenanya?
Sedikit melanjutkan apa yang telah kita baca kemarin mengenai kuasa kasih karunia Tuhan yang mampu mengubah orang biasa menjadi luar biasa, hari ini mari kita lihat sikap yang bisa muncul ketika kita terlalu terlena dengan apa yang kita miliki. Sebagian orang bisa mengalami ketidakpercayaan diri, merasa tidak ada apa-apanya dibanding orang lain, padahal Tuhan sanggup mengubah siapapun menjadi luar biasa dan memilih mereka untuk menjadi pekerja-pekerja tangguh dalam memuliakan Tuhan. Tapi sebagian lainnya bisa menjadi sombong dan arogan ketika menyadari keistimewaan talenta, kondisi atau keadaan mereka yang lebih dari orang lain secara rata-rata. Dan Tuhan sungguh menentang sikap seperti ini. Untuk contohnya kita bisa melihat sikap buruk dari jemaat Korintus.
Jemaat Korintus tampaknya merupakan jemaat yang sombong. Ada banyak ayat yang mengindikasikan hal ini seperti yang bisa kita lihat dalam banyak ayat seperti 1 Korintus 4:6, 18,19, 5:2, 8:1, 13:4 dan sebagainya. Paulus pun merasa perlu untuk menegur mereka. "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Mereka lupa jati diri mereka dan tenggelam dalam kesombongan, sehingga merasa tidak lagi memerlukan apa-apa, termasuk tidak lagi membutuhkan hamba Tuhan dalam hidup mereka. "Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" (ay 7) Dalam versi BIS bisa lebih jelas kita baca: "Siapakah yang menjadikan Saudara lebih dari orang lain? Bukankah segala sesuatu Saudara terima dari Allah? Jadi, mengapa mau menyombongkan diri, seolah-olah apa yang ada pada Saudara itu bukan sesuatu yang diberi?" Perilaku mereka seolah-olah mereka tidak lagi memerlukan apa-apa. "As if you are already filled and think you have enough (you are full and content, feeling no need of anything more)!" Itu dalam versi bahasa Inggrisnya untuk ayat 8. Mereka lupa bahwa semua itu berasal dari Tuhan, dan untuk itu tidak boleh ada orang yang menyombongkan dirinya. Untuk itu Paulus pun mengingatkan dengan tegas bahwa keselamatan itu adalah pemberian Tuhan, (1:18, 15:10). Tuhan pula yang memilih (1:27-28), mengaruniakan RohNya sendiri untuk menyingkapkan rahasia-rahasia Ilahi (2:10-12), serta memberikan berbagai anugerah atas kasih karuniaNya (1:4-5). Semua berasal dari Tuhan, dan kerenanya tidak seorangpun layak menyombongkan diri.
Semua yang kita miliki saat ini, kecil atau besar, biasa atau istimewa, itu berasal dari Tuhan. Ini tidak boleh kita lupakan. Dan Paulus pun berkata "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1:31). Sebuah kasih karunia dikatakan kasih karunia karena bukan berasal dari perbuatan kita. Firman Tuhan berkata: "Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia." (Roma 11:6). Kesombongan merupakan penyangkalan dari hal itu, karena itu artinya mereka berpikiran seolah-olah semua itu adalah hasil pekerjaan mereka atau beranggapan bahwa karena mereka hebatlah maka semua itu diberikan kepada mereka. Menyadari bahwa kasih karunia merupakan pemberian Tuhan, milik Tuhan yang diberikan kepada kita akan membuat kita tetap sadar bahwa tidak ada satupun yang pantas kita sombongkan.
Marilah kita menyadari betul anugerah kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita. Semua yang ada pada kita hari ini sesungguhnya berasal dari Tuhan. (Ulangan 8:14-18). Ingatlah bahwa semua itu dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. (Roma 11:36). Tidak ada tempat bagi orang sombong di hadapan Tuhan, dan ini bisa kita lihat dalam banyak ayat. Kesombongan akan berakibat pada kehancuran (Amsal 16:18), yang ditentang Tuhan (Yakobus 4:6), dan merupakan kekejian bagi Allah sehingga tidak akan luput dari hukuman (Amsal 16:5).Oleh karena itu syukurilah semua yang telah dikaruniakan Tuhan kepada diri kita saat ini. Berkatalah seperti Paulus dalam 1 Korintus 15:10 bahwa kita ada sebagaimana kita ada sekarang semata-mata karena kasih karunia Allah. Bukan karena kehebatan kita, bukan karena kuat kuasa kita. Pakailah segala karunia atau kemampuan unik yang kita miliki masing-masing untuk memuliakan Tuhan.
Kesombongan mengingkari kasih karunia Tuhan, hindarilah itu
=======================
"Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain."
Pantaskah kita menyombongkan diri dengan apa yang kita miliki hari ini? Ada begitu banyak orang yang berubah menjadi sombong ketika mereka diberkati. Kemarin di jalan saya melihat seorang pemuda yang turun dari mobil dan memukul supir angkot sembari berteriak-teriak bahwa ia adalah anak seorang aparat. Di mobilnya memang tergantung lambang kepolisian. Ternyata kemarahannya muncul karena tersinggung ketika merasa disalip di jalan. Memang supir angkot terkadang sembrono dalam mengemudi, tetapi apakah itu pantas dijadikan alasan bagi kita untuk menyakiti mereka baik secara fisik maupun mental? Perlukah kita meneriakkan siapa diri kita, mengancam orang lain untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa? Bukankah Tuhan berkuasa lebih dari siapapun kita hari ini? Kalaupun kita termasuk beruntung memiliki sesuatu yang lebih dari orang lain pada umumnya, perlukah kita menyombongkan diri karenanya?
Sedikit melanjutkan apa yang telah kita baca kemarin mengenai kuasa kasih karunia Tuhan yang mampu mengubah orang biasa menjadi luar biasa, hari ini mari kita lihat sikap yang bisa muncul ketika kita terlalu terlena dengan apa yang kita miliki. Sebagian orang bisa mengalami ketidakpercayaan diri, merasa tidak ada apa-apanya dibanding orang lain, padahal Tuhan sanggup mengubah siapapun menjadi luar biasa dan memilih mereka untuk menjadi pekerja-pekerja tangguh dalam memuliakan Tuhan. Tapi sebagian lainnya bisa menjadi sombong dan arogan ketika menyadari keistimewaan talenta, kondisi atau keadaan mereka yang lebih dari orang lain secara rata-rata. Dan Tuhan sungguh menentang sikap seperti ini. Untuk contohnya kita bisa melihat sikap buruk dari jemaat Korintus.
Jemaat Korintus tampaknya merupakan jemaat yang sombong. Ada banyak ayat yang mengindikasikan hal ini seperti yang bisa kita lihat dalam banyak ayat seperti 1 Korintus 4:6, 18,19, 5:2, 8:1, 13:4 dan sebagainya. Paulus pun merasa perlu untuk menegur mereka. "Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." (1 Korintus 4:6). Mereka lupa jati diri mereka dan tenggelam dalam kesombongan, sehingga merasa tidak lagi memerlukan apa-apa, termasuk tidak lagi membutuhkan hamba Tuhan dalam hidup mereka. "Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?" (ay 7) Dalam versi BIS bisa lebih jelas kita baca: "Siapakah yang menjadikan Saudara lebih dari orang lain? Bukankah segala sesuatu Saudara terima dari Allah? Jadi, mengapa mau menyombongkan diri, seolah-olah apa yang ada pada Saudara itu bukan sesuatu yang diberi?" Perilaku mereka seolah-olah mereka tidak lagi memerlukan apa-apa. "As if you are already filled and think you have enough (you are full and content, feeling no need of anything more)!" Itu dalam versi bahasa Inggrisnya untuk ayat 8. Mereka lupa bahwa semua itu berasal dari Tuhan, dan untuk itu tidak boleh ada orang yang menyombongkan dirinya. Untuk itu Paulus pun mengingatkan dengan tegas bahwa keselamatan itu adalah pemberian Tuhan, (1:18, 15:10). Tuhan pula yang memilih (1:27-28), mengaruniakan RohNya sendiri untuk menyingkapkan rahasia-rahasia Ilahi (2:10-12), serta memberikan berbagai anugerah atas kasih karuniaNya (1:4-5). Semua berasal dari Tuhan, dan kerenanya tidak seorangpun layak menyombongkan diri.
Semua yang kita miliki saat ini, kecil atau besar, biasa atau istimewa, itu berasal dari Tuhan. Ini tidak boleh kita lupakan. Dan Paulus pun berkata "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1:31). Sebuah kasih karunia dikatakan kasih karunia karena bukan berasal dari perbuatan kita. Firman Tuhan berkata: "Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia." (Roma 11:6). Kesombongan merupakan penyangkalan dari hal itu, karena itu artinya mereka berpikiran seolah-olah semua itu adalah hasil pekerjaan mereka atau beranggapan bahwa karena mereka hebatlah maka semua itu diberikan kepada mereka. Menyadari bahwa kasih karunia merupakan pemberian Tuhan, milik Tuhan yang diberikan kepada kita akan membuat kita tetap sadar bahwa tidak ada satupun yang pantas kita sombongkan.
Marilah kita menyadari betul anugerah kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita. Semua yang ada pada kita hari ini sesungguhnya berasal dari Tuhan. (Ulangan 8:14-18). Ingatlah bahwa semua itu dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. (Roma 11:36). Tidak ada tempat bagi orang sombong di hadapan Tuhan, dan ini bisa kita lihat dalam banyak ayat. Kesombongan akan berakibat pada kehancuran (Amsal 16:18), yang ditentang Tuhan (Yakobus 4:6), dan merupakan kekejian bagi Allah sehingga tidak akan luput dari hukuman (Amsal 16:5).Oleh karena itu syukurilah semua yang telah dikaruniakan Tuhan kepada diri kita saat ini. Berkatalah seperti Paulus dalam 1 Korintus 15:10 bahwa kita ada sebagaimana kita ada sekarang semata-mata karena kasih karunia Allah. Bukan karena kehebatan kita, bukan karena kuat kuasa kita. Pakailah segala karunia atau kemampuan unik yang kita miliki masing-masing untuk memuliakan Tuhan.
Kesombongan mengingkari kasih karunia Tuhan, hindarilah itu
Thursday, July 29, 2010
Karena Tuhan
Ayat bacaan: 1 Korintus 15:10
========================
"Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku."
Betapa seringnya kita melihat orang-orang yang tidak disangka-sangka kemudian dipakai Tuhan secara luar biasa. Bisa jadi mereka dulunya orang-orang jahat, pendosa dengan catatan masa lalu yang sangat kelam, bahkan yang tadinya begitu erat dengan kuasa kegelapan dan okultisme, yang secara logika tidak akan mungkin bisa berbalik 180 derajat dalam waktu relatif singkat. Tetapi ternyata kita terkejut melihat transformasi yang terjadi atas mereka. Bisa jadi pula mereka tadinya kita kenal sebagai orang yang penuh kelemahan. Tidak berani tampil di muka umum, tidak pandai berbicara, bukan orang yang peduli, punya inisiatif, dan sebagainya, tetapi kemudian mereka tampil melayani Tuhan dengan hebat. Manusia memang sering mengukur dari kemampuan individu. Dalam dunia pekerjaan pun orang-orang yang dipilih kerja biasanya adalah orang-orang yang dianggap punya kemampuan menonjol, punya pengalaman segudang atau punya gelar bertumpuk. Tetapi anehnya Tuhan justru memilih orang-orang yang biasa, orang-orang yang mungkin tidak menonjol bahkan mungkin tidak berguna dalam pandangan manusia untuk dipakai secara luar biasa. Kita menemukan begitu banyak orang-orang seperti ini dalam alkitab, dan inipun masih berlaku hingga hari ini.
Orang-orang biasa diubahkan lalu dipakai melakukan hal-hal luar biasa untuk Tuhan. Tuhan sangat suka melakukan itu. Ada banyak tokoh-tokoh yang dipakai Tuhan secara luar biasa itu bukanlah berasal dari orang-orang yang punya latar belakang hebat. Musa mengaku sebagai orang yang tidak pandai bicara, berat mulut dan berat lidah. (Keluaran 4:10). Tapi lihatlah bagaimana hebatnya ia kemudian memimpin bangsa Israel yang tegar tengkuk selama 40 tahun. Daud adalah anak yang masih kemerahan (1 Samuel 17:42) ketika dipilih untuk menjadi raja, bahkan dia pula yang tampil untuk melawan Goliat, raksasa dengan perlengkapan perang lengkap, dan bukan seorang ahli perang, bertubuh sama besarnya atau pintar menyusun strategi. Yefta adalah anak pelacur (Hakim Hakim 1:11), seorang anak yang berasal dari keluarga broken home yang terbuang dari keluarga dan masyarakat. Tapi kemudian ia bisa dipakai Tuhan sebagai pahlawan. Yesus ternyata lebih memilih nelayan dan pemungut cukai untuk menjadi muridNya ketimbang para ahli kitab, orator ulung, orang berpangkat, kaya atau berpengaruh. Jangan lupakan pula sosok Paulus yang tadinya dikenal sebagai pembantai orang kristen kemudian bisa berubah menjadi tokoh yang dikenal sangat radikal dan total dalam menyampaikan firman Tuhan hingga ke Asia sekalipun.
Setelah diubahkan dan dipakai Tuhan, Paulus tidak lupa diri. Ia tetap sadar akan status masa lalunya dan tetap bersyukur bahwa ia diselamatkan bahkan dipilih untuk melakukan sebuah pekerjaan mulia. Ia mengatakan "Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah." (1 Korintus 15:9). Dari pandangan manusia mungkin seperti itulah adanya. Dia tadinya adalah orang yang kejam, pelaku kejahatan terhadap orang percaya. Dalam versi bahasa Inggris kata "menganiaya Jemaat Allah" dituliskan dengan "wronged and pursued and molested the church of God (oppressing it with cruelty and violence)." Tetapi kemudian ia pun diubahkan dan dipakai secara luar biasa. Paulus melanjutkan: "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (ay 10). Paulus tahu betul bahwa jika ia menjadi siapa dia kemudian, dari orang yang kejam dan jahat lalu bertobat, berubah dan berbalik total, dari Saulus menjadi Paulus, itu bukanlah karena kehebatannya, melainkan berasal dari kasih karunia Tuhan, yang tidak akan pernah sia-sia dan akan selalu menyertai dirinya dalam menjalankan misinya. Paulus tidak akan pernah berhenti bersyukur setelah diselamatkan dan dipilih Tuhan, untuk itu dia menyerahkan seluruh sisa hidupnya untuk pekerjaan Tuhan, apapun resikonya dengan penuh sukacita.
Tuhan mau pakai orang-orang biasa seperti anda dan saya untuk melakukan pekerjaanNya. Kita mungkin bukanlah superhero, bukan orang yang berpengaruh di dunia, bukan orang terkaya, mungkin pula bukan orang berpendidikan tinggi dan sebagainya. Mungkin masa lalu kita kelam, penuh dosa. Mungkin kita beranggapan kita tidak ada apa-apanya dan sama sekali bukan dalam kapasitas atau pada tempatnya untuk bisa dipakai Tuhan. Mungkin kita berpikir bahwa kita mudah takut, penuh kelemahan dan sebagainya. Tetapi Tuhan tetap bisa pakai kita. Dan Tuhan sering melakukan hal itu. Mengapa? Lihat apa kata Tuhan: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25). Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan bisa diubahkan menjadi luar biasa. Sejak jaman dulu hingga hari ini kita terus melihat bagaimana firman ini dinyatakan.
Paulus punya catatan masa lalu yang suram. Tokoh-tokoh besar dalam alkitab pun sama seperti kita merupakan manusia biasa yang punya keterbatasan, kelemahan, punya rasa takut, pernah mengalami putus asa, kesepian dan lain-lain. Tapi jika Tuhan bisa mengubah dan memakai mereka secara luar biasa menjadi siapa mereka seperti yang kita kenal hari ini, mengapa tidak bagi kita? Sebab firman Tuhan berkata "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (1 Korintus 1:27-28). Dan ini bertujuan "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29).
Kita tidak perlu merasa rendah diri, merasa tidak sanggup untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Ingatlah bahwa mereka yang dipilih Tuhan selama ini pun adalah orang-orang biasa yang sama seperti kita juga. Punya kelemahan, keterbatasan, pernah takut, pernah lemah, dan lain-lain, tetapi di tangan Tuhan mereka bisa diubahkan secara luar biasa. Seringkali pertanyaan yang diberikan Tuhan bukanlah kita bisa atau tidak, tetapi apakah kita mau atau tidak. Apakah kita memiliki ketaatan, kerendahan hati dan kesediaan untuk mau diubahkan Tuhan dan dipakaiNya. Maukah kita melayani Tuhan, menjadi perantara, agenNya di dunia ini, menjadi terang dan garam, memberkati orang-orang disekitar kita? Kesediaan kita, dan bukan kehebatan kita, itulah yang diinginkan Tuhan. Hendaklah kita sepikir dengan Paulus, menyadari bahwa keselamatan yang diberikan kepada kita merupakan kasih karunia Allah dan bukan karena kehebatan kita. Bersyukurlah senantiasa untuk itu dan manfaatkanlah untuk mewartakan firman Tuhan membawa berkat bagi orang lain. Dengarkan panggilan Tuhan bagi anda dan lakukanlah bersama-sama dengan Tuhan yang akan selalu menyertai diri anda. Jika Paulus bisa melakukannya, kita pun bisa. Karena bukan karena kehebatan kita, tetapi kasih karunia Tuhanlah yang memampukan semua itu.
Orang biasa bisa diubahkan Tuhan hingga sanggup memberi dampak luar biasa
========================
"Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku."
Betapa seringnya kita melihat orang-orang yang tidak disangka-sangka kemudian dipakai Tuhan secara luar biasa. Bisa jadi mereka dulunya orang-orang jahat, pendosa dengan catatan masa lalu yang sangat kelam, bahkan yang tadinya begitu erat dengan kuasa kegelapan dan okultisme, yang secara logika tidak akan mungkin bisa berbalik 180 derajat dalam waktu relatif singkat. Tetapi ternyata kita terkejut melihat transformasi yang terjadi atas mereka. Bisa jadi pula mereka tadinya kita kenal sebagai orang yang penuh kelemahan. Tidak berani tampil di muka umum, tidak pandai berbicara, bukan orang yang peduli, punya inisiatif, dan sebagainya, tetapi kemudian mereka tampil melayani Tuhan dengan hebat. Manusia memang sering mengukur dari kemampuan individu. Dalam dunia pekerjaan pun orang-orang yang dipilih kerja biasanya adalah orang-orang yang dianggap punya kemampuan menonjol, punya pengalaman segudang atau punya gelar bertumpuk. Tetapi anehnya Tuhan justru memilih orang-orang yang biasa, orang-orang yang mungkin tidak menonjol bahkan mungkin tidak berguna dalam pandangan manusia untuk dipakai secara luar biasa. Kita menemukan begitu banyak orang-orang seperti ini dalam alkitab, dan inipun masih berlaku hingga hari ini.
Orang-orang biasa diubahkan lalu dipakai melakukan hal-hal luar biasa untuk Tuhan. Tuhan sangat suka melakukan itu. Ada banyak tokoh-tokoh yang dipakai Tuhan secara luar biasa itu bukanlah berasal dari orang-orang yang punya latar belakang hebat. Musa mengaku sebagai orang yang tidak pandai bicara, berat mulut dan berat lidah. (Keluaran 4:10). Tapi lihatlah bagaimana hebatnya ia kemudian memimpin bangsa Israel yang tegar tengkuk selama 40 tahun. Daud adalah anak yang masih kemerahan (1 Samuel 17:42) ketika dipilih untuk menjadi raja, bahkan dia pula yang tampil untuk melawan Goliat, raksasa dengan perlengkapan perang lengkap, dan bukan seorang ahli perang, bertubuh sama besarnya atau pintar menyusun strategi. Yefta adalah anak pelacur (Hakim Hakim 1:11), seorang anak yang berasal dari keluarga broken home yang terbuang dari keluarga dan masyarakat. Tapi kemudian ia bisa dipakai Tuhan sebagai pahlawan. Yesus ternyata lebih memilih nelayan dan pemungut cukai untuk menjadi muridNya ketimbang para ahli kitab, orator ulung, orang berpangkat, kaya atau berpengaruh. Jangan lupakan pula sosok Paulus yang tadinya dikenal sebagai pembantai orang kristen kemudian bisa berubah menjadi tokoh yang dikenal sangat radikal dan total dalam menyampaikan firman Tuhan hingga ke Asia sekalipun.
Setelah diubahkan dan dipakai Tuhan, Paulus tidak lupa diri. Ia tetap sadar akan status masa lalunya dan tetap bersyukur bahwa ia diselamatkan bahkan dipilih untuk melakukan sebuah pekerjaan mulia. Ia mengatakan "Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah." (1 Korintus 15:9). Dari pandangan manusia mungkin seperti itulah adanya. Dia tadinya adalah orang yang kejam, pelaku kejahatan terhadap orang percaya. Dalam versi bahasa Inggris kata "menganiaya Jemaat Allah" dituliskan dengan "wronged and pursued and molested the church of God (oppressing it with cruelty and violence)." Tetapi kemudian ia pun diubahkan dan dipakai secara luar biasa. Paulus melanjutkan: "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku." (ay 10). Paulus tahu betul bahwa jika ia menjadi siapa dia kemudian, dari orang yang kejam dan jahat lalu bertobat, berubah dan berbalik total, dari Saulus menjadi Paulus, itu bukanlah karena kehebatannya, melainkan berasal dari kasih karunia Tuhan, yang tidak akan pernah sia-sia dan akan selalu menyertai dirinya dalam menjalankan misinya. Paulus tidak akan pernah berhenti bersyukur setelah diselamatkan dan dipilih Tuhan, untuk itu dia menyerahkan seluruh sisa hidupnya untuk pekerjaan Tuhan, apapun resikonya dengan penuh sukacita.
Tuhan mau pakai orang-orang biasa seperti anda dan saya untuk melakukan pekerjaanNya. Kita mungkin bukanlah superhero, bukan orang yang berpengaruh di dunia, bukan orang terkaya, mungkin pula bukan orang berpendidikan tinggi dan sebagainya. Mungkin masa lalu kita kelam, penuh dosa. Mungkin kita beranggapan kita tidak ada apa-apanya dan sama sekali bukan dalam kapasitas atau pada tempatnya untuk bisa dipakai Tuhan. Mungkin kita berpikir bahwa kita mudah takut, penuh kelemahan dan sebagainya. Tetapi Tuhan tetap bisa pakai kita. Dan Tuhan sering melakukan hal itu. Mengapa? Lihat apa kata Tuhan: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25). Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan bisa diubahkan menjadi luar biasa. Sejak jaman dulu hingga hari ini kita terus melihat bagaimana firman ini dinyatakan.
Paulus punya catatan masa lalu yang suram. Tokoh-tokoh besar dalam alkitab pun sama seperti kita merupakan manusia biasa yang punya keterbatasan, kelemahan, punya rasa takut, pernah mengalami putus asa, kesepian dan lain-lain. Tapi jika Tuhan bisa mengubah dan memakai mereka secara luar biasa menjadi siapa mereka seperti yang kita kenal hari ini, mengapa tidak bagi kita? Sebab firman Tuhan berkata "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (1 Korintus 1:27-28). Dan ini bertujuan "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29).
Kita tidak perlu merasa rendah diri, merasa tidak sanggup untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Ingatlah bahwa mereka yang dipilih Tuhan selama ini pun adalah orang-orang biasa yang sama seperti kita juga. Punya kelemahan, keterbatasan, pernah takut, pernah lemah, dan lain-lain, tetapi di tangan Tuhan mereka bisa diubahkan secara luar biasa. Seringkali pertanyaan yang diberikan Tuhan bukanlah kita bisa atau tidak, tetapi apakah kita mau atau tidak. Apakah kita memiliki ketaatan, kerendahan hati dan kesediaan untuk mau diubahkan Tuhan dan dipakaiNya. Maukah kita melayani Tuhan, menjadi perantara, agenNya di dunia ini, menjadi terang dan garam, memberkati orang-orang disekitar kita? Kesediaan kita, dan bukan kehebatan kita, itulah yang diinginkan Tuhan. Hendaklah kita sepikir dengan Paulus, menyadari bahwa keselamatan yang diberikan kepada kita merupakan kasih karunia Allah dan bukan karena kehebatan kita. Bersyukurlah senantiasa untuk itu dan manfaatkanlah untuk mewartakan firman Tuhan membawa berkat bagi orang lain. Dengarkan panggilan Tuhan bagi anda dan lakukanlah bersama-sama dengan Tuhan yang akan selalu menyertai diri anda. Jika Paulus bisa melakukannya, kita pun bisa. Karena bukan karena kehebatan kita, tetapi kasih karunia Tuhanlah yang memampukan semua itu.
Orang biasa bisa diubahkan Tuhan hingga sanggup memberi dampak luar biasa
Wednesday, July 28, 2010
Percayakan pada Tuhan
Ayat bacaan: Amsal 3:5
==================
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Setiap kali saya melakukan perenungan terhadap perjalanan hidup yang sudah saya lalui, saya selalu menemukan betapa luar biasanya Tuhan dalam melakukan perencanaan dan persiapan terhadap hidup saya. Saya tidak tahu mengapa sejak balita saya senang mendengarkan lagu lebih dari apapun, terutama lagu-lagu jazz. Saya tidak tahu mengapa saya tidak hanya senang mendengarkan, tetapi juga senang menghafal liriknya meski dalam bahasa Inggris sekalipun, malah ketika mulai dewasa saya suka mendalami sejarah penyanyi atau pengarangnya termasuk latar belakang sebuah lagu ketika diciptakan. Saya senang mengamati dan mempelajari setiap album yang saya dengar. Saya tidak tahu mengapa saya kemudian tertarik untuk mempelajari teori musik lebih daripada memainkan instrumen. Saya tidak tahu mengapa kemudian saya keluar dari kuliah di teknik lalu mengambil jurusan desain, terutama desain web yang menjadi "passion" lainnya selain musik. Saya tidak tahu mengapa saya kemudian menjadi seorang dosen, dari seorang yang malu berdiri di hadapan orang banyak hingga lama-lama terbiasa dan tidak lagi punya masalah dengan tampil di muka umum. Saya juga tidak tahu mengapa setelah itu saya tertarik untuk menulis review-review gratisan di web, dan itu ternyata melatih saya dalam hal tulis menulis. Ternyata semuanya bermuara jadi satu di kemudian hari. Saya menjadi pengelola situs web musik khusus jazz yang gaungnya sampai hingga ke luar negeri. Untuk tulis menulis juga ternyata menjadi salah satu panggilan pelayanan saya dalam mewartakan Injil Kerajaan Allah.
Coba perhatikan, bukankah sekarang menjadi jelas bahwa semua itu telah direncanakan Tuhan sejak semula? Jika melihat prosesnya, ini bukanlah proses yang gampang dan cepat. Kurang lebih seperempat abad Tuhan mempersiapkan saya untuk segala sesuatunya. Dan ada kalanya saya berpikir, bagaimana jika dalam proses yang lama itu saya kemudian memberontak atau mengabaikan apa yang telah Dia rencanakan? Sebagai manusia yang punya kehendak bebas, kita bisa memutuskan apakah kita mau mendengar dan patuh kepada panggilanNya,kehendakNya dan rencanaNya, atau kita memilih untuk menolak dan lebih memilih keinginan kita sendiri. Saya bersyukur, bahwa meski saya lahir baru belum terlalu lama, tetapi sejak dulu saya ternyata tetap berada dalam koridor rencana yang telah Tuhan sediakan bagi saya.
Amsal Salomo berkata "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5). Mempercayai Tuhan dengan segenap hati itu sungguh penting. Jangan setengah-setengah, jangan asal jadi, jangan malas-malasan, jangan tergantung mood dan jangan pula memberontak, tetapi harus dengan sepenuh hati. Ini penting untuk kita ingat karena pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak sabar dan sangat mudah goyah, kehilangan kepercayaan diri dan sebagainya. Sebuah proses dari Tuhan kerap berlangsung lama. Tidak instan, tetapi selangkah demi selangkah atau step by step. Kita maunya instan, tetapi Tuhan mau membimbing kita secara perlahan sampai kita benar-benar siap melihat rencanaNya. Itu bisa makan waktu tahunan bahkan puluhan tahun. Dan dalam proses pembentukan itu kita bisa merasakan sakit, mengalami penderitaan. Kita bisa mengalami proses dimana kita harus menangis terlebih dahulu, tetapi sebuah sukacita yang indah dengan rencana Tuhan yang terkonsep dengan sempurna telah disediakan Tuhan di depan. Jika bersandar kepada pengertian kita sendiri tentu akan sulit, sebab firman Tuhan berkata "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Kemampuan daya pikir, nalar dan logika kita sesungguhnya terbatas, sangat kecil jika dibandingkan kemampuan Tuhan dalam merancang sesuatu bagi kita. Oleh karena itulah jika kita hanya mengandalkan logika lewat pengertian kita yang terbatas ini, cepat atau lambat kita akan menyerah. Kita tidak akan mampu menangkap rencana Tuhan atas diri kita apabila tidak disertai dengan iman yang teguh.
Apa yang direncanakan Tuhan itu sesungguhnya indah. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Pada waktunya, kita akan mendapatkan sesuatu yang indah sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam hidup kita. Tapi kita sulit mengetahuinya sejak awal karena keterbatasan kemampuan kita, yang perbedaannya digambarkan bagai bumi dan langit dengan Tuhan. Karena ketidakmampuan kita itulah maka kita perlu mempercayakan seluruh perjalanan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Biar rencanaNya yang terjadi, bukan rencana kita, karena itulah pasti yang terindah. Waktunya mungkin lama, kita mungkin harus menderita terlebih dahulu, namun percayalah pada waktunya nanti, pada akhirnya kita akan melihat bahwa semua itu akan bermuara kepada sesuatu yang indah, rencana yang bunyinya seperti ini: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tanyakan kepada bangsa Israel di jaman Musa bagaimana rasanya dibawa berputar selama 40 tahun melewati padang gurun. Tanyakan Yusuf bagaimana rasanya mengalami segala penderitaan dan ketidakadilan selama 20 tahun sebelum akhirnya ia diangkat menjadi penguasa di Mesir. Tanyakan kepada Daud bagaimana rasanya menunggu di bawah Saul sebelum akhirnya ia diangkat menjadi raja. Dan ada banyak lagi contoh bagaimana sesuatu yang pada awalnya mungkin terlihat sebagai ketidakpastian, namun pada akhirnya menjadi begitu indah yang tercatat di dalam Alkitab. Bagaimana dengan anda saat ini? Adakah hal yang membuat anda bertanya-tanya untuk apa anda melakukan sesuatu? Anda boleh saja tidak mampu melihatnya saat ini, tapi percayalah pada suatu ketika nanti semua akan menjadi begitu jelas, bermuara kepada sesuatu yang sangat indah yang telah direncanakan Tuhan sejak awal bagi diri anda. Karena itu pakailah kacamata iman dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Tetaplah peka terhadap suara Tuhan dan ikuti terus langkah demi langkah. Dalam setiap langkah yang anda ambil, meski sulit atau bahkan sakit sekalipun, yakinlah bahwa Tuhan ada bersama anda. Percayakan setiap langkah ke dalam kehendak Tuhan, dan suatu ketika nanti anda akan melihat sesuatu yang indah di depan sana.
Manusia ingin instan, tetapi Tuhan kerap mempersiapkan kita selangkah demi selangkah
==================
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Setiap kali saya melakukan perenungan terhadap perjalanan hidup yang sudah saya lalui, saya selalu menemukan betapa luar biasanya Tuhan dalam melakukan perencanaan dan persiapan terhadap hidup saya. Saya tidak tahu mengapa sejak balita saya senang mendengarkan lagu lebih dari apapun, terutama lagu-lagu jazz. Saya tidak tahu mengapa saya tidak hanya senang mendengarkan, tetapi juga senang menghafal liriknya meski dalam bahasa Inggris sekalipun, malah ketika mulai dewasa saya suka mendalami sejarah penyanyi atau pengarangnya termasuk latar belakang sebuah lagu ketika diciptakan. Saya senang mengamati dan mempelajari setiap album yang saya dengar. Saya tidak tahu mengapa saya kemudian tertarik untuk mempelajari teori musik lebih daripada memainkan instrumen. Saya tidak tahu mengapa kemudian saya keluar dari kuliah di teknik lalu mengambil jurusan desain, terutama desain web yang menjadi "passion" lainnya selain musik. Saya tidak tahu mengapa saya kemudian menjadi seorang dosen, dari seorang yang malu berdiri di hadapan orang banyak hingga lama-lama terbiasa dan tidak lagi punya masalah dengan tampil di muka umum. Saya juga tidak tahu mengapa setelah itu saya tertarik untuk menulis review-review gratisan di web, dan itu ternyata melatih saya dalam hal tulis menulis. Ternyata semuanya bermuara jadi satu di kemudian hari. Saya menjadi pengelola situs web musik khusus jazz yang gaungnya sampai hingga ke luar negeri. Untuk tulis menulis juga ternyata menjadi salah satu panggilan pelayanan saya dalam mewartakan Injil Kerajaan Allah.
Coba perhatikan, bukankah sekarang menjadi jelas bahwa semua itu telah direncanakan Tuhan sejak semula? Jika melihat prosesnya, ini bukanlah proses yang gampang dan cepat. Kurang lebih seperempat abad Tuhan mempersiapkan saya untuk segala sesuatunya. Dan ada kalanya saya berpikir, bagaimana jika dalam proses yang lama itu saya kemudian memberontak atau mengabaikan apa yang telah Dia rencanakan? Sebagai manusia yang punya kehendak bebas, kita bisa memutuskan apakah kita mau mendengar dan patuh kepada panggilanNya,kehendakNya dan rencanaNya, atau kita memilih untuk menolak dan lebih memilih keinginan kita sendiri. Saya bersyukur, bahwa meski saya lahir baru belum terlalu lama, tetapi sejak dulu saya ternyata tetap berada dalam koridor rencana yang telah Tuhan sediakan bagi saya.
Amsal Salomo berkata "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5). Mempercayai Tuhan dengan segenap hati itu sungguh penting. Jangan setengah-setengah, jangan asal jadi, jangan malas-malasan, jangan tergantung mood dan jangan pula memberontak, tetapi harus dengan sepenuh hati. Ini penting untuk kita ingat karena pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak sabar dan sangat mudah goyah, kehilangan kepercayaan diri dan sebagainya. Sebuah proses dari Tuhan kerap berlangsung lama. Tidak instan, tetapi selangkah demi selangkah atau step by step. Kita maunya instan, tetapi Tuhan mau membimbing kita secara perlahan sampai kita benar-benar siap melihat rencanaNya. Itu bisa makan waktu tahunan bahkan puluhan tahun. Dan dalam proses pembentukan itu kita bisa merasakan sakit, mengalami penderitaan. Kita bisa mengalami proses dimana kita harus menangis terlebih dahulu, tetapi sebuah sukacita yang indah dengan rencana Tuhan yang terkonsep dengan sempurna telah disediakan Tuhan di depan. Jika bersandar kepada pengertian kita sendiri tentu akan sulit, sebab firman Tuhan berkata "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Kemampuan daya pikir, nalar dan logika kita sesungguhnya terbatas, sangat kecil jika dibandingkan kemampuan Tuhan dalam merancang sesuatu bagi kita. Oleh karena itulah jika kita hanya mengandalkan logika lewat pengertian kita yang terbatas ini, cepat atau lambat kita akan menyerah. Kita tidak akan mampu menangkap rencana Tuhan atas diri kita apabila tidak disertai dengan iman yang teguh.
Apa yang direncanakan Tuhan itu sesungguhnya indah. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11). Pada waktunya, kita akan mendapatkan sesuatu yang indah sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam hidup kita. Tapi kita sulit mengetahuinya sejak awal karena keterbatasan kemampuan kita, yang perbedaannya digambarkan bagai bumi dan langit dengan Tuhan. Karena ketidakmampuan kita itulah maka kita perlu mempercayakan seluruh perjalanan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Biar rencanaNya yang terjadi, bukan rencana kita, karena itulah pasti yang terindah. Waktunya mungkin lama, kita mungkin harus menderita terlebih dahulu, namun percayalah pada waktunya nanti, pada akhirnya kita akan melihat bahwa semua itu akan bermuara kepada sesuatu yang indah, rencana yang bunyinya seperti ini: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).
Tanyakan kepada bangsa Israel di jaman Musa bagaimana rasanya dibawa berputar selama 40 tahun melewati padang gurun. Tanyakan Yusuf bagaimana rasanya mengalami segala penderitaan dan ketidakadilan selama 20 tahun sebelum akhirnya ia diangkat menjadi penguasa di Mesir. Tanyakan kepada Daud bagaimana rasanya menunggu di bawah Saul sebelum akhirnya ia diangkat menjadi raja. Dan ada banyak lagi contoh bagaimana sesuatu yang pada awalnya mungkin terlihat sebagai ketidakpastian, namun pada akhirnya menjadi begitu indah yang tercatat di dalam Alkitab. Bagaimana dengan anda saat ini? Adakah hal yang membuat anda bertanya-tanya untuk apa anda melakukan sesuatu? Anda boleh saja tidak mampu melihatnya saat ini, tapi percayalah pada suatu ketika nanti semua akan menjadi begitu jelas, bermuara kepada sesuatu yang sangat indah yang telah direncanakan Tuhan sejak awal bagi diri anda. Karena itu pakailah kacamata iman dan lakukan dengan sebaik-baiknya. Tetaplah peka terhadap suara Tuhan dan ikuti terus langkah demi langkah. Dalam setiap langkah yang anda ambil, meski sulit atau bahkan sakit sekalipun, yakinlah bahwa Tuhan ada bersama anda. Percayakan setiap langkah ke dalam kehendak Tuhan, dan suatu ketika nanti anda akan melihat sesuatu yang indah di depan sana.
Manusia ingin instan, tetapi Tuhan kerap mempersiapkan kita selangkah demi selangkah
Tuesday, July 27, 2010
Cara Hidup
Ayat bacaan: Matius 20:25-26a
=========================
"Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.."
"Dunia ini kejam, jadi kalau mau sukses kita harus lebih kejam dari dunia." Kata-kata itu keluar dari seorang tetangga saya yang sempat membuat saya kaget. Ia tidak sendirian, karena semakin hari semakin banyak orang yang berpikir seperti itu. Ketika tekanan dalam kehidupan semakin keras, kebanyakan orang akan menuju kepada dua arah: menyerah atau mulai kehilangan akal sehatnya untuk hidup dengan benar. "Dengan cara apapun kita harus bisa mendapatkan uang. Soal jujur atau tidak itu nanti sajalah.." sambung tetangga saya itu lagi. Betapa berbahayanya jika orientasi kita sudah mengerucut hanya kepada kebutuhan materi semata. Mereka melupakan kenyataan bahwa hidup di dunia ini sangatlah singkat jika dibandingkan sebuah kehidupan atau destinasi yang akan kita tuju setelah periode di dunia ini. Berapa umur manusia? Bisa mencapai 80 tahun saja sudah merupakan sesuatu yang istimewa. Tapi apalah artinya 80 tahun dibanding sebuah kekekalan?
Banyak orang melupakan hal ini. Bagi mereka bertarung hidup di dunia yang keras dan kejam hanya bisa dimenangkan jika kita lebih keras dan lebih kejam lagi. Lupakan soal moral, lupakan soal menghidupi firman Tuhan, abaikan kejujuran, kebaikan, keramahan, dan raihlah uang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Jadilah serakah, arogan, dan usahakan untuk naik jabatan setinggi mungkin dengan cara apapun. Halalkan segala cara, lakukan apa saja yang penting apa yang kita inginkan tercapai. Saling sikut menyikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, fitnah, korupsi dan tindakan-tindakan amoral lainnya, semua itu bukan lagi sesuatu yang salah untuk dilakukan. Justru yang dianggap bodoh adalah orang-orang yang tetap hidup lurus karena itu artinya mereka membuang kesempatan untuk bisa memiliki segalanya.
Apabila hati dan pikiran kita sudah sampai kepada konsep seperti demikian, itu tandanya kita sudah sangat jauh dari Tuhan. Mengapa? Karena konsep kehidupan yang diajarkan Yesus sungguh bertolak belakang dengan apa yang dipercaya dunia sebagai tolok ukur keberhasilan atau kesuksesan. Lihatlah pengajaran-pengajaran Kristus tentang cara hidup dalam Kerajaan Allah yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan cara pikir dunia. Anda ingin menjadi yang terbesar? Dunia berkata kuasai sebanyak-banyaknya, tetapi Yesus mengajarkan kita justru merendahkan diri kita sejauh mungkin. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat apa yang tertulis di dalam Alkitab. "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25) Pemerintah bangsa-bangsa dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan dengan "the rulers of the Gentiles", yang bisa kita artikan sebagai para pemimpin bangsa yang tidak mengenal Allah. Ini dilakukan oleh mereka demi kepentingan dan kepuasan pribadi. Posisi orang percaya seharusnya tidak boleh seperti itu. Yesus melanjutkan: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (ay 26-27). Yesus tidak asal bicara, Dia sudah mencontohkan langsung dengan cara hidupNya sendiri mengenai hal tersebut. Dalam kesempatan lain Yesus juga berkata "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48).
Bagaimana dengan cara menghadapi musuh? Dunia mengajarkan kita untuk membinasakan musuh, kalau perlu menghancurkan mereka berkeping-keping, tetapi Yesus mengajarkan sebaliknya. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (ay 38-39). Bukan hanya mengalah dan tidak melawan, tetapi lebih lanjut Yesus mengatakan "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."(Matius 5:43-44). Musuh bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk dikasihi, dibantu dan didoakan. Ini sebuah pengajaran yang mendobrak tatanan atau konsep pemikiran secara radikal pada saat itu dan masih demikian pula hingga hari ini.
Konsep kehidupan yang harus kita jalankan sungguh berbeda dengan apa yang dipercaya dunia sebagai kunci kesuksesan. Ketika dunia menghalalkan segala cara, kita dituntut untuk melakukan segala sesuatu dengan jujur, tulus dan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan, dan kemudian menyerahkan semuanya sesuai dengan kehendak Tuhan sambil disertai dengan rasa syukur. Dunia boleh membenci, tetapi kita mengasihi. Kesombongan tidak ada dalam kamus kita, dan harus diganti dengan kerendahan hati. Semakin tinggi kita naik, kita harus semakin rendah hati. Memberi bantuan tanpa pandang bulu, termasuk kepada musuh kita. Mengasihi tanpa pilih-pilih, dan memuliakan Tuhan dalam segala perbuatan kita. Tidak perlu repot-repot menimbun uang, tetapi kita justru harus lebih banyak memberi atau menabur,"sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Inilah bentuk pengajaran Kristus yang akan membawa kita kedalam damai sukacita sejati menuju kepada keselamatan yang kekal. Semua tergantung kita untuk memilih apakah kita mau memakai cara-cara Kristus atau cara dunia.
Cara hidup menurut Kristus berbeda dengan cara pandang dunia, pilih yang mana?
=========================
"Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.."
"Dunia ini kejam, jadi kalau mau sukses kita harus lebih kejam dari dunia." Kata-kata itu keluar dari seorang tetangga saya yang sempat membuat saya kaget. Ia tidak sendirian, karena semakin hari semakin banyak orang yang berpikir seperti itu. Ketika tekanan dalam kehidupan semakin keras, kebanyakan orang akan menuju kepada dua arah: menyerah atau mulai kehilangan akal sehatnya untuk hidup dengan benar. "Dengan cara apapun kita harus bisa mendapatkan uang. Soal jujur atau tidak itu nanti sajalah.." sambung tetangga saya itu lagi. Betapa berbahayanya jika orientasi kita sudah mengerucut hanya kepada kebutuhan materi semata. Mereka melupakan kenyataan bahwa hidup di dunia ini sangatlah singkat jika dibandingkan sebuah kehidupan atau destinasi yang akan kita tuju setelah periode di dunia ini. Berapa umur manusia? Bisa mencapai 80 tahun saja sudah merupakan sesuatu yang istimewa. Tapi apalah artinya 80 tahun dibanding sebuah kekekalan?
Banyak orang melupakan hal ini. Bagi mereka bertarung hidup di dunia yang keras dan kejam hanya bisa dimenangkan jika kita lebih keras dan lebih kejam lagi. Lupakan soal moral, lupakan soal menghidupi firman Tuhan, abaikan kejujuran, kebaikan, keramahan, dan raihlah uang sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Jadilah serakah, arogan, dan usahakan untuk naik jabatan setinggi mungkin dengan cara apapun. Halalkan segala cara, lakukan apa saja yang penting apa yang kita inginkan tercapai. Saling sikut menyikut, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, fitnah, korupsi dan tindakan-tindakan amoral lainnya, semua itu bukan lagi sesuatu yang salah untuk dilakukan. Justru yang dianggap bodoh adalah orang-orang yang tetap hidup lurus karena itu artinya mereka membuang kesempatan untuk bisa memiliki segalanya.
Apabila hati dan pikiran kita sudah sampai kepada konsep seperti demikian, itu tandanya kita sudah sangat jauh dari Tuhan. Mengapa? Karena konsep kehidupan yang diajarkan Yesus sungguh bertolak belakang dengan apa yang dipercaya dunia sebagai tolok ukur keberhasilan atau kesuksesan. Lihatlah pengajaran-pengajaran Kristus tentang cara hidup dalam Kerajaan Allah yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan cara pikir dunia. Anda ingin menjadi yang terbesar? Dunia berkata kuasai sebanyak-banyaknya, tetapi Yesus mengajarkan kita justru merendahkan diri kita sejauh mungkin. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat apa yang tertulis di dalam Alkitab. "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25) Pemerintah bangsa-bangsa dalam versi bahasa Inggrisnya dikatakan dengan "the rulers of the Gentiles", yang bisa kita artikan sebagai para pemimpin bangsa yang tidak mengenal Allah. Ini dilakukan oleh mereka demi kepentingan dan kepuasan pribadi. Posisi orang percaya seharusnya tidak boleh seperti itu. Yesus melanjutkan: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (ay 26-27). Yesus tidak asal bicara, Dia sudah mencontohkan langsung dengan cara hidupNya sendiri mengenai hal tersebut. Dalam kesempatan lain Yesus juga berkata "Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Lukas 9:48).
Bagaimana dengan cara menghadapi musuh? Dunia mengajarkan kita untuk membinasakan musuh, kalau perlu menghancurkan mereka berkeping-keping, tetapi Yesus mengajarkan sebaliknya. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (ay 38-39). Bukan hanya mengalah dan tidak melawan, tetapi lebih lanjut Yesus mengatakan "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."(Matius 5:43-44). Musuh bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk dikasihi, dibantu dan didoakan. Ini sebuah pengajaran yang mendobrak tatanan atau konsep pemikiran secara radikal pada saat itu dan masih demikian pula hingga hari ini.
Konsep kehidupan yang harus kita jalankan sungguh berbeda dengan apa yang dipercaya dunia sebagai kunci kesuksesan. Ketika dunia menghalalkan segala cara, kita dituntut untuk melakukan segala sesuatu dengan jujur, tulus dan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan, dan kemudian menyerahkan semuanya sesuai dengan kehendak Tuhan sambil disertai dengan rasa syukur. Dunia boleh membenci, tetapi kita mengasihi. Kesombongan tidak ada dalam kamus kita, dan harus diganti dengan kerendahan hati. Semakin tinggi kita naik, kita harus semakin rendah hati. Memberi bantuan tanpa pandang bulu, termasuk kepada musuh kita. Mengasihi tanpa pilih-pilih, dan memuliakan Tuhan dalam segala perbuatan kita. Tidak perlu repot-repot menimbun uang, tetapi kita justru harus lebih banyak memberi atau menabur,"sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Inilah bentuk pengajaran Kristus yang akan membawa kita kedalam damai sukacita sejati menuju kepada keselamatan yang kekal. Semua tergantung kita untuk memilih apakah kita mau memakai cara-cara Kristus atau cara dunia.
Cara hidup menurut Kristus berbeda dengan cara pandang dunia, pilih yang mana?
Monday, July 26, 2010
Baju Baru
Ayat bacaan: Kolose 3:8-10
========================
"Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini...karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya."
Saya teringat ketika saya mengalami ospek (dulu disebut plonco) sebagai seorang mahasiswa baru yang biasanya dimanfaatkan para senior untuk dipermainkan. Masa ospek saya waktu itu berlangsung selama 3 hari, dan sejak di hari pertama saya sudah terkejut sejak awal. Mahasiswa baru laki-laki semua disuruh membuka baju dan kemudian masuk berendam di parit tepat di depan kampus yang begitu kotor. Kami tidak punya pilihan, lalu menceburkan diri ke dalamnya. Dari atas seorang senior mengibas-ngibaskan sapu lidi agar kami kecipratan lumpur kotor dari parit itu. Yang parah, selama 3 hari kami tidak diperbolehkan mandi, dan harus tetap mengenakan baju yang sama hingga ospek selesai. Begitu selesai hari ke 3, saya pun sesegera mungkin mandi berkali-kali, sebersih-bersihnya dan berganti baju. Mengapa saya membukanya dengan pengalaman ospek saya? Karena rasanya, tidak akan ada orang yang mengganti baju tetapi tetap membiarkan dirinya masih kotor berlumur lumpur kotor parit. Lebih tidak mungkin lagi jika orang langsung melapis baju baru di atas baju kotor tanpa membukanya terlebih dahulu. Aplikasinya? Keberadaan kita sebagai manusia baru tidak akan bisa sempurna kita kenakan tanpa terlebih dahulu melepaskan manusia lama kita.
Dengan menerima Kristus kita pun diubahkan menjadi ciptaan baru. Dengan sangat indah firman Tuhan berkata: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Ini sebuah berita besar bagi kita akan keselamatan. Kita yang tadinya berlumur lumpur dosa kini diberikan sebuah kondisi baru yang bersih lewat pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Tapi bisakah kita menghidupi keberadaan kita sebagai ciptaan baru, sebagai manusia baru dengan sempurna jika kita masih enggan melepas sisa-sisa kekotoran manusia lama kita? Bisakah kita memakai baju baru dan berkata bahwa kita bersih apabila kita tidak terlebih dahulu membuka baju kotor kita dan mandi terlebih dahulu?
Paulus menggarisbawahi pentingnya melepaskan semua kelakuan atau kebiasaan buruk yang mungkin pernah kita lakukan sebelum bertobat. "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)." (Kolose 3:5-6). Dulu mungkin kita menuruti berbagai keinginan daging seperti itu, bahkan mungkin juga kita sempat dikuasai oleh semua itu. Namun sekarang hendaknya kita membuang semuanya itu secara tuntas. "Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya." (ay 8-10). Jangan biarkan diri masih kotor ketika mengenakan "baju bersih", dan jangan kenakan lagi "baju kotor" jika kita sudah memakai yang bersih. Karena biar bagaimanapun kita tidak akan pernah bisa benar-benar bersih apabila kekotoran masih ada tersimpan dalam diri kita. Yang lama harus kita tanggalkan lebih dahulu agar kita bisa mengenakan yang baru.
Keberadaan kita sebagai manusia baru memungkinkan kita untuk berbuah secara rohani. Kita diubahkan untuk menjadi anak-anak Tuhan, menjadi "orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya", dan di dalam bentuk manusia baru itu seharusnya terdapat hal-hal seperti "belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran" (ay 12), penuh pengampunan (ay 13), dan di atas semuanya itu mengenakan "kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." (ay 14), serta dipenuhi damai sejahtera Kristus. (ay 15) Inilah yang seharusnya terdapat di dalam manusia baru yang telah diubahkan dan bukan sebaliknya, seperti kesombongan, kikir, sulit memaafkan, dendam, dan sejenisnya. Lewat Kristus sesungguhnya apa yang ditawarkan Tuhan itu begitu baik. Kita dianugerahkan kesempatan untuk menjadi lahir kembali menjadi manusia yang baru, tetapi kita harus terlebih dahulu membuang segala lumpur dosa lama yang mengotori kita. Setelah mengenakannya pun kita hendaknya jangan kembali mengotori dengan berbagai kebiasaan jelek atau hal-hal buruk yang dahulu kerap kita lakukan. Dari rangkaian hal-hal yang ada di dalam manusia baru di atas (ay 12-15), adakah yang masih tidak bertumbuh dalam diri anda? Jika ada, periksalah kembali, siapa tahu masih ada lumpur kotor yang tertinggal dalam diri anda atau masih sulit dan enggan untuk anda lepaskan.
Sebelum mengenakan hidup baru, buanglah terlebih dahulu hidup yang lama yang masih mengotori diri kita
========================
"Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini...karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya."
Saya teringat ketika saya mengalami ospek (dulu disebut plonco) sebagai seorang mahasiswa baru yang biasanya dimanfaatkan para senior untuk dipermainkan. Masa ospek saya waktu itu berlangsung selama 3 hari, dan sejak di hari pertama saya sudah terkejut sejak awal. Mahasiswa baru laki-laki semua disuruh membuka baju dan kemudian masuk berendam di parit tepat di depan kampus yang begitu kotor. Kami tidak punya pilihan, lalu menceburkan diri ke dalamnya. Dari atas seorang senior mengibas-ngibaskan sapu lidi agar kami kecipratan lumpur kotor dari parit itu. Yang parah, selama 3 hari kami tidak diperbolehkan mandi, dan harus tetap mengenakan baju yang sama hingga ospek selesai. Begitu selesai hari ke 3, saya pun sesegera mungkin mandi berkali-kali, sebersih-bersihnya dan berganti baju. Mengapa saya membukanya dengan pengalaman ospek saya? Karena rasanya, tidak akan ada orang yang mengganti baju tetapi tetap membiarkan dirinya masih kotor berlumur lumpur kotor parit. Lebih tidak mungkin lagi jika orang langsung melapis baju baru di atas baju kotor tanpa membukanya terlebih dahulu. Aplikasinya? Keberadaan kita sebagai manusia baru tidak akan bisa sempurna kita kenakan tanpa terlebih dahulu melepaskan manusia lama kita.
Dengan menerima Kristus kita pun diubahkan menjadi ciptaan baru. Dengan sangat indah firman Tuhan berkata: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Ini sebuah berita besar bagi kita akan keselamatan. Kita yang tadinya berlumur lumpur dosa kini diberikan sebuah kondisi baru yang bersih lewat pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Tapi bisakah kita menghidupi keberadaan kita sebagai ciptaan baru, sebagai manusia baru dengan sempurna jika kita masih enggan melepas sisa-sisa kekotoran manusia lama kita? Bisakah kita memakai baju baru dan berkata bahwa kita bersih apabila kita tidak terlebih dahulu membuka baju kotor kita dan mandi terlebih dahulu?
Paulus menggarisbawahi pentingnya melepaskan semua kelakuan atau kebiasaan buruk yang mungkin pernah kita lakukan sebelum bertobat. "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)." (Kolose 3:5-6). Dulu mungkin kita menuruti berbagai keinginan daging seperti itu, bahkan mungkin juga kita sempat dikuasai oleh semua itu. Namun sekarang hendaknya kita membuang semuanya itu secara tuntas. "Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya." (ay 8-10). Jangan biarkan diri masih kotor ketika mengenakan "baju bersih", dan jangan kenakan lagi "baju kotor" jika kita sudah memakai yang bersih. Karena biar bagaimanapun kita tidak akan pernah bisa benar-benar bersih apabila kekotoran masih ada tersimpan dalam diri kita. Yang lama harus kita tanggalkan lebih dahulu agar kita bisa mengenakan yang baru.
Keberadaan kita sebagai manusia baru memungkinkan kita untuk berbuah secara rohani. Kita diubahkan untuk menjadi anak-anak Tuhan, menjadi "orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya", dan di dalam bentuk manusia baru itu seharusnya terdapat hal-hal seperti "belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran" (ay 12), penuh pengampunan (ay 13), dan di atas semuanya itu mengenakan "kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan." (ay 14), serta dipenuhi damai sejahtera Kristus. (ay 15) Inilah yang seharusnya terdapat di dalam manusia baru yang telah diubahkan dan bukan sebaliknya, seperti kesombongan, kikir, sulit memaafkan, dendam, dan sejenisnya. Lewat Kristus sesungguhnya apa yang ditawarkan Tuhan itu begitu baik. Kita dianugerahkan kesempatan untuk menjadi lahir kembali menjadi manusia yang baru, tetapi kita harus terlebih dahulu membuang segala lumpur dosa lama yang mengotori kita. Setelah mengenakannya pun kita hendaknya jangan kembali mengotori dengan berbagai kebiasaan jelek atau hal-hal buruk yang dahulu kerap kita lakukan. Dari rangkaian hal-hal yang ada di dalam manusia baru di atas (ay 12-15), adakah yang masih tidak bertumbuh dalam diri anda? Jika ada, periksalah kembali, siapa tahu masih ada lumpur kotor yang tertinggal dalam diri anda atau masih sulit dan enggan untuk anda lepaskan.
Sebelum mengenakan hidup baru, buanglah terlebih dahulu hidup yang lama yang masih mengotori diri kita
Sunday, July 25, 2010
Filadelfia
Ayat bacaan: Ibrani 13:1
===================
"Peliharalah kasih persaudaraan!"
Pada suatu kali saya berkunjung ke sebuah persekutuan teman saya dan saya diberkati denganapa yang saya dapati disana. Anggota persekutuannya sungguh beragam. Mulai dari pimpinan perusahaan besar, yang sudah mapan, dewasa, hingga yang masih kuliah. Bukan hanya dari pekerjaan atau status, tetapi juga terdiri dari suku atau etnis yang berbeda. Latar belakang mungkin berbeda, tingkat kedewasaan dan sebagainya juga berbeda. Tantangan hidup yang dihadapi berbeda, namun disana semuanya menjadi satu, sebagai saudara seiman, menjadi satu keluarga, bersama-sama memuji dan menyembah Tuhan, berbagi firman, kesaksian, pengalaman. Begitu akrab, begitu erat, sesuatu yang sangat jarang kita dapati dalam pola kehidupan masyarakat secara umum yang cenderung berkelompok dengan orang-orang yang memiliki persamaan baik dari segi usia, pekerjaan, status sosial dan sebagainya. Di sana mereka mengedepankan sebuah persamaan yang jauh lebih penting, dan dipandang indah di mata Tuhan, yaitu sama-sama saling bersaudara di dalam Kristus.
Filadelfia, itu kata yang menggambarkan kasih persaudaraan seperti yang dipakai dalam Alkitab. Filadelfia berasal dari kata Fhileo yang artinya sebuah kasih tulus dan murni tanpa menuntut imbalan apa-apa, dan Delfho yang artinya sebuah ikatan persaudaraan yang erat. Jika digabungkan maka Filadelfia berarti Kasih Persaudaraan. Ini adalah sebuah hal yang sangat penting di mata Tuhan, yang menuntut kita menyingkirkan segala perbedaan-perbedaan yang bersifat duniawi tetapi kemudian bersatu dalam kasih sebagai satu keluarga, sesama saudara dalam Kristus. Penulis Ibrani menyerukannya dengan ringkas, tegas dan jelas: "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Inilah bentuk ikatan yang dikehendaki Tuhan. Latar belakang boleh berbeda, ras, suku, status, tingkat pendidikan dan sebagainya boleh berbeda, tetapi dalam Kristus semuanya bersaudara.
Menarik jika kita melihat apa yang dikatakan Yesus setelah kebangkitanNya. Kepada Maria, Yesus berkata: "Kata Yesus kepadanya: "Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu." (Yohanes 20:17). Lihatlah bahwa kata yang dipakai Yesus adalah "saudara-saudaraKu" yang mengacu kepada murid-muridNya. Ini penting untuk kita simak, karena dari hal ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa lewat kebangkitan Yesus kita dilahirkan kembali (1 Petrus 1:3) lalu disebut "anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26). Orang-orang percaya ditentukan untuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus, dimana Kristus sendiri dikatakan "menjadi yang sulung di antara banyak saudara." (Roma 8:29). Bayangkan, status kita berubah menjadi saudara-saudara dari Yesus. Jika Yesus saja menganggap kita sebagai saudara, mengapa kita sulit sekali untuk menerima sesama orang percaya sebagai saudara, dan selalu lebih mengedepankan perbedaan dalam berbagai hal ketimbang menekankan persamaan?
Kata Filadelfia ini akan mengingatkan kita pula kepada satu dari tujuh gereja yang disebutkan secara khusus dalam kitab Wahyu. Hanya ada dua gereja yang tidak mendapat teguran Tuhan, yaitu Filadelfia dan Smirna. Pesan Tuhan berbunyi seperti ini: "Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku." (Wahyu 3:8). Jemaat Filadelfia dikatakan sebagai jemaat yang kekuatannya tidak seberapa, namun mereka menuruti firman Tuhan dan tidak menyangkal nama Tuhan. Mereka menerapkan kasih persaudaraan disana, dan ternyata meski kekuatan mereka tidak seberapa, namun kesatuan mereka yang erat dan penuh kasih itu ternyata sanggup membawa perbedaan dan hasil yang luar biasa. Begitu luar biasa hingga Tuhan pun berkenan memuji mereka.
Pola kasih persaudaraan ini secara jelas bisa kita lihat dari gaya hidup jemaat mula-mula yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:41-47. Mereka dikatakan "selalu tekun dalam pengajaran dan persekutuan, selalu berkumpul, bersama-sama memecah roti dan berdoa" (ay 42). Betapa eratnya persatuan sebagai saudara itu, sehingga dikatakan "segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (ay 44-45). Tidaklah heran jika gereja itu kemudian berkembang sangat pesat. Dimulai dengan pertobatan ribuan jiwa (ay 41) hingga datangnya berkat Tuhan yang terus menambahkan jumlah mereka dengan jiwa-jiwa diselamatkan lainnya. (ay 47). Dan ini juga yang terjadi kepada jemaat Filadelfia di dalam kitab Wahyu. Salah satu upah yang dijanjikan Tuhan kepada mereka adalah menjadi "sokoguru di dalam Bait Suci Allah" (Wahyu 3:12) yang artinya diberkati dalam pelayanan dan kemuliaan Tuhan.
Kita harus memperhatikan kasih persaudaraan ini secara sungguh-sungguh, menjadikannya sebagai sebuah gaya hidup dan pola pikir dasar seperti halnya jemaat mula-mula dan jemaat Filadelfia. Apa yang dipesankan kepada jemaat Filadelfia sesungguhnya jelas. "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11). Ini pesan yang harus kita ingat baik-baik saat ini juga. Betapa pentingnya bagi kita untuk menghidupi kasih persaudaraan ini dengan sungguh-sungguh agar mahkota yang telah kita pegang jangan sampai lepas dari tangan kita. Mari hilangkan sekat-sekat yang membatasi kasih diantara kita, berhentilah memandang dari segala sudut perbedaan dan dasarkan kembali kepada sebuah kesatuan yang kokoh sebagai satu saudara dalam Kristus. Belajarlah dari sekarang untuk Hidup dengan kasih persaudaraan yang erat dan saling melengkapi, saling mengingatkan dan menguatkan.
Jadilah anak-anak Tuhan yang memiliki kasih persaudaraan kuat
===================
"Peliharalah kasih persaudaraan!"
Pada suatu kali saya berkunjung ke sebuah persekutuan teman saya dan saya diberkati denganapa yang saya dapati disana. Anggota persekutuannya sungguh beragam. Mulai dari pimpinan perusahaan besar, yang sudah mapan, dewasa, hingga yang masih kuliah. Bukan hanya dari pekerjaan atau status, tetapi juga terdiri dari suku atau etnis yang berbeda. Latar belakang mungkin berbeda, tingkat kedewasaan dan sebagainya juga berbeda. Tantangan hidup yang dihadapi berbeda, namun disana semuanya menjadi satu, sebagai saudara seiman, menjadi satu keluarga, bersama-sama memuji dan menyembah Tuhan, berbagi firman, kesaksian, pengalaman. Begitu akrab, begitu erat, sesuatu yang sangat jarang kita dapati dalam pola kehidupan masyarakat secara umum yang cenderung berkelompok dengan orang-orang yang memiliki persamaan baik dari segi usia, pekerjaan, status sosial dan sebagainya. Di sana mereka mengedepankan sebuah persamaan yang jauh lebih penting, dan dipandang indah di mata Tuhan, yaitu sama-sama saling bersaudara di dalam Kristus.
Filadelfia, itu kata yang menggambarkan kasih persaudaraan seperti yang dipakai dalam Alkitab. Filadelfia berasal dari kata Fhileo yang artinya sebuah kasih tulus dan murni tanpa menuntut imbalan apa-apa, dan Delfho yang artinya sebuah ikatan persaudaraan yang erat. Jika digabungkan maka Filadelfia berarti Kasih Persaudaraan. Ini adalah sebuah hal yang sangat penting di mata Tuhan, yang menuntut kita menyingkirkan segala perbedaan-perbedaan yang bersifat duniawi tetapi kemudian bersatu dalam kasih sebagai satu keluarga, sesama saudara dalam Kristus. Penulis Ibrani menyerukannya dengan ringkas, tegas dan jelas: "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Inilah bentuk ikatan yang dikehendaki Tuhan. Latar belakang boleh berbeda, ras, suku, status, tingkat pendidikan dan sebagainya boleh berbeda, tetapi dalam Kristus semuanya bersaudara.
Menarik jika kita melihat apa yang dikatakan Yesus setelah kebangkitanNya. Kepada Maria, Yesus berkata: "Kata Yesus kepadanya: "Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu." (Yohanes 20:17). Lihatlah bahwa kata yang dipakai Yesus adalah "saudara-saudaraKu" yang mengacu kepada murid-muridNya. Ini penting untuk kita simak, karena dari hal ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa lewat kebangkitan Yesus kita dilahirkan kembali (1 Petrus 1:3) lalu disebut "anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus." (Galatia 3:26). Orang-orang percaya ditentukan untuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus, dimana Kristus sendiri dikatakan "menjadi yang sulung di antara banyak saudara." (Roma 8:29). Bayangkan, status kita berubah menjadi saudara-saudara dari Yesus. Jika Yesus saja menganggap kita sebagai saudara, mengapa kita sulit sekali untuk menerima sesama orang percaya sebagai saudara, dan selalu lebih mengedepankan perbedaan dalam berbagai hal ketimbang menekankan persamaan?
Kata Filadelfia ini akan mengingatkan kita pula kepada satu dari tujuh gereja yang disebutkan secara khusus dalam kitab Wahyu. Hanya ada dua gereja yang tidak mendapat teguran Tuhan, yaitu Filadelfia dan Smirna. Pesan Tuhan berbunyi seperti ini: "Aku tahu segala pekerjaanmu: lihatlah, Aku telah membuka pintu bagimu, yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun. Aku tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti firman-Ku dan engkau tidak menyangkal nama-Ku." (Wahyu 3:8). Jemaat Filadelfia dikatakan sebagai jemaat yang kekuatannya tidak seberapa, namun mereka menuruti firman Tuhan dan tidak menyangkal nama Tuhan. Mereka menerapkan kasih persaudaraan disana, dan ternyata meski kekuatan mereka tidak seberapa, namun kesatuan mereka yang erat dan penuh kasih itu ternyata sanggup membawa perbedaan dan hasil yang luar biasa. Begitu luar biasa hingga Tuhan pun berkenan memuji mereka.
Pola kasih persaudaraan ini secara jelas bisa kita lihat dari gaya hidup jemaat mula-mula yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:41-47. Mereka dikatakan "selalu tekun dalam pengajaran dan persekutuan, selalu berkumpul, bersama-sama memecah roti dan berdoa" (ay 42). Betapa eratnya persatuan sebagai saudara itu, sehingga dikatakan "segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (ay 44-45). Tidaklah heran jika gereja itu kemudian berkembang sangat pesat. Dimulai dengan pertobatan ribuan jiwa (ay 41) hingga datangnya berkat Tuhan yang terus menambahkan jumlah mereka dengan jiwa-jiwa diselamatkan lainnya. (ay 47). Dan ini juga yang terjadi kepada jemaat Filadelfia di dalam kitab Wahyu. Salah satu upah yang dijanjikan Tuhan kepada mereka adalah menjadi "sokoguru di dalam Bait Suci Allah" (Wahyu 3:12) yang artinya diberkati dalam pelayanan dan kemuliaan Tuhan.
Kita harus memperhatikan kasih persaudaraan ini secara sungguh-sungguh, menjadikannya sebagai sebuah gaya hidup dan pola pikir dasar seperti halnya jemaat mula-mula dan jemaat Filadelfia. Apa yang dipesankan kepada jemaat Filadelfia sesungguhnya jelas. "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11). Ini pesan yang harus kita ingat baik-baik saat ini juga. Betapa pentingnya bagi kita untuk menghidupi kasih persaudaraan ini dengan sungguh-sungguh agar mahkota yang telah kita pegang jangan sampai lepas dari tangan kita. Mari hilangkan sekat-sekat yang membatasi kasih diantara kita, berhentilah memandang dari segala sudut perbedaan dan dasarkan kembali kepada sebuah kesatuan yang kokoh sebagai satu saudara dalam Kristus. Belajarlah dari sekarang untuk Hidup dengan kasih persaudaraan yang erat dan saling melengkapi, saling mengingatkan dan menguatkan.
Jadilah anak-anak Tuhan yang memiliki kasih persaudaraan kuat
Saturday, July 24, 2010
Jemaat Smirna
Ayat bacaan: Wahyu 2:9
==================
"Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis."
Mengapa kita menerima Yesus sebagai Juru Selamat? Jika yang dicari hanyalah berkat duniawi, seperti keberhasilan, toko laris, jodoh dan sebagainya, maka kita akan cepat dingin, bahkan meninggalkan Tuhan ketika pada suatu ketika kita mengalami masalah. Tuhan menjanjikan segala berkat berkelimpahan, itu benar. Tapi itu bukanlah tujuan utama yang harus kita kejar. Kita tidak akan pernah bisa hidup selamanya dan sepenuhnya tanpa masalah. Menjadi pengikut Yesus bukanlah berarti bahwa kita akan seratus persen aman, bebas masalah, hidup nikmat tanpa kendala. Dan lihatlah betapa seringnya iman kita diuji. Adalah mudah untuk mengatakan "Tuhan sungguh baik" ketika hidup sedang aman-aman saja, tetapi mampukah kita berkata hal yang sama ketika tengah mengalami penderitaan atau permasalahan? Mampukah kita tetap setia dan taat meski badai sedang berkecamuk dalam hidup kita? Jemaat Smirna sanggup. Dan untuk itu mereka mendapat pujian dari Tuhan.
Dalam kitab Wahyu kita bisa melihat pesan yang diberikan kepada 7 gereja. Diantara ketujuh gereja itu, ternyata hanya dua yang tidak ditegur Tuhan, yaitu jemaat di Smirna dan Filadelfia. Hari ini mari kita melihat mengapa Smirna yang terletak di Turki bisa mendapatkan pujian dari Tuhan.
Jemaat Smirna bukanlah jemaat yang kaya secara finansial. Tidak hanya itu saja, mereka pun mengalami banyak kesusahan dalam mempertahankan iman mereka. Tekanan dari penguasa Roma sungguh menyulitkan, mereka dianaktirikan, disisihkan, diperlakukan tidak adil, bahkan tidak jarang mereka mengalami penganiayaan karenanya. Kalau penyiksaan saja mereka alami, apalagi fitnah. Mungkin setiap saat mereka harus menghadapi cercaan dan fitnahan dari orang-orang yang menganggap diri mereka paling benar. Sudah miskin, tertekan pula oleh fitnahan bahkan siksaan. Seandainya jemaat Smirna hanya bergantung pada berkat duniawi, buat apa mereka rela mengalami itu semua? Tapi tidaklah demikian. Lewat segala penderitaan mereka ternyata mereka bisa membuktikan iman mereka untuk kemudian mendapat pujian dari Tuhan. "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis." (Wahyu 2:9). Pujian dari Tuhan, bukankah itu indah? Meski miskin materi, tapi engkau kaya iman. Begitu kata Tuhan. Yesus mengatakan bahwa "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Mungkin sulit bagi jemaat Smirna untuk makan enak setiap hari, tetapi mereka ternyata menjadi tegar dalam ketaatan mereka kepada Sang Roti Hidup, the Bread of life. Di mata dunia mereka mungkin miskin, tetapi tidak demikian di mata Tuhan.
Apa yang terjadi pada jemaat Smirna ini berbanding terbalik dengan jemaat Laodikia. Jemaat Laodikia dikatakan kaya secara materi tetapi di mata Tuhan mereka sesungguhnya terlihat miskin. "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang." (Wahyu 3:17). Kekayaan ternyata membutakan mata mereka, sehingga mereka tidaklah sungguh-sungguh dalam ketaatan. Tuhan memandangnya sebagai suam-suam kuku, tidak dingin atau panas. Dan sikap itu membuahkan teguran keras. Sikap jemaat Smirna tidaklah demikian. Meski dalam penderitaan menghadapi ketidakadilan, kemiskinan, fitnahan, tekanan dan siksaan sekalipun, mereka mampu terus taat dan menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan dengan sepenuhnya.
Kita bisa belajar dari jemaat Smirna. Mengikuti Kristus bukanlah berarti bahwa kita kemudian hidup bebas tanpa hambatan, lalu bisa seenaknya berbuat apapun. Yang terjadi bisa sebaliknya. Menjadi orang percaya bisa menempatkan kita ke dalam posisi sulit. Disisihkan, dicemooh, diperlakukan tidak adil bahkan seperti yang dialami banyak orang percaya dalam kasus-kasus tertentu, ancaman dan aniaya pun bisa kita peroleh. Ironisnya perlakuan seperti ini bukan hanya datang dari orang-orang yang tidak mengenal Allah saja, tetapi bisa pula hadir lewat orang-orang yang mengaku beriman kepada Kristus. Tidakkah kita pernah melihat orang-orang yang mengaku percaya tetapi begitu mudah menghakimi? Bukannya membantu saudaranya yang susah, tapi malah mengatai atau menuduh kemiskinan itu karena kutuk, dosa dan sebagainya. Tapi semua itu hendaknya tidak melemahkan kita. Sebab sejak awal Yesus sendiri sudah mengingatkan: "Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." (Lukas 9:23). Tidaklah ringan untuk menyangkal diri dan memikul salib setiap hari, tetapi itulah yang dituntut dari kita. Selanjutnya Yesus berkata: "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya." (ay 24). Kekayaan dunia mungkin menggiurkan, tetapi ingatlah Yesus berkata: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (ay 25).
Kita boleh saja dibenci oleh dunia, mendapat perlakuan tidak adil dan sebagainya, tetapi itu tidak boleh membuat kita berpaling dari Tuhan. Yesus sudah mengingatkan hal ini. KataNya: "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Oleh karena itulah kita harus meneladani sikap jemaat Smirna yang tidak menyerah dan putus asa meski kehidupan yang mereka jalani sungguh berat. Inilah sebuah keputusan yang membuahkan pujian dari Tuhan. "Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10). Mahkota kehidupan akan selalu dikaruniakan Tuhan kepada siapapun yang mampu setia sampai mati. Apakah hidup anda sedang susah saat ini? Apakah anda sedang mengalami tekanan atau perlakuan tidak mengenakkan? Tuhan berpesan demikian: "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Jangan bersungut-sungut ketika ada masalah, jangan putus asa dan menyerah. Ada mahkota kehidupan yang disediakan Tuhan kepada siapapun yang tetap setia kepada Tuhan dalam segala kondisi. Ada banyak diantara orang percaya yang tidak sanggup menanggung kemiskinan, fitnahan dan siksaan. Mereka akan dengan cepat memilih untuk meninggalkan Tuhan ketimbang harus mengalami hal-hal tersebut. Tetapi jemaat Smirna sudah membuktikan iman mereka lewat ketabahan dan ketaatan yang luar biasa. Dan Tuhan pun memberikan pujian. Hari ini belajarlah dari jemaat Smirna dan mari pegang teguh kesetiaan kepada Tuhan, apapun yang terjadi.
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (Lukas 9:25)
==================
"Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis."
Mengapa kita menerima Yesus sebagai Juru Selamat? Jika yang dicari hanyalah berkat duniawi, seperti keberhasilan, toko laris, jodoh dan sebagainya, maka kita akan cepat dingin, bahkan meninggalkan Tuhan ketika pada suatu ketika kita mengalami masalah. Tuhan menjanjikan segala berkat berkelimpahan, itu benar. Tapi itu bukanlah tujuan utama yang harus kita kejar. Kita tidak akan pernah bisa hidup selamanya dan sepenuhnya tanpa masalah. Menjadi pengikut Yesus bukanlah berarti bahwa kita akan seratus persen aman, bebas masalah, hidup nikmat tanpa kendala. Dan lihatlah betapa seringnya iman kita diuji. Adalah mudah untuk mengatakan "Tuhan sungguh baik" ketika hidup sedang aman-aman saja, tetapi mampukah kita berkata hal yang sama ketika tengah mengalami penderitaan atau permasalahan? Mampukah kita tetap setia dan taat meski badai sedang berkecamuk dalam hidup kita? Jemaat Smirna sanggup. Dan untuk itu mereka mendapat pujian dari Tuhan.
Dalam kitab Wahyu kita bisa melihat pesan yang diberikan kepada 7 gereja. Diantara ketujuh gereja itu, ternyata hanya dua yang tidak ditegur Tuhan, yaitu jemaat di Smirna dan Filadelfia. Hari ini mari kita melihat mengapa Smirna yang terletak di Turki bisa mendapatkan pujian dari Tuhan.
Jemaat Smirna bukanlah jemaat yang kaya secara finansial. Tidak hanya itu saja, mereka pun mengalami banyak kesusahan dalam mempertahankan iman mereka. Tekanan dari penguasa Roma sungguh menyulitkan, mereka dianaktirikan, disisihkan, diperlakukan tidak adil, bahkan tidak jarang mereka mengalami penganiayaan karenanya. Kalau penyiksaan saja mereka alami, apalagi fitnah. Mungkin setiap saat mereka harus menghadapi cercaan dan fitnahan dari orang-orang yang menganggap diri mereka paling benar. Sudah miskin, tertekan pula oleh fitnahan bahkan siksaan. Seandainya jemaat Smirna hanya bergantung pada berkat duniawi, buat apa mereka rela mengalami itu semua? Tapi tidaklah demikian. Lewat segala penderitaan mereka ternyata mereka bisa membuktikan iman mereka untuk kemudian mendapat pujian dari Tuhan. "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis." (Wahyu 2:9). Pujian dari Tuhan, bukankah itu indah? Meski miskin materi, tapi engkau kaya iman. Begitu kata Tuhan. Yesus mengatakan bahwa "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4). Mungkin sulit bagi jemaat Smirna untuk makan enak setiap hari, tetapi mereka ternyata menjadi tegar dalam ketaatan mereka kepada Sang Roti Hidup, the Bread of life. Di mata dunia mereka mungkin miskin, tetapi tidak demikian di mata Tuhan.
Apa yang terjadi pada jemaat Smirna ini berbanding terbalik dengan jemaat Laodikia. Jemaat Laodikia dikatakan kaya secara materi tetapi di mata Tuhan mereka sesungguhnya terlihat miskin. "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang." (Wahyu 3:17). Kekayaan ternyata membutakan mata mereka, sehingga mereka tidaklah sungguh-sungguh dalam ketaatan. Tuhan memandangnya sebagai suam-suam kuku, tidak dingin atau panas. Dan sikap itu membuahkan teguran keras. Sikap jemaat Smirna tidaklah demikian. Meski dalam penderitaan menghadapi ketidakadilan, kemiskinan, fitnahan, tekanan dan siksaan sekalipun, mereka mampu terus taat dan menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan dengan sepenuhnya.
Kita bisa belajar dari jemaat Smirna. Mengikuti Kristus bukanlah berarti bahwa kita kemudian hidup bebas tanpa hambatan, lalu bisa seenaknya berbuat apapun. Yang terjadi bisa sebaliknya. Menjadi orang percaya bisa menempatkan kita ke dalam posisi sulit. Disisihkan, dicemooh, diperlakukan tidak adil bahkan seperti yang dialami banyak orang percaya dalam kasus-kasus tertentu, ancaman dan aniaya pun bisa kita peroleh. Ironisnya perlakuan seperti ini bukan hanya datang dari orang-orang yang tidak mengenal Allah saja, tetapi bisa pula hadir lewat orang-orang yang mengaku beriman kepada Kristus. Tidakkah kita pernah melihat orang-orang yang mengaku percaya tetapi begitu mudah menghakimi? Bukannya membantu saudaranya yang susah, tapi malah mengatai atau menuduh kemiskinan itu karena kutuk, dosa dan sebagainya. Tapi semua itu hendaknya tidak melemahkan kita. Sebab sejak awal Yesus sendiri sudah mengingatkan: "Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." (Lukas 9:23). Tidaklah ringan untuk menyangkal diri dan memikul salib setiap hari, tetapi itulah yang dituntut dari kita. Selanjutnya Yesus berkata: "Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya." (ay 24). Kekayaan dunia mungkin menggiurkan, tetapi ingatlah Yesus berkata: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (ay 25).
Kita boleh saja dibenci oleh dunia, mendapat perlakuan tidak adil dan sebagainya, tetapi itu tidak boleh membuat kita berpaling dari Tuhan. Yesus sudah mengingatkan hal ini. KataNya: "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohanes 15:18-19). Oleh karena itulah kita harus meneladani sikap jemaat Smirna yang tidak menyerah dan putus asa meski kehidupan yang mereka jalani sungguh berat. Inilah sebuah keputusan yang membuahkan pujian dari Tuhan. "Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10). Mahkota kehidupan akan selalu dikaruniakan Tuhan kepada siapapun yang mampu setia sampai mati. Apakah hidup anda sedang susah saat ini? Apakah anda sedang mengalami tekanan atau perlakuan tidak mengenakkan? Tuhan berpesan demikian: "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Jangan bersungut-sungut ketika ada masalah, jangan putus asa dan menyerah. Ada mahkota kehidupan yang disediakan Tuhan kepada siapapun yang tetap setia kepada Tuhan dalam segala kondisi. Ada banyak diantara orang percaya yang tidak sanggup menanggung kemiskinan, fitnahan dan siksaan. Mereka akan dengan cepat memilih untuk meninggalkan Tuhan ketimbang harus mengalami hal-hal tersebut. Tetapi jemaat Smirna sudah membuktikan iman mereka lewat ketabahan dan ketaatan yang luar biasa. Dan Tuhan pun memberikan pujian. Hari ini belajarlah dari jemaat Smirna dan mari pegang teguh kesetiaan kepada Tuhan, apapun yang terjadi.
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (Lukas 9:25)
Friday, July 23, 2010
Tipuan Iblis
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 13:9-10
===============================
"Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?"
Rupa-rupa penyesatan terus terjadi di dunia ini. Parahnya, bentuk penyesatan ini seringkali bukan berupa sesuatu yang jelas terlihat salah secara kasat mata, tetapi bisa hadir lewat sesuatu yang dikemas secara rapi, seolah-olah baik namun ternyata dibaliknya tersimpan begitu banyak jebakan. Jika tidak hati-hati kita bisa masuk dan terjebak didalamnya. Inilah pekerjaan iblis yang kita kenal sebagai bapa segala dusta. (Yohanes 8:44). Banyak tipuan iblis yang seolah-olah menjanjikan pertolongan instan, dan betapa banyak orang percaya yang terjerat dengan tipuan ini. Bukan saja paranormal, dukun dan sebagainya, tetapi ada banyak pula pengajaran-pengajaran kemakmuran dan sejenisnya yang ternyata berorientasi menyimpang dari firman Tuhan.
Paulus mengatakan hal ini tidaklah mengherankan. "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14). Sebagai bapa dari dusta, bapa tipu muslihat, iblis memang peniru ulung yang pintar memanfaatkan kelemahan kita untuk dimanipulasi, salah satunya lewat meniru pekerjaan yang dilakukan Tuhan. Kita bisa melihat contohnya dalam kitab Keluaran, yaitu ketika Musa dan Harun berhadapan dengan ahli sihir Mesir yang mampu meniru apa yang mereka lakukan di depan Firaun. Harun melemparkan tongkatnya kemudian tongkat itu berubah menjadi ular, tapi ahli sihir Mesir pun mampu membuat hal yang sama. (Keluaran 7:9-12). Tipuan seperti inilah yang dilakukan oleh iblis hingga hari ini yang jika tidak kita sikapi dengan cermat akan membuat orang-orang percaya termakan tipuan dan masuk ke dalam jebakannya.
Dalam Kisah Para Rasul kita bisa melihat sebuah sosok bernama Baryseus yang berada di pulau Siprus. Dikatakan disana Baryseus adalah seorang tukang sihir dan nabi palsu. (Kisah Para Rasul 13:6). Di pulau Siprus itu ada seorang gubernur bernama Sergius Paulus yang sebenarnya adalah orang cerdas dan bijaksana. Ia sendiri yang memanggil Paulus dan Barnabas, karena kerinduannya mendengar firman Allah. (ay 7). Ada seseorang yang ingin selamat. Tentu iblis tidak tinggal diam. Lalu Baryseus alias Elimas, "tukang sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha membelokkan gubernur itu dari imannya." (ay 8). Berbagai tipu pun ia lakukan. Paulus segera bereaksi. "Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?" (ay 10). Baryseus pun lalu terkena murka Tuhan hingga menjadi buta. Membelokkan jalan Tuhan yang lurus lewat rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, seperti itulah pekerjaan iblis lewat hamba-hambanya di muka bumi ini.
Di akhir jaman ini semakin banyak orang yang berlaku begitu rupa sehingga terlihat seperti hamba Tuhan, tetapi sebenarnya mereka adalah hamba iblis yang berusaha menyesatkan dan membinasakan kita. Seringkali kemasannya terlihat begitu rapi sehingga jika tidak dicermati baik-baik kitapun mengira bahwa semua itu sesuai firman Tuhan. Dalam Amsal dikatakan "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan ini semakin banyak kita jumpai hari-hari ini. Berbagai pengajaran berorientasi kemakmuran, kesuksesan, kekayaan dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat lurus, padahal itu bertentangan dengan firman Tuhan dan jika kita turuti dengan sendirinya akan mengarahkan kita kepada ujung yang menuju maut. Dalam surat Tesalonika kita bisa melihat peringatan akan hal ini. "Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka." (2 Tesalonika 2:9-10). Perhatikanlah, agar jangan sampai kita termasuk dari mereka yang dikatakan "orang-orang yang harus binasa" karena menolak keselamatan.
Agar terhindar dari jebakan-jebakan ini, kita harus selalu waspada dengan berbagai pengajaran dan penawaran yang diberikan kepada kita. Alkitab memberi solusinya seperti ini: "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis." (Efesus 6:11). Perlengkapan senjata Allah itu secara rinci bisa dilihat dalam ay 14-18. Ingatlah bahwa tidak selamanya apa yang terlihat benar itu sungguh benar. Kita harus terus waspada dan memperlengkapi diri senantiasa dengan perlengkapan senjata Allah. Iblis akan selalu berusaha mencari titik lemah kita untuk dimanipulasi dan disesatkan, oleh karena itu berhati-hatilah. Ijinkan Roh Kudus terus bekerja dalam diri anda agar anda bisa peka membedakan mana yang berasal dari Tuhan dan mana yang merupakan tipuan iblis.
Tipuan yang dikemas rapi bisa menyesatkan, tetaplah cermati segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
===============================
"Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?"
Rupa-rupa penyesatan terus terjadi di dunia ini. Parahnya, bentuk penyesatan ini seringkali bukan berupa sesuatu yang jelas terlihat salah secara kasat mata, tetapi bisa hadir lewat sesuatu yang dikemas secara rapi, seolah-olah baik namun ternyata dibaliknya tersimpan begitu banyak jebakan. Jika tidak hati-hati kita bisa masuk dan terjebak didalamnya. Inilah pekerjaan iblis yang kita kenal sebagai bapa segala dusta. (Yohanes 8:44). Banyak tipuan iblis yang seolah-olah menjanjikan pertolongan instan, dan betapa banyak orang percaya yang terjerat dengan tipuan ini. Bukan saja paranormal, dukun dan sebagainya, tetapi ada banyak pula pengajaran-pengajaran kemakmuran dan sejenisnya yang ternyata berorientasi menyimpang dari firman Tuhan.
Paulus mengatakan hal ini tidaklah mengherankan. "Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang." (2 Korintus 11:14). Sebagai bapa dari dusta, bapa tipu muslihat, iblis memang peniru ulung yang pintar memanfaatkan kelemahan kita untuk dimanipulasi, salah satunya lewat meniru pekerjaan yang dilakukan Tuhan. Kita bisa melihat contohnya dalam kitab Keluaran, yaitu ketika Musa dan Harun berhadapan dengan ahli sihir Mesir yang mampu meniru apa yang mereka lakukan di depan Firaun. Harun melemparkan tongkatnya kemudian tongkat itu berubah menjadi ular, tapi ahli sihir Mesir pun mampu membuat hal yang sama. (Keluaran 7:9-12). Tipuan seperti inilah yang dilakukan oleh iblis hingga hari ini yang jika tidak kita sikapi dengan cermat akan membuat orang-orang percaya termakan tipuan dan masuk ke dalam jebakannya.
Dalam Kisah Para Rasul kita bisa melihat sebuah sosok bernama Baryseus yang berada di pulau Siprus. Dikatakan disana Baryseus adalah seorang tukang sihir dan nabi palsu. (Kisah Para Rasul 13:6). Di pulau Siprus itu ada seorang gubernur bernama Sergius Paulus yang sebenarnya adalah orang cerdas dan bijaksana. Ia sendiri yang memanggil Paulus dan Barnabas, karena kerinduannya mendengar firman Allah. (ay 7). Ada seseorang yang ingin selamat. Tentu iblis tidak tinggal diam. Lalu Baryseus alias Elimas, "tukang sihir itu, menghalang-halangi mereka dan berusaha membelokkan gubernur itu dari imannya." (ay 8). Berbagai tipu pun ia lakukan. Paulus segera bereaksi. "Tetapi Saulus, juga disebut Paulus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: "Hai anak Iblis, engkau penuh dengan rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh segala kebenaran, tidakkah engkau akan berhenti membelokkan Jalan Tuhan yang lurus itu?" (ay 10). Baryseus pun lalu terkena murka Tuhan hingga menjadi buta. Membelokkan jalan Tuhan yang lurus lewat rupa-rupa tipu muslihat dan kejahatan, seperti itulah pekerjaan iblis lewat hamba-hambanya di muka bumi ini.
Di akhir jaman ini semakin banyak orang yang berlaku begitu rupa sehingga terlihat seperti hamba Tuhan, tetapi sebenarnya mereka adalah hamba iblis yang berusaha menyesatkan dan membinasakan kita. Seringkali kemasannya terlihat begitu rapi sehingga jika tidak dicermati baik-baik kitapun mengira bahwa semua itu sesuai firman Tuhan. Dalam Amsal dikatakan "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12), dan ini semakin banyak kita jumpai hari-hari ini. Berbagai pengajaran berorientasi kemakmuran, kesuksesan, kekayaan dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat lurus, padahal itu bertentangan dengan firman Tuhan dan jika kita turuti dengan sendirinya akan mengarahkan kita kepada ujung yang menuju maut. Dalam surat Tesalonika kita bisa melihat peringatan akan hal ini. "Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka." (2 Tesalonika 2:9-10). Perhatikanlah, agar jangan sampai kita termasuk dari mereka yang dikatakan "orang-orang yang harus binasa" karena menolak keselamatan.
Agar terhindar dari jebakan-jebakan ini, kita harus selalu waspada dengan berbagai pengajaran dan penawaran yang diberikan kepada kita. Alkitab memberi solusinya seperti ini: "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis." (Efesus 6:11). Perlengkapan senjata Allah itu secara rinci bisa dilihat dalam ay 14-18. Ingatlah bahwa tidak selamanya apa yang terlihat benar itu sungguh benar. Kita harus terus waspada dan memperlengkapi diri senantiasa dengan perlengkapan senjata Allah. Iblis akan selalu berusaha mencari titik lemah kita untuk dimanipulasi dan disesatkan, oleh karena itu berhati-hatilah. Ijinkan Roh Kudus terus bekerja dalam diri anda agar anda bisa peka membedakan mana yang berasal dari Tuhan dan mana yang merupakan tipuan iblis.
Tipuan yang dikemas rapi bisa menyesatkan, tetaplah cermati segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
Thursday, July 22, 2010
Spiritual Fitness
Ayat bacaan: 1 Timotius 4:8
======================
" Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."
Maukah anda meluangkan waktu sekitar setengah jam setiap hari untuk berolah raga? Kebanyakan orang mau meluangkan bahkan lebih dari itu. Menjaga penampilan, membentuk tubuh agar terlihat indah menjadi impian banyak orang, dan mereka pun rela menghabiskan waktu berjam-jam dan menghabiskan banyak biaya untuk memperindah penampilan mereka. Paginya jogging, sore fitness, malam futsal. Itu jadwal seorang teman saya disela-sela pekerjaannya yang dilakukan beberapa kali dalam seminggu. Itu belum termasuk waktu yang dihabiskan para wanita untuk mematut diri dengan make up dan sebagainya. Semua itu baik, karena penampilan yang baik dan kebugaran tubuh memang sangat diperlukan siapapun. Tetapi semua itu tidak akan pernah bertahan selamanya. Sehebat apapun kita membentuk otot,pada suatu saat nanti semuanya akan habis. Kita bisa memperlambat penuaan tapi kita tidak akan pernah bisa menghentikannya. Jika untuk itu kita mau meluangkan begitu banyak waktu setiap hari, mengapa seringkali sulit bagi kita meluangkan waktu untuk sesuatu yang akan berguna bukan saja dalam hidup sekarang, tetapi juga untuk kehidupan yang akan datang?
Spiritual Fitness, begitu saya menyebutnya. Sama seperti tubuh yang harus dijaga dan dilatih dengan sungguh-sungguh agar kita bisa mencapai kondisi prima, kebugaran dan kesehatan yang baik, kondisi kerohanian atau spiritual kita pun penting untuk dijaga dan ditingkatkan. Latihan badani atau fisik itu perlu, latihan untuk kerohanian pun demikian. Menghadapi dunia yang sulit ini rohani kita setiap saat bisa terkena polusi dan hal-hal lain yang mampu melemahkan kita. Jika tidak mawas diri, bisa-bisa dalam kelemahan kita akan terjatuh dan pada akhirnya kehilangan apa yang sebenarnya disediakan Tuhan bagi kita.
Paulus telah mengingatkan hal ini secara persis dua ribu tahun yang lalu. "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7). Paulus membandingkan pentingnya melatih jasmani kita dengan melatih rohani. Ia tidak mengatakan bahwa latihan jasmani itu tidak penting, tetapi ia mengingatkan bahwa ada latihan lain yang jauh lebih bermanfaat. " Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Latihan jasmani, berolahraga, fitness, jogging, futsal atau apapun bentuknya itu tentu baik, tetapi seperti kata Paulus sesungguhnya terbatas gunanya. Setelah kita meninggalkan dunia ini kelak, semua itu tidak lagi memberi manfaat apa-apa. Tetapi latihan rohani akan sangat berguna dalam segala hal. Kita bisa tegar menghadapi berbagai masalah yang harus dihadapi, kita bisa menghindari berbagai jerat atau jebakan iblis dalam berbagai cara dan bentuk, kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk, dan tentu saja kita pun bisa menghidupi janji-janji Tuhan, bukan saja dalam hidup ini semata tetapi juga untuk hidup yang akan datang.
Latihan atau training. Itu kata yang dipakai. Seperti layaknya sebuah latihan, sesuatu yang kita tuju sebagai hasil tidaklah akan tercapai dengan instan. Orang yang baru memulai komitmennya untuk lari pagi biasanya harus terlebih dahulu mengalahkan keinginan akan kenyamanan untuk terus berlama-lama berbaring di atas kasur yang empuk, melawan rasa malas dan sebagainya. Rasa lelah yang luar biasa atau bahkan kebosanan mungkin akan menjadi masalah awal ketika kita baru memulai untuk berolahraga secara rutin. Itu wajar, karena ritme tubuh kita belum terprogram sepenuhnya untuk sebuah kegiatan baru. Itulah sebabnya kita harus berlatih. Lalu coba tanyakan kepada mereka yang sudah lama secara rutin berolahraga. Mereka biasanya mengaku gelisah apabila jadwal olahraganya berhalangan. Mereka akan merasa ada sesuatu yang kurang, tidak lengkap jika mereka melewatkannya sekali saja. Tubuh mereka biasanya sudah terprogram untuk melakukan latihan pada waktu-waktu yang ditentukan. Bukan hanya masalah kedisiplinan, tetapi body clock dan body rhythm mereka sudah berada dalam kondisi seperti itu. Inilah hal yang bisa kita dapatkan dari sebuah rangkaian proses bernama latihan. Dan kondisi kebugaran optimal hanya akan dicapai jika latihan itu dilakukan secara disiplin, rutin, teratur dan tentunya kontinu.
Seperti halnya latihan jasmani, proses latihan rohani juga seperti itu. Kita harus membiasakan diri kita secara rutin meluangkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan, berdoa, bersaat teduh dan sebagainya. Kita harus terus melatih diri kita hingga terbiasa untuk menghidupi firman Tuhan, mempercayakan jalannya hidup kita setiap saat ke dalam tangan Tuhan. Lihatlah mengapa Daud begitu mencintai firman Tuhan. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Lebih rinci lagi kita bisa melihat Mazmur 119 yang menjelaskan secara lengkap bagaimana bahagianya orabng yang hidup menurut Firman Tuhan. Penulis Ibrani menyerukan "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Ada begitu banyak manfaat yang akan kita peroleh dengan mendisiplinkan diri untuk terus melatih kerohanian kita. Bukan saja untuk kehidupan saat ini, tetapi juga berlaku untuk kehidupan kita yang akan datang. Jika demikian, kalau untuk latihan jasmani yang gunanya terbatas saja kita mau menghabiskan banyak waktu, mengapa untuk sesuatu yang berguna dalam segala hal dan kekal kita tidak mau? Ambillah komitmen dari sekarang untuk mempergunakan waktu-waktu secara khusus bersama Tuhan. Mendengarkan suaraNya, diam di hadiratNya, merenungkan firmanNya dan menghidupi itu semua dalam segala yang kita lakukan sehari-hari. Mungkin berat pada mulanya, tetapi pada suatu ketika anda akan merasakan manfaatnya secara luar biasa.
Latihlah kerohanian anda untuk mencapai spiritual fitness yang optimal
======================
" Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."
Maukah anda meluangkan waktu sekitar setengah jam setiap hari untuk berolah raga? Kebanyakan orang mau meluangkan bahkan lebih dari itu. Menjaga penampilan, membentuk tubuh agar terlihat indah menjadi impian banyak orang, dan mereka pun rela menghabiskan waktu berjam-jam dan menghabiskan banyak biaya untuk memperindah penampilan mereka. Paginya jogging, sore fitness, malam futsal. Itu jadwal seorang teman saya disela-sela pekerjaannya yang dilakukan beberapa kali dalam seminggu. Itu belum termasuk waktu yang dihabiskan para wanita untuk mematut diri dengan make up dan sebagainya. Semua itu baik, karena penampilan yang baik dan kebugaran tubuh memang sangat diperlukan siapapun. Tetapi semua itu tidak akan pernah bertahan selamanya. Sehebat apapun kita membentuk otot,pada suatu saat nanti semuanya akan habis. Kita bisa memperlambat penuaan tapi kita tidak akan pernah bisa menghentikannya. Jika untuk itu kita mau meluangkan begitu banyak waktu setiap hari, mengapa seringkali sulit bagi kita meluangkan waktu untuk sesuatu yang akan berguna bukan saja dalam hidup sekarang, tetapi juga untuk kehidupan yang akan datang?
Spiritual Fitness, begitu saya menyebutnya. Sama seperti tubuh yang harus dijaga dan dilatih dengan sungguh-sungguh agar kita bisa mencapai kondisi prima, kebugaran dan kesehatan yang baik, kondisi kerohanian atau spiritual kita pun penting untuk dijaga dan ditingkatkan. Latihan badani atau fisik itu perlu, latihan untuk kerohanian pun demikian. Menghadapi dunia yang sulit ini rohani kita setiap saat bisa terkena polusi dan hal-hal lain yang mampu melemahkan kita. Jika tidak mawas diri, bisa-bisa dalam kelemahan kita akan terjatuh dan pada akhirnya kehilangan apa yang sebenarnya disediakan Tuhan bagi kita.
Paulus telah mengingatkan hal ini secara persis dua ribu tahun yang lalu. "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7). Paulus membandingkan pentingnya melatih jasmani kita dengan melatih rohani. Ia tidak mengatakan bahwa latihan jasmani itu tidak penting, tetapi ia mengingatkan bahwa ada latihan lain yang jauh lebih bermanfaat. " Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Latihan jasmani, berolahraga, fitness, jogging, futsal atau apapun bentuknya itu tentu baik, tetapi seperti kata Paulus sesungguhnya terbatas gunanya. Setelah kita meninggalkan dunia ini kelak, semua itu tidak lagi memberi manfaat apa-apa. Tetapi latihan rohani akan sangat berguna dalam segala hal. Kita bisa tegar menghadapi berbagai masalah yang harus dihadapi, kita bisa menghindari berbagai jerat atau jebakan iblis dalam berbagai cara dan bentuk, kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk, dan tentu saja kita pun bisa menghidupi janji-janji Tuhan, bukan saja dalam hidup ini semata tetapi juga untuk hidup yang akan datang.
Latihan atau training. Itu kata yang dipakai. Seperti layaknya sebuah latihan, sesuatu yang kita tuju sebagai hasil tidaklah akan tercapai dengan instan. Orang yang baru memulai komitmennya untuk lari pagi biasanya harus terlebih dahulu mengalahkan keinginan akan kenyamanan untuk terus berlama-lama berbaring di atas kasur yang empuk, melawan rasa malas dan sebagainya. Rasa lelah yang luar biasa atau bahkan kebosanan mungkin akan menjadi masalah awal ketika kita baru memulai untuk berolahraga secara rutin. Itu wajar, karena ritme tubuh kita belum terprogram sepenuhnya untuk sebuah kegiatan baru. Itulah sebabnya kita harus berlatih. Lalu coba tanyakan kepada mereka yang sudah lama secara rutin berolahraga. Mereka biasanya mengaku gelisah apabila jadwal olahraganya berhalangan. Mereka akan merasa ada sesuatu yang kurang, tidak lengkap jika mereka melewatkannya sekali saja. Tubuh mereka biasanya sudah terprogram untuk melakukan latihan pada waktu-waktu yang ditentukan. Bukan hanya masalah kedisiplinan, tetapi body clock dan body rhythm mereka sudah berada dalam kondisi seperti itu. Inilah hal yang bisa kita dapatkan dari sebuah rangkaian proses bernama latihan. Dan kondisi kebugaran optimal hanya akan dicapai jika latihan itu dilakukan secara disiplin, rutin, teratur dan tentunya kontinu.
Seperti halnya latihan jasmani, proses latihan rohani juga seperti itu. Kita harus membiasakan diri kita secara rutin meluangkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan, berdoa, bersaat teduh dan sebagainya. Kita harus terus melatih diri kita hingga terbiasa untuk menghidupi firman Tuhan, mempercayakan jalannya hidup kita setiap saat ke dalam tangan Tuhan. Lihatlah mengapa Daud begitu mencintai firman Tuhan. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Lebih rinci lagi kita bisa melihat Mazmur 119 yang menjelaskan secara lengkap bagaimana bahagianya orabng yang hidup menurut Firman Tuhan. Penulis Ibrani menyerukan "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat." (Ibrani 10:25). Ada begitu banyak manfaat yang akan kita peroleh dengan mendisiplinkan diri untuk terus melatih kerohanian kita. Bukan saja untuk kehidupan saat ini, tetapi juga berlaku untuk kehidupan kita yang akan datang. Jika demikian, kalau untuk latihan jasmani yang gunanya terbatas saja kita mau menghabiskan banyak waktu, mengapa untuk sesuatu yang berguna dalam segala hal dan kekal kita tidak mau? Ambillah komitmen dari sekarang untuk mempergunakan waktu-waktu secara khusus bersama Tuhan. Mendengarkan suaraNya, diam di hadiratNya, merenungkan firmanNya dan menghidupi itu semua dalam segala yang kita lakukan sehari-hari. Mungkin berat pada mulanya, tetapi pada suatu ketika anda akan merasakan manfaatnya secara luar biasa.
Latihlah kerohanian anda untuk mencapai spiritual fitness yang optimal
Wednesday, July 21, 2010
Investasi
Ayat bacaan: Matius 6:19-20
=========================
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya."
Belajar dari pengalaman selalu menjadi sesuatu yang sangat penting bagi saya. Dahulu saya pernah sukses besar mengelola sebuah usaha, tapi kemudian semua tidak berbekas sama sekali pada akhirnya. Apa yang terjadi? Ada satu kesalahan terbesar yang saya buat pada waktu itu. Saya terlena menikmati kesuksesan, menikmati uang yang masuk hingga lupa melakukan investasi dan perencanaan matang buat ke depan. Saya lupa bahwa di dunia ini tidak ada yang kekal, termasuk pula kesuksesan. Dan ketika usaha saya menurun, saya pun tidak memiliki sesuatu yang bisa dipakai untuk mempertahankan dan menyelamatkannya. Bagai kapal karam, usaha itu pun tenggelam hingga akhirnya lenyap tak berbekas.
Apa yang anda lakukan hari ini untuk mempertahankan hidup anda? Ada orang yang melakukan investasi lewat berbagai bentuk asuransi. Asuransi kecelakaan, asuransi untuk tabungan anak dan berbagai asuransi lainnya biasanya dipakai banyak orang sebagai alat antisipasi untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi nanti. Ada pula yang menanamkan modalnya dalam bentuk deposito, batang emas, properti atau bahkan membuka usaha-usaha baru. Semua ini tentu baik untuk menjadi proteksi masa depan kita dan keluarga di dunia. Jika anda menganggap semua yang saya gambarkan di atas itu cukup, tunggu dulu.Semua ini mungkin cukup buat pertahanan di dunia yang fana, tetapi tidak akan pernah cukup sebagai investasi buat kehidupan kita nanti pada fase berikutnya yang kekal.
Ketika ada banyak orang yang mengira mengumpulkan harta di dunia akan membuat mereka bisa bahagia dan sejahtera, maka Yesus mengingatkan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih penting dan jauh lebih aman untuk kita pikirkan sebagai investasi. Money can buy many things, but it's not everything. Menabung, menanam modal dan sebagainya itu baik, tetapi itu bukanlah yang terpenting. Sehebat-hebatnya kita mencadangkan harta, atau bahkan menimbun harta sebanyak-banyaknya, semua itu bisa lenyap pada suatu ketika. Dan lebih dari itu, semuanya tidak akan berguna untuk bekal kehidupan selanjutnya. Jika lupa investasi di dunia saja bisa membuat jerih payah kita lenyap tak berbekas seperti pengalaman saya dahulu, bagaimana jika kita lupa berinvestasi untuk sebuah hidup yang kekal kelak?
Yesus mengatakan demikian: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Ini sebuah seruan penting yang seringkali menjadi sumber kekeliruan kita dalam memandang prioritas dalam hidup. Daripada sibuk mengumpulkan harta di bumi tanpa kepastian dan selalu beresiko, mengapa tidak mengumpulkan harta di tempat yang paling aman, yang akan mampu menjamin kelangsungan dan kelanjutan hidup anda kelak, yaitu di surga? Itulah satu-satunya tempat yang teraman, dan itulah yang akan lebih bermanfaat terutama karena kekal sifatnya karena tidak akan pernah bisa dicuri atau dirusak oleh apapun atau siapapun.
Jika demikian bagaimana kita mengumpulkan harta di surga? Ingatlah bahwa mengumpulkan harta di surga tidak sama dengan di dunia. Jika di dunia kita menimbun dan terus menimbun, atau selalu menerima dan terus menerima, maka untuk mengumpulkan harta di surga yang berlaku justru sebaliknya, yaitu dengan memberi atau menabur. Apakah itu lewat persepuluhan (Maleakhi 3:10-12), memberi kepada kaum yang tidak mampu yang artinya memiutangi Tuhan (Amsal 19:17) dan melakukan sesuatu untuk Tuhan alias doing a favor to God (Matius 25:40), atau menanam investasi dengan harta yang kita miliki terlebih juga hidup kita sendiri untuk mewartakan firman (Markus 10:29-30), semuanya berbicara mengenai kerinduan untuk memberi. Dan itulah yang akan membuat kita terus mengumpulkan harta di surga. Tapi bukan itu saja. Perhatikan pula dari ayat-ayat di atas kita bisa melihat bahwa setiap kita mengumpulkan harta di surga, maka dengan sendirinya kebutuhan kita di dunia pun dijamin Tuhan secara langsung. Artinya dengan mengumpulkan harta di surga kehidupan kita saat ini pun akan berada dalam pemeliharaan Tuhan. Itu bisa kita nikmati sejak sekarang, dan sanggup membawa kita untuk masuk ke dalam kehidupan kekal kelak. Tidakkah itu jauh lebih baik dan lebih berguna?
Yakobus pada suatu kali menegur dengan keras orang-orang kaya yang kikir dan hanya berpikir untuk terus menimbun hartanya tanpa mempedulikan nasib orang lain. Semua itu bisa kita baca dalam Yakobus 5:1-6. "Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir." (Yakobus 5:1-3). Sungguh mengerikan, karena kita bisa membaca ayat selanjutnya: "Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan" (ay 5), seolah-olah sedang menggemukkan diri untuk hari penyembelihan kelak. Kita bisa melihat bagaimana fatalnya kesalahan seperti ini dan menjadikannya peringatan agar jangan sampai kita termasuk dari kelompok orang yang mendapat teguran keras tersebut.
Jika dunia cenderung berpikir bahwa dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya hidup akan aman, kita tidak perlu ikut-ikutan berpikir seperti itu. Tuhan Yesus mengingatkan kita agar jangan khawatir terhadap apapun. "Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?" (Matius 6:31) Ketika dunia khawatir, seharusnya kita tidak perlu ikut-ikutan karena Tuhan telah mengingatkan bahwa Dia tahu segala sesuatu yang kita butuhkan. "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (ay 32). Firman Tuhan dengan tegas mengingatkan kita untuk tidak ikut-ikutan dengan kecenderungan pola pikir dunia. "Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia" (Efesus 4:17). Apa yang harus kita lakukan jelas. Kita harus mulai fokus memikirkan untuk mengumpulkan harta di surga. Dan Yesus pun telah menyatakan sebuah kesimpulan yang harus selalu kita camkan sungguh-sungguh: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Investasi yang kita pilih biasanya adalah sesuatu yang paling menguntungkan. Hari ini mari kita belajar melihat apa sebenarnya yang paling menguntungkan buat kita, bukan saja buat perjalanan kehidupan kita saat ini, tetapi yang lebih penting lagi buat kehidupan selanjutnya yang kekal. Menimbun harta di surga berbicara mengenai kerinduan untuk memberkati orang lain dengan segala berkat yang telah dicurahkan Tuhan buat kita, mengembalikan apa yang menjadi hak Tuhan dan mempersembahkan hidup dan segala yang kita miliki sepenuhnya buat Tuhan. Itulah bentuk investasi di surga, dimana tidak ada satupun hal yang bisa merusak atau menghilangkannya. Kemana anda melakukan investasi saat ini akan menentukan bagaimana masa depan anda nanti.
Investasi di surga akan memberi jaminan keselamatan yang pasti dan aman bagi masa depan kita
=========================
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya."
Belajar dari pengalaman selalu menjadi sesuatu yang sangat penting bagi saya. Dahulu saya pernah sukses besar mengelola sebuah usaha, tapi kemudian semua tidak berbekas sama sekali pada akhirnya. Apa yang terjadi? Ada satu kesalahan terbesar yang saya buat pada waktu itu. Saya terlena menikmati kesuksesan, menikmati uang yang masuk hingga lupa melakukan investasi dan perencanaan matang buat ke depan. Saya lupa bahwa di dunia ini tidak ada yang kekal, termasuk pula kesuksesan. Dan ketika usaha saya menurun, saya pun tidak memiliki sesuatu yang bisa dipakai untuk mempertahankan dan menyelamatkannya. Bagai kapal karam, usaha itu pun tenggelam hingga akhirnya lenyap tak berbekas.
Apa yang anda lakukan hari ini untuk mempertahankan hidup anda? Ada orang yang melakukan investasi lewat berbagai bentuk asuransi. Asuransi kecelakaan, asuransi untuk tabungan anak dan berbagai asuransi lainnya biasanya dipakai banyak orang sebagai alat antisipasi untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi nanti. Ada pula yang menanamkan modalnya dalam bentuk deposito, batang emas, properti atau bahkan membuka usaha-usaha baru. Semua ini tentu baik untuk menjadi proteksi masa depan kita dan keluarga di dunia. Jika anda menganggap semua yang saya gambarkan di atas itu cukup, tunggu dulu.Semua ini mungkin cukup buat pertahanan di dunia yang fana, tetapi tidak akan pernah cukup sebagai investasi buat kehidupan kita nanti pada fase berikutnya yang kekal.
Ketika ada banyak orang yang mengira mengumpulkan harta di dunia akan membuat mereka bisa bahagia dan sejahtera, maka Yesus mengingatkan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih penting dan jauh lebih aman untuk kita pikirkan sebagai investasi. Money can buy many things, but it's not everything. Menabung, menanam modal dan sebagainya itu baik, tetapi itu bukanlah yang terpenting. Sehebat-hebatnya kita mencadangkan harta, atau bahkan menimbun harta sebanyak-banyaknya, semua itu bisa lenyap pada suatu ketika. Dan lebih dari itu, semuanya tidak akan berguna untuk bekal kehidupan selanjutnya. Jika lupa investasi di dunia saja bisa membuat jerih payah kita lenyap tak berbekas seperti pengalaman saya dahulu, bagaimana jika kita lupa berinvestasi untuk sebuah hidup yang kekal kelak?
Yesus mengatakan demikian: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Ini sebuah seruan penting yang seringkali menjadi sumber kekeliruan kita dalam memandang prioritas dalam hidup. Daripada sibuk mengumpulkan harta di bumi tanpa kepastian dan selalu beresiko, mengapa tidak mengumpulkan harta di tempat yang paling aman, yang akan mampu menjamin kelangsungan dan kelanjutan hidup anda kelak, yaitu di surga? Itulah satu-satunya tempat yang teraman, dan itulah yang akan lebih bermanfaat terutama karena kekal sifatnya karena tidak akan pernah bisa dicuri atau dirusak oleh apapun atau siapapun.
Jika demikian bagaimana kita mengumpulkan harta di surga? Ingatlah bahwa mengumpulkan harta di surga tidak sama dengan di dunia. Jika di dunia kita menimbun dan terus menimbun, atau selalu menerima dan terus menerima, maka untuk mengumpulkan harta di surga yang berlaku justru sebaliknya, yaitu dengan memberi atau menabur. Apakah itu lewat persepuluhan (Maleakhi 3:10-12), memberi kepada kaum yang tidak mampu yang artinya memiutangi Tuhan (Amsal 19:17) dan melakukan sesuatu untuk Tuhan alias doing a favor to God (Matius 25:40), atau menanam investasi dengan harta yang kita miliki terlebih juga hidup kita sendiri untuk mewartakan firman (Markus 10:29-30), semuanya berbicara mengenai kerinduan untuk memberi. Dan itulah yang akan membuat kita terus mengumpulkan harta di surga. Tapi bukan itu saja. Perhatikan pula dari ayat-ayat di atas kita bisa melihat bahwa setiap kita mengumpulkan harta di surga, maka dengan sendirinya kebutuhan kita di dunia pun dijamin Tuhan secara langsung. Artinya dengan mengumpulkan harta di surga kehidupan kita saat ini pun akan berada dalam pemeliharaan Tuhan. Itu bisa kita nikmati sejak sekarang, dan sanggup membawa kita untuk masuk ke dalam kehidupan kekal kelak. Tidakkah itu jauh lebih baik dan lebih berguna?
Yakobus pada suatu kali menegur dengan keras orang-orang kaya yang kikir dan hanya berpikir untuk terus menimbun hartanya tanpa mempedulikan nasib orang lain. Semua itu bisa kita baca dalam Yakobus 5:1-6. "Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir." (Yakobus 5:1-3). Sungguh mengerikan, karena kita bisa membaca ayat selanjutnya: "Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari penyembelihan" (ay 5), seolah-olah sedang menggemukkan diri untuk hari penyembelihan kelak. Kita bisa melihat bagaimana fatalnya kesalahan seperti ini dan menjadikannya peringatan agar jangan sampai kita termasuk dari kelompok orang yang mendapat teguran keras tersebut.
Jika dunia cenderung berpikir bahwa dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya hidup akan aman, kita tidak perlu ikut-ikutan berpikir seperti itu. Tuhan Yesus mengingatkan kita agar jangan khawatir terhadap apapun. "Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?" (Matius 6:31) Ketika dunia khawatir, seharusnya kita tidak perlu ikut-ikutan karena Tuhan telah mengingatkan bahwa Dia tahu segala sesuatu yang kita butuhkan. "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (ay 32). Firman Tuhan dengan tegas mengingatkan kita untuk tidak ikut-ikutan dengan kecenderungan pola pikir dunia. "Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia" (Efesus 4:17). Apa yang harus kita lakukan jelas. Kita harus mulai fokus memikirkan untuk mengumpulkan harta di surga. Dan Yesus pun telah menyatakan sebuah kesimpulan yang harus selalu kita camkan sungguh-sungguh: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).
Investasi yang kita pilih biasanya adalah sesuatu yang paling menguntungkan. Hari ini mari kita belajar melihat apa sebenarnya yang paling menguntungkan buat kita, bukan saja buat perjalanan kehidupan kita saat ini, tetapi yang lebih penting lagi buat kehidupan selanjutnya yang kekal. Menimbun harta di surga berbicara mengenai kerinduan untuk memberkati orang lain dengan segala berkat yang telah dicurahkan Tuhan buat kita, mengembalikan apa yang menjadi hak Tuhan dan mempersembahkan hidup dan segala yang kita miliki sepenuhnya buat Tuhan. Itulah bentuk investasi di surga, dimana tidak ada satupun hal yang bisa merusak atau menghilangkannya. Kemana anda melakukan investasi saat ini akan menentukan bagaimana masa depan anda nanti.
Investasi di surga akan memberi jaminan keselamatan yang pasti dan aman bagi masa depan kita
Tuesday, July 20, 2010
Syarat Untuk Menjadi Sempurna
Ayat bacaan: Matius 19:21
=====================
"Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
Iming-iming kekayaan memang seringkali bisa membutakan mata kita. Kemarin saya diundang seorang teman yang juga orang percaya untuk menawarkan sesuatu yang katanya kerjasama bisnis. Saya pun datang kesana, dan ternyata ia menawarkan sebuah bentuk networking. Presentasinya sejak awal mengarahkan kita kepada pemikiran bahwa kita bisa mendapatkan segalanya. Uang berlimpah, mobil dan rumah mewah, kapal pesiar, bahkan hingga pesawat terbang pribadi. "Mana yang kamu lebih suka, bekerja tapi dapatnya sedikit atau tanpa bekerja malah dapat kekayaan seperti ini?" katanya. Saya pun menolak dan menjawab bahwa bagi saya uang bukanlah segalanya. Apa yang penting bagi saya, penyertaan Tuhan dalam hidup jauh melebihi segalanya. Kemewahan dan harta berlimpah bukan menjadi impian saya, karena hidup di dunia ini hanyalah sementara saja. Saya lebih tertarik untuk kehidupan berikutnya yang kekal, dan saya tidak akan mau menukarkan kesempatan itu dengan kekayaan sehebat apapun di dunia ini. Ia pun terdiam dan tidak lagi melanjutkan tawarannya.
Kesempurnaan selalu diinginkan setiap manusia. Dan Tuhan pun menginginkan hal itu, karena firman Tuhan berkata kita harus mengejar kesempurnaan seperti yang dimiliki oleh Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Lantas bagaimana kita bisa memperoleh kesempurnaan? Apakah dengan harta berlimpah? Mampukah timbunan harta membuat kita menjadi sempurna? Faktanya sama sekali tidak demikian, meskipun bagi banyak orang kemilau harta di dunia bisa membuat kita tergiur hingga melupakan segalanya. Lupa bahwa hidup di dunia ini sangatlah singkat, tidak sebanding dengan kekekalan yang akan datang kelak, lupa bahwa tanpa kuasa menikmati semua itu hanyalah akan berakhir sia-sia (bacalah Pengkotbah 6:2), dan itu semua sudah begitu sering terbukti. Bukankah kita kerap melihat keluarga yang hancur berantakan meski mereka kaya raya? Pada suatu ketika mereka akan sadar bahwa uang bukanlah segalanya. Uang/harta tidak pernah bisa membeli kebahagiaan sejati, tidak akan pernah bisa menjadi solusi atas segalanya. Kembali kepada pertanyaan di atas, bagaimana agar kita bisa menjadi sempurna? Dalam kisah perjumpaan seorang pemuda kaya dengan Yesus dalam Matius 19:16-26 kita bisa melihat apa jawaban Tuhan mengenai hal ini. "Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Matius 9:21).
Ayat ini sering dianggap sebagai keharusan bagi orang percaya untuk hidup miskin. Padahal bukanlah demikian. Kita bisa melihat ayat berikut untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10). Yang salah bukanlah uangnya, tetapi cinta terhadap uangnya, yang melebihi segalanya, itulah yang menjadi masalah. Dan itulah pula yang menjadi akar permasalahan si pemuda kaya dalam kisah diatas. Ia menolak menyerahkan segala harta miliknya, itu artinya ia menganggap hartanya sebagi hal terpenting dalam hidupnya, dan bukan Tuhan. Firman Tuhan pun mengingatkan "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Tuhan telah menjanjikan berkat berlimpah kepada kita, tetapi jangan sampai itu menjadi fokus terutama kita melebihi ketaatan berdasarkan kasih dan rasa takut akan Tuhan. Ketika itu terjadi, artinya kita telah mengabdikan diri kepada harta, menghamba kepada harta dan menomorduakan Tuhan dibawahnya. Ketika itu terjadi, artinya kita sedang meninggalkan panggilan untuk menuju kesempurnaan dan membawa diri kita kedalam kehancuran.
Pemuasan terhadap keinginan daging mungkin bisa kita peroleh lewat harta, tetapi itu adalah sebuah perlawanan (hostile) di hadapan Allah. "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:7). Dan dengan tegas dikatakan "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (ay 8). Apalah artinya kekayaan berlimpah yang kita miliki jika hanya bisa dipakai dalam jangka waktu yang amat sangat singkat dibanding sebuah kekekalan yang akan datang kelak? Sebuah kesempurnaan hanya akan mungkin kita peroleh apabila kita rela menyerahkan segala sesuatu yang kita miliki untuk takluk kepada kehendak Tuhan, bahkan yang kita anggap penting bagi kita sekalipun. Abraham sudah membuktikannya ketika ia taat dan rela menyerahkan anaknya yang sangat ia kasihi, Ishak untuk dijadikan korban bakaran. Tidak heran jika Abraham pun diakui sebagai Bapa orang beriman karena ketaatan dan imannya yang luar biasa. Dan itulah yang Tuhan kehendaki, karena sudah seharusnya posisi Tuhan berada di atas segalanya dalam hidup kita. Adalah tidak benar apabila kita mengakui beriman kepada Kristus namun masih terus lebih mementingkan segala hal lain selain Dia dalam hidup kita. Bagaimana mungkin kita mengaku beriman tetapi tidak menyertainya dengan perbuatan nyata?
Ada banyak orang yang ternyata jauh lebih mementingkan miliknya yang berharga ketimbang Tuhan dalam hidup mereka. Bagi si pemuda dalam Matius 19 itu adalah harta kekayaan, mungkin bagi orang lain itu bisa berupa hal lain. Kita harus rela menyerahkan itu semua jika Tuhan meminta itu, dan itulah yang bisa membawa kita untuk mencapai kesempurnaan. Kita harus kembali ingat bahwa semua berasal dari Tuhan. Dibanding apapun yang kita miliki saat ini, tentu Sang Pemberi harus berada dalam posisi teratas. Keberadaan dan penyertaan Tuhan, kebersamaan kita berjalan bersama Tuhan seturut kehendakNya, itulah yang seharusnya kita kejar lebih dari apapun juga. Panggilan untuk menjadi sempurna hanyalah akan bisa kita capai apabila kita rela menyerahkan segala sesuatu untuk mengikuti Tuhan sepenuhnya tanpa berbantah, tanpa bersungut-sungut, tanpa syarat. Are we ready to surrender it all to follow Him?
"Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11)
=====================
"Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
Iming-iming kekayaan memang seringkali bisa membutakan mata kita. Kemarin saya diundang seorang teman yang juga orang percaya untuk menawarkan sesuatu yang katanya kerjasama bisnis. Saya pun datang kesana, dan ternyata ia menawarkan sebuah bentuk networking. Presentasinya sejak awal mengarahkan kita kepada pemikiran bahwa kita bisa mendapatkan segalanya. Uang berlimpah, mobil dan rumah mewah, kapal pesiar, bahkan hingga pesawat terbang pribadi. "Mana yang kamu lebih suka, bekerja tapi dapatnya sedikit atau tanpa bekerja malah dapat kekayaan seperti ini?" katanya. Saya pun menolak dan menjawab bahwa bagi saya uang bukanlah segalanya. Apa yang penting bagi saya, penyertaan Tuhan dalam hidup jauh melebihi segalanya. Kemewahan dan harta berlimpah bukan menjadi impian saya, karena hidup di dunia ini hanyalah sementara saja. Saya lebih tertarik untuk kehidupan berikutnya yang kekal, dan saya tidak akan mau menukarkan kesempatan itu dengan kekayaan sehebat apapun di dunia ini. Ia pun terdiam dan tidak lagi melanjutkan tawarannya.
Kesempurnaan selalu diinginkan setiap manusia. Dan Tuhan pun menginginkan hal itu, karena firman Tuhan berkata kita harus mengejar kesempurnaan seperti yang dimiliki oleh Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Lantas bagaimana kita bisa memperoleh kesempurnaan? Apakah dengan harta berlimpah? Mampukah timbunan harta membuat kita menjadi sempurna? Faktanya sama sekali tidak demikian, meskipun bagi banyak orang kemilau harta di dunia bisa membuat kita tergiur hingga melupakan segalanya. Lupa bahwa hidup di dunia ini sangatlah singkat, tidak sebanding dengan kekekalan yang akan datang kelak, lupa bahwa tanpa kuasa menikmati semua itu hanyalah akan berakhir sia-sia (bacalah Pengkotbah 6:2), dan itu semua sudah begitu sering terbukti. Bukankah kita kerap melihat keluarga yang hancur berantakan meski mereka kaya raya? Pada suatu ketika mereka akan sadar bahwa uang bukanlah segalanya. Uang/harta tidak pernah bisa membeli kebahagiaan sejati, tidak akan pernah bisa menjadi solusi atas segalanya. Kembali kepada pertanyaan di atas, bagaimana agar kita bisa menjadi sempurna? Dalam kisah perjumpaan seorang pemuda kaya dengan Yesus dalam Matius 19:16-26 kita bisa melihat apa jawaban Tuhan mengenai hal ini. "Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Matius 9:21).
Ayat ini sering dianggap sebagai keharusan bagi orang percaya untuk hidup miskin. Padahal bukanlah demikian. Kita bisa melihat ayat berikut untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (1 Timotius 6:10). Yang salah bukanlah uangnya, tetapi cinta terhadap uangnya, yang melebihi segalanya, itulah yang menjadi masalah. Dan itulah pula yang menjadi akar permasalahan si pemuda kaya dalam kisah diatas. Ia menolak menyerahkan segala harta miliknya, itu artinya ia menganggap hartanya sebagi hal terpenting dalam hidupnya, dan bukan Tuhan. Firman Tuhan pun mengingatkan "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Tuhan telah menjanjikan berkat berlimpah kepada kita, tetapi jangan sampai itu menjadi fokus terutama kita melebihi ketaatan berdasarkan kasih dan rasa takut akan Tuhan. Ketika itu terjadi, artinya kita telah mengabdikan diri kepada harta, menghamba kepada harta dan menomorduakan Tuhan dibawahnya. Ketika itu terjadi, artinya kita sedang meninggalkan panggilan untuk menuju kesempurnaan dan membawa diri kita kedalam kehancuran.
Pemuasan terhadap keinginan daging mungkin bisa kita peroleh lewat harta, tetapi itu adalah sebuah perlawanan (hostile) di hadapan Allah. "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya." (Roma 8:7). Dan dengan tegas dikatakan "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (ay 8). Apalah artinya kekayaan berlimpah yang kita miliki jika hanya bisa dipakai dalam jangka waktu yang amat sangat singkat dibanding sebuah kekekalan yang akan datang kelak? Sebuah kesempurnaan hanya akan mungkin kita peroleh apabila kita rela menyerahkan segala sesuatu yang kita miliki untuk takluk kepada kehendak Tuhan, bahkan yang kita anggap penting bagi kita sekalipun. Abraham sudah membuktikannya ketika ia taat dan rela menyerahkan anaknya yang sangat ia kasihi, Ishak untuk dijadikan korban bakaran. Tidak heran jika Abraham pun diakui sebagai Bapa orang beriman karena ketaatan dan imannya yang luar biasa. Dan itulah yang Tuhan kehendaki, karena sudah seharusnya posisi Tuhan berada di atas segalanya dalam hidup kita. Adalah tidak benar apabila kita mengakui beriman kepada Kristus namun masih terus lebih mementingkan segala hal lain selain Dia dalam hidup kita. Bagaimana mungkin kita mengaku beriman tetapi tidak menyertainya dengan perbuatan nyata?
Ada banyak orang yang ternyata jauh lebih mementingkan miliknya yang berharga ketimbang Tuhan dalam hidup mereka. Bagi si pemuda dalam Matius 19 itu adalah harta kekayaan, mungkin bagi orang lain itu bisa berupa hal lain. Kita harus rela menyerahkan itu semua jika Tuhan meminta itu, dan itulah yang bisa membawa kita untuk mencapai kesempurnaan. Kita harus kembali ingat bahwa semua berasal dari Tuhan. Dibanding apapun yang kita miliki saat ini, tentu Sang Pemberi harus berada dalam posisi teratas. Keberadaan dan penyertaan Tuhan, kebersamaan kita berjalan bersama Tuhan seturut kehendakNya, itulah yang seharusnya kita kejar lebih dari apapun juga. Panggilan untuk menjadi sempurna hanyalah akan bisa kita capai apabila kita rela menyerahkan segala sesuatu untuk mengikuti Tuhan sepenuhnya tanpa berbantah, tanpa bersungut-sungut, tanpa syarat. Are we ready to surrender it all to follow Him?
"Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11)
Monday, July 19, 2010
Going the Extra Mile
Ayat bacaan: Matius 5:41
========================
"Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil."
Dalam bekerja kita sering berhadapan dengan deadline, yaitu masa dimana apa yang kita kerjakan harus sudah rampung. Ini adalah realita yang akan dihadapi ketika seseorang masuk ke dalam dunia pekerjaan profesional, dan hal ini selalu saya tekankan kepada para siswa-siswi saya. Dan saya pun melatih mereka agar serius memandang deadline lewat syarat pengumpulan tugas yang tepat waktu, tidak molor sedikitpun. Tidak semua siswa patuh terhadap hal ini, karena seperti kebiasaan banyak manusia, mereka selalu bersantai-santai dahulu, kemudian kalang kabut mengerjakan ketika waktu sudah mepet. Akibatnya seringkali tugas itu belum rampung pada saatnya. Ketika seharusnya tugas itu sudah dikumpulkan, mereka kedapatan masih sibuk mengerjakan.
Sudah menjadi sifat kebanyakan manusia untuk tidak serius mengerjakan sesuatu sejak awal. Kesibukan dan keseriusan baru akan muncul ketika deadline sudah mepet, dan akhirnya apa yang dikerjakan pun seringkali tidak sempurna alias hanya seadanya, ala kadarnya. Padahal firman Tuhan menegaskan bahwa kita haruslah melakukan segala sesuatu dengan serius. Tidak hanya serius, bahkan dikatakan bahwa kita harus melakukan lebih dari yang seharusnya. Dan inilah yang dikenal dengan sebutan "going the extra mile".
Yesus berkata "Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil." (Matius 7:41). Bagi kita mungkin berjalan satu mil saja sudah berat, kalau bisa setengahnya saja atau tidak usah sama sekali. Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk melakukan lebih dari itu, menambah satu mil lagi.
Bagaimana caranya? Ada banyak contoh yang mungkin bisa kita pakai sebagai bentuk aplikasi dari going extra mile ini. Misalnya jika dahulu mencuri, setelah menerima Yesus bukan saja berhenti mencuri, tetapi tingkatkan hingga memberi. Jika dahulu mudah marah dan membenci, sekarang bukan saja berhenti membenci dan mengurangi emosi, tetapi tingkatkan hingga bisa mengasihi. Ini baru dua contoh dari sekian banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai aplikasi nyata dari going extra mile dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengapa kita harus berjalan lebih dari yang diharuskan? Ayat 48 memberikan alasannya. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.". Untuk menjadi sempurna kita tidak bisa setengah-setengah, tidak cukup melakukan ala kadarnya, tetapi keseriusan yang sungguh-sungguh haruslah menjadi gaya hidup kita. Tanpa itu niscaya kita tidak akan pernah bisa menjadi sempurna. Salah satu gambaran yang jelas mengenai going extra mile ini bisa kita lihat dalam hal menghadapi musuh, seperti yang tertulis dalam Lukas 6:27-36. Perhatikan firman Tuhan berikut: "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak." (ay 32-34). Kalau kita puas dan berhenti sampai disitu saja, lantas apa bedanya kita dengan orang lain? Ada seruan penting yang harus kita ingat bahwa dalam perjalanan hidup kita ini, kita harus berjalan menuju kesempurnaan seperti halnya Bapa. We are going towards it, and for that we are told to walk extra mile.
Dalam Efesus kita bisa melihat aplikasi dalam dunia pekerjaan. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:5-7). Jangan cuma rajin ketika diperhatikan, atau ketika diiming-imingi bonus saja, tetapi lakukanlah apapun yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan. Ini contoh lain dari menjalani mil kedua. Bagaimana dalam hal rohani? Kita sudah diselamatkan, oleh karena itu kita harus menjaga diri kita agar tetap berjalan dalam koridor firman Tuhan, sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Tetapi kita tidak berhenti disana, karena seharusnya kita pun terpanggil untuk peduli kepada keselamatan orang lain. Membawa orang yang tersesat kembali kepada Tuhan, membawa jiwa-jiwa untuk bertobat, memberi kepada yang membutuhkan dengan sifat murah hati berdasarkan kasih dan sebagainya.
Terlalu cepat puas dengan usaha ala kadarnya tidak akan pernah membawa kita untuk menapak ke arah kesempurnaan seperti yang dikehendaki Tuhan. Melakukan sesuatu setengah-setengah tidak akan membuat kita mampu menjadi terang di dunia. Yesus mengajarkan murid-muridNya termasuk kita untuk mau berjalan lebih, to go the extra mile. Dan inilah yang seharusnya membedakan kita dari kehidupan orang dunia. Ketika mil pertama mengacu kepada kewajiban, mil kedua itu mengacu kepada kasih. Orang-orang yang berjalan hingga mil kedua adalah orang yang mau melakukan lebih dari sekedar kewajiban dan meneruskannya dengan melakukan atas dasar kasih. Siapkah anda? Let's move on to the next mile!
1 mile is not enough, we have to take the next step towards the next one
========================
"Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil."
Dalam bekerja kita sering berhadapan dengan deadline, yaitu masa dimana apa yang kita kerjakan harus sudah rampung. Ini adalah realita yang akan dihadapi ketika seseorang masuk ke dalam dunia pekerjaan profesional, dan hal ini selalu saya tekankan kepada para siswa-siswi saya. Dan saya pun melatih mereka agar serius memandang deadline lewat syarat pengumpulan tugas yang tepat waktu, tidak molor sedikitpun. Tidak semua siswa patuh terhadap hal ini, karena seperti kebiasaan banyak manusia, mereka selalu bersantai-santai dahulu, kemudian kalang kabut mengerjakan ketika waktu sudah mepet. Akibatnya seringkali tugas itu belum rampung pada saatnya. Ketika seharusnya tugas itu sudah dikumpulkan, mereka kedapatan masih sibuk mengerjakan.
Sudah menjadi sifat kebanyakan manusia untuk tidak serius mengerjakan sesuatu sejak awal. Kesibukan dan keseriusan baru akan muncul ketika deadline sudah mepet, dan akhirnya apa yang dikerjakan pun seringkali tidak sempurna alias hanya seadanya, ala kadarnya. Padahal firman Tuhan menegaskan bahwa kita haruslah melakukan segala sesuatu dengan serius. Tidak hanya serius, bahkan dikatakan bahwa kita harus melakukan lebih dari yang seharusnya. Dan inilah yang dikenal dengan sebutan "going the extra mile".
Yesus berkata "Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil." (Matius 7:41). Bagi kita mungkin berjalan satu mil saja sudah berat, kalau bisa setengahnya saja atau tidak usah sama sekali. Tetapi Tuhan menginginkan kita untuk melakukan lebih dari itu, menambah satu mil lagi.
Bagaimana caranya? Ada banyak contoh yang mungkin bisa kita pakai sebagai bentuk aplikasi dari going extra mile ini. Misalnya jika dahulu mencuri, setelah menerima Yesus bukan saja berhenti mencuri, tetapi tingkatkan hingga memberi. Jika dahulu mudah marah dan membenci, sekarang bukan saja berhenti membenci dan mengurangi emosi, tetapi tingkatkan hingga bisa mengasihi. Ini baru dua contoh dari sekian banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai aplikasi nyata dari going extra mile dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengapa kita harus berjalan lebih dari yang diharuskan? Ayat 48 memberikan alasannya. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.". Untuk menjadi sempurna kita tidak bisa setengah-setengah, tidak cukup melakukan ala kadarnya, tetapi keseriusan yang sungguh-sungguh haruslah menjadi gaya hidup kita. Tanpa itu niscaya kita tidak akan pernah bisa menjadi sempurna. Salah satu gambaran yang jelas mengenai going extra mile ini bisa kita lihat dalam hal menghadapi musuh, seperti yang tertulis dalam Lukas 6:27-36. Perhatikan firman Tuhan berikut: "Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak." (ay 32-34). Kalau kita puas dan berhenti sampai disitu saja, lantas apa bedanya kita dengan orang lain? Ada seruan penting yang harus kita ingat bahwa dalam perjalanan hidup kita ini, kita harus berjalan menuju kesempurnaan seperti halnya Bapa. We are going towards it, and for that we are told to walk extra mile.
Dalam Efesus kita bisa melihat aplikasi dalam dunia pekerjaan. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:5-7). Jangan cuma rajin ketika diperhatikan, atau ketika diiming-imingi bonus saja, tetapi lakukanlah apapun yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya seperti untuk Tuhan. Ini contoh lain dari menjalani mil kedua. Bagaimana dalam hal rohani? Kita sudah diselamatkan, oleh karena itu kita harus menjaga diri kita agar tetap berjalan dalam koridor firman Tuhan, sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Tetapi kita tidak berhenti disana, karena seharusnya kita pun terpanggil untuk peduli kepada keselamatan orang lain. Membawa orang yang tersesat kembali kepada Tuhan, membawa jiwa-jiwa untuk bertobat, memberi kepada yang membutuhkan dengan sifat murah hati berdasarkan kasih dan sebagainya.
Terlalu cepat puas dengan usaha ala kadarnya tidak akan pernah membawa kita untuk menapak ke arah kesempurnaan seperti yang dikehendaki Tuhan. Melakukan sesuatu setengah-setengah tidak akan membuat kita mampu menjadi terang di dunia. Yesus mengajarkan murid-muridNya termasuk kita untuk mau berjalan lebih, to go the extra mile. Dan inilah yang seharusnya membedakan kita dari kehidupan orang dunia. Ketika mil pertama mengacu kepada kewajiban, mil kedua itu mengacu kepada kasih. Orang-orang yang berjalan hingga mil kedua adalah orang yang mau melakukan lebih dari sekedar kewajiban dan meneruskannya dengan melakukan atas dasar kasih. Siapkah anda? Let's move on to the next mile!
1 mile is not enough, we have to take the next step towards the next one
Sunday, July 18, 2010
Ada Yang Bisa Saya Bantu?
Ayat bacaan: Matius 5:7
=====================
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."
"Perusahaan X, Selamat siang, dengan A disini, ada yang bisa dibantu?" Ini sebuah jawaban standar yang akan selalu kita dengar ketika kita menghubungi costumer service lewat telepon. Ketika mereka mengatakan hal ini, artinya mereka siap melayani keluhan dari kita dan mencoba mencari solusi pemecahannya, minimal mencatat dan meminta kita menunggu dalam selang waktu tertentu untuk dibereskan. Jaman semakin maju, ada banyak perusahaan yang menyediakan costumer service di internet, yang bisa kita hubungi dalam jam kerja semudah kita melakukan chatting. Saya kerap berpikir, betapa kemajuan jaman ini memang memberikan banyak kemudahan, sebab ketika saya kecil dahulu, pelayanan seperti ini belumlah ada. Melihat perkembangan layanan purna jual yang terus dibenahi semakin baik dari jaman ke jaman membuat saya menyadari betapa manusia tidak pernah mampu hidup sendirian. Kita selalu butuh untuk terhubung dengan orang lain dalam hidup ini, minimal untuk mengurangi kesulitan yang akan timbul ketika melakukannya sendirian.
Sebuah karakter yang wajib dimiliki oleh kita pengikut Kristus adalah murah hati. Seperti apa yang dikatakan costumer sercvice di atas, kita pun seharusnya tetap peka dalam melihat permasalahan orang-orang yang berada di sekitar kita dan siap menanyakan hal yang sama: "Ada yang bisa saya bantu?" We have to be ready to lend a hand, to help. Kemurahan hati merupakan sebuah karakter atau sikap yang harus hidup dan bertumbuh subur dalam diri kita.
Ada banyak orang rela memberi, tetapi tidak semua berasal dari karakter kemurahan hati. Perhatikanlah ada banyak orang yang memberi dengan mengharapkan imbalan atau balas jasa. Ada orang yang memberi demi agendanya pribadi, demi tujuan tertentu yang memberikan keuntungan bagi dirinya secara pribadi atau golongan. Ada pula yang ketika memberi mereka berharap mereka dapat menguasai atau mengubah orang yang diberi sesuai dengan keinginan mereka, membantu seseorang untuk menjadikannya boneka yang bisa diatur sekehendak hati. Yang seperti ini bukanlah sebuah pemberian yang didasari sebuah sikap kemurahan hati yang berasal dari kasih. Apa yang mendasari sebuah uluran tangan untuk membantu haruslah murni dari kemurahan hati, dan kemurahan hati ini harus pula berlandaskan kasih. Inilah yang dikehendaki Tuhan untuk kita miliki.
Kemurahan hati mutlak harus kita miliki sebagai pengikut Yesus. Dia telah menyampaikan hal ini dalam kotbah di atas bukit yang sangat terkenal itu. "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan." (Matius 5:7). Hal ini sejalan dengan apa yang tertulis jauh sebelumnya, yaitu dalam Amsal: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:17). Hanya dengan bersikap murah hati yang benar-benar tuluslah kita akan beroleh kemurahan. Jika kita hanya berpura-pura baik dalam membantu atau memberi padahal kita punya begitu banyak agenda terselubung dibelakangnya, maka hal itu bukanlah sesuatu yang berkenan di mata Tuhan.
Cukupkah murah hati itu diwakili oleh sebuah perasaan kasihan, ungkapan simpati yang hanya berhenti hingga kata-kata yang keluar dari mulut saja? Tentu tidak. Perhatikan firman Tuhan berikut: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Bagaimana mungkin kita mengaku memiliki kasih Allah, mengaku sebagai anak Allah, tetapi kita tidak melakukan apa-apa secara nyata dan hanya bergumam kasihan saja kepada orang lain? Maka apa yang harus kita lakukan pun hadir dalam ayat berikutnya. "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (ay 18). Bukan hanya dengan perkataan, bukan sebatas di bibir atau lidah saja, tetapi haruslah lewat perbuatan nyata dan dalam kebenaran.
Ketika menjelaskan hakekat iman, Yakobus pun menyinggung hal kemurahan hati yang diikuti dengan perbuatan nyata ini. "Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?" (Yakobus 2:15-16). Bukankah kita sering melakukan ini? Ketika orang butuh bantuan, kita mungkin menunjukkan kepedulian kita dengan kata-kata nasihat yang panjang, bahkan menguliahi atau mengkotbahi mereka, tetapi kita tidak melakukan apapun secara nyata untuk meringankan beban mereka. Yakobus mengingatkan bahwa semua itu tidaklah berguna. Ini sama dengan iman yang hanya kita katakan, kita hanya mengakui kita memiliki iman, tapi kita tidak menyertainya dengan perbuatan. Dan iman seperti ini dikatakan pada hakekatnya adalah mati. (ay 17). Kemurahan hati seperti halnya iman haruslah diikuti dengan sebuah perbuatan nyata, dan ini penting untuk kita ingat.
Jika kita mengaplikasikan kasih dan kemurahan hati berdasarkan sebab akibat, itupun tidak tepat. Memberi hanya karena membalas pemberian orang, atau berharap diberi kembali, berbuat baik karena orang baik kepada kita, mengasihi orang karena mereka mengasihi kita, itu semua masih terlalu dangkal. Yesus mengatakan "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?" (Matius 5:46-47). Dan inilah yang dituntut dari kita: "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (ay 48). Seperti halnya Bapa di surga mengasihi semua orang dengan sempurna, seperti itu pula kita dituntut untuk berlaku. Membantu, memberi tanpa pamrih, tergerak dan terpanggil untuk melakukan sesuatu secara nyata bukan karena mengharap imbalan atau memiliki tujuan tersembunyi di belakangnya, tapi murni karena belas kasihan, sebuah kemurahan hati yang berdasarkan kasih. Bukan sembarang kasih, tetapi seperti kasih Allah yang tinggal diam di dalam diri kita.
"Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 yoh 4:21) Yesus juga berkata: "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Sesungguhnya kasih memiliki posisi yang sangat tinggi dalam kekristenan. Itu adalah sebuah esensi dasar Kekristenan. Sudahkah kita memilikinya? Sudahkah kita peka terhadap kesulitan orang di sekeliling kita dan bergerak untuk memberikan bantuan nyata? Atau kita masih berhenti pada rasa iba tanpa perbuatan, masih berhitung untung rugi, memikirkan manfaat apa yang bisa kita peroleh dibaliknya, atau malah tidak peduli sama sekali? Simpati atau iba itu baik, tapi tidak akan ada hasilnya jika tidak diikuti dengan perbuatan nyata. Dan itu haruslah berasal dari hati yang mengasihi. Itulah sebuah kemurahan hati yang selayaknya dimiliki oleh kita. Kehidupan secara global semakin berat, itu artinya semakin banyak orang yang butuh uluran tangan saudara-saudaranya. Siapkah anda untuk datang kepada mereka dan berkata, "adakah yang bisa saya bantu?"
Kemurahan hati berdasarkan kasih akan mampu membuat perbedaan nyata dalam kehidupan
=====================
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."
"Perusahaan X, Selamat siang, dengan A disini, ada yang bisa dibantu?" Ini sebuah jawaban standar yang akan selalu kita dengar ketika kita menghubungi costumer service lewat telepon. Ketika mereka mengatakan hal ini, artinya mereka siap melayani keluhan dari kita dan mencoba mencari solusi pemecahannya, minimal mencatat dan meminta kita menunggu dalam selang waktu tertentu untuk dibereskan. Jaman semakin maju, ada banyak perusahaan yang menyediakan costumer service di internet, yang bisa kita hubungi dalam jam kerja semudah kita melakukan chatting. Saya kerap berpikir, betapa kemajuan jaman ini memang memberikan banyak kemudahan, sebab ketika saya kecil dahulu, pelayanan seperti ini belumlah ada. Melihat perkembangan layanan purna jual yang terus dibenahi semakin baik dari jaman ke jaman membuat saya menyadari betapa manusia tidak pernah mampu hidup sendirian. Kita selalu butuh untuk terhubung dengan orang lain dalam hidup ini, minimal untuk mengurangi kesulitan yang akan timbul ketika melakukannya sendirian.
Sebuah karakter yang wajib dimiliki oleh kita pengikut Kristus adalah murah hati. Seperti apa yang dikatakan costumer sercvice di atas, kita pun seharusnya tetap peka dalam melihat permasalahan orang-orang yang berada di sekitar kita dan siap menanyakan hal yang sama: "Ada yang bisa saya bantu?" We have to be ready to lend a hand, to help. Kemurahan hati merupakan sebuah karakter atau sikap yang harus hidup dan bertumbuh subur dalam diri kita.
Ada banyak orang rela memberi, tetapi tidak semua berasal dari karakter kemurahan hati. Perhatikanlah ada banyak orang yang memberi dengan mengharapkan imbalan atau balas jasa. Ada orang yang memberi demi agendanya pribadi, demi tujuan tertentu yang memberikan keuntungan bagi dirinya secara pribadi atau golongan. Ada pula yang ketika memberi mereka berharap mereka dapat menguasai atau mengubah orang yang diberi sesuai dengan keinginan mereka, membantu seseorang untuk menjadikannya boneka yang bisa diatur sekehendak hati. Yang seperti ini bukanlah sebuah pemberian yang didasari sebuah sikap kemurahan hati yang berasal dari kasih. Apa yang mendasari sebuah uluran tangan untuk membantu haruslah murni dari kemurahan hati, dan kemurahan hati ini harus pula berlandaskan kasih. Inilah yang dikehendaki Tuhan untuk kita miliki.
Kemurahan hati mutlak harus kita miliki sebagai pengikut Yesus. Dia telah menyampaikan hal ini dalam kotbah di atas bukit yang sangat terkenal itu. "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan." (Matius 5:7). Hal ini sejalan dengan apa yang tertulis jauh sebelumnya, yaitu dalam Amsal: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri." (Amsal 11:17). Hanya dengan bersikap murah hati yang benar-benar tuluslah kita akan beroleh kemurahan. Jika kita hanya berpura-pura baik dalam membantu atau memberi padahal kita punya begitu banyak agenda terselubung dibelakangnya, maka hal itu bukanlah sesuatu yang berkenan di mata Tuhan.
Cukupkah murah hati itu diwakili oleh sebuah perasaan kasihan, ungkapan simpati yang hanya berhenti hingga kata-kata yang keluar dari mulut saja? Tentu tidak. Perhatikan firman Tuhan berikut: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Bagaimana mungkin kita mengaku memiliki kasih Allah, mengaku sebagai anak Allah, tetapi kita tidak melakukan apa-apa secara nyata dan hanya bergumam kasihan saja kepada orang lain? Maka apa yang harus kita lakukan pun hadir dalam ayat berikutnya. "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (ay 18). Bukan hanya dengan perkataan, bukan sebatas di bibir atau lidah saja, tetapi haruslah lewat perbuatan nyata dan dalam kebenaran.
Ketika menjelaskan hakekat iman, Yakobus pun menyinggung hal kemurahan hati yang diikuti dengan perbuatan nyata ini. "Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?" (Yakobus 2:15-16). Bukankah kita sering melakukan ini? Ketika orang butuh bantuan, kita mungkin menunjukkan kepedulian kita dengan kata-kata nasihat yang panjang, bahkan menguliahi atau mengkotbahi mereka, tetapi kita tidak melakukan apapun secara nyata untuk meringankan beban mereka. Yakobus mengingatkan bahwa semua itu tidaklah berguna. Ini sama dengan iman yang hanya kita katakan, kita hanya mengakui kita memiliki iman, tapi kita tidak menyertainya dengan perbuatan. Dan iman seperti ini dikatakan pada hakekatnya adalah mati. (ay 17). Kemurahan hati seperti halnya iman haruslah diikuti dengan sebuah perbuatan nyata, dan ini penting untuk kita ingat.
Jika kita mengaplikasikan kasih dan kemurahan hati berdasarkan sebab akibat, itupun tidak tepat. Memberi hanya karena membalas pemberian orang, atau berharap diberi kembali, berbuat baik karena orang baik kepada kita, mengasihi orang karena mereka mengasihi kita, itu semua masih terlalu dangkal. Yesus mengatakan "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?" (Matius 5:46-47). Dan inilah yang dituntut dari kita: "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (ay 48). Seperti halnya Bapa di surga mengasihi semua orang dengan sempurna, seperti itu pula kita dituntut untuk berlaku. Membantu, memberi tanpa pamrih, tergerak dan terpanggil untuk melakukan sesuatu secara nyata bukan karena mengharap imbalan atau memiliki tujuan tersembunyi di belakangnya, tapi murni karena belas kasihan, sebuah kemurahan hati yang berdasarkan kasih. Bukan sembarang kasih, tetapi seperti kasih Allah yang tinggal diam di dalam diri kita.
"Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya." (1 yoh 4:21) Yesus juga berkata: "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Sesungguhnya kasih memiliki posisi yang sangat tinggi dalam kekristenan. Itu adalah sebuah esensi dasar Kekristenan. Sudahkah kita memilikinya? Sudahkah kita peka terhadap kesulitan orang di sekeliling kita dan bergerak untuk memberikan bantuan nyata? Atau kita masih berhenti pada rasa iba tanpa perbuatan, masih berhitung untung rugi, memikirkan manfaat apa yang bisa kita peroleh dibaliknya, atau malah tidak peduli sama sekali? Simpati atau iba itu baik, tapi tidak akan ada hasilnya jika tidak diikuti dengan perbuatan nyata. Dan itu haruslah berasal dari hati yang mengasihi. Itulah sebuah kemurahan hati yang selayaknya dimiliki oleh kita. Kehidupan secara global semakin berat, itu artinya semakin banyak orang yang butuh uluran tangan saudara-saudaranya. Siapkah anda untuk datang kepada mereka dan berkata, "adakah yang bisa saya bantu?"
Kemurahan hati berdasarkan kasih akan mampu membuat perbedaan nyata dalam kehidupan
Saturday, July 17, 2010
Makna Spiritual dalam Bekerja
Ayat bacaan: Kolose 3:23
===================
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Kerja ya kerja, spiritual ya spiritual. Ada banyak orang yang membagi kedua hal ini menjadi bagian yang benar-benar terpisah dan berbeda. Bekerja itu murni dan mutlak untuk menyambung hidup, mencari nafkah, memenuhi kebutuhan keluarga dan diri sendiri. Artinya, tidak ada makna spiritual apapun yang bisa dikaitkan dengan pekerjaan atau profesi kita sehari-hari. Bicara soal spiritual beda lagi, yang dipikirkan adalah doa, pujian dan penyembahan, saat teduh dan kegiatan rohani lainnya. Menjadi pendeta, misionaris, diaken atau worship leader dan tim musik, itulah urusan rohani, sedangkan dalam bekerja tidak ada kaitan sama sekali dengan spiritual. Ini adalah sebuah misconcept, sebuah pemikiran yang keliru.
Benar bahwa kita bekerja untuk menyambung hidup. Benar bahwa kita harus bekerja untuk mencari nafkah, mencukupi kehidupan rumah tangga dan kebutuhan istri dan anak-anak. Alkitab pun berkata dengan keras mengenai sebuah keharusan untuk giat bekerja. "Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Tidak ada kemalasan dalam kamus kehidupan kekristenan. Jika kita melihat orang-orang yang dipakai Tuhan di sepanjang alkitab, kita pun akan menemukan bahwa mereka yang dipakai Tuhan adalah orang-orang yang kedapatan sedang bekerja. Tuhan tidak memakai orang malas, Dia tidak pernah berkenan kepada sesuatu yang bernama kemalasan ini. Namun ingatlah bahwa prinsip kekristenan memandang kerja bukan hanya sekedar untuk menyambung hidup atau mencari nafkah saja, melainkan juga untuk memuliakan Tuhan di dalamnya. Lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan, bekerja seharusnya juga memiliki makna spiritual di dalamnya.
Apa yang menjadi tugas manusia yang diberikan Allah lewat Adam? Dalam Kejadian 2 kita bisa membaca bahwa Adam ditugaskan untuk "mengusahakan dan memelihara taman Eden" (Kejadian 2:15), lebih lanjut juga ditugaskan seperti ini: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (1:28). Perhatikan bahwa Adam bukan ditugaskan untuk berdoa, menyanyi dan menari untuk Tuhan, tetapi untuk melakukan serangkaian tugas seperti yang tertulis dalam ayat di atas. Artinya untuk menyenangkan dan memuliakan Tuhan kita bukan hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan kerohanian semata, tapi lewat pekerjaan atau profesi kita sehari-haripun kita harus memperhatikan untuk melakukan hal-hal yang bisa menyenangkan hati Tuhan, dimana Tuhan dimuliakan di dalamnya.
Mari kita lihat sejenak sosok Paulus. Paulus adalah seorang yang radikal dalam mewartakan berita keselamatan kemanapun ia pergi. Dia tidak takut, dia tidak bersungut-sungut, dia tidak hitung-hitungan untung rugi, semua dia lakukan karena ketaatan dan kasih yang besar kepada Kristus. Bahkan nyawanya sekalipun ia berikan demi menjalankan apa yang telah ditugaskan kepadanya. Namun lihatlah bahwa Paulus masih tetap bekerja. Paulus bekerja sebagai pembuat kemah (Kisah Para Rasul 18:2-3), dan itu dia gunakan untuk membiayai keperluan dan kebutuhannya beserta teman-teman sekerja dalam melayani. (20:34). Paulus tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meskipun waktu dan fisiknya jelas tersita untuk melayani kemana-mana. Ia mengalami deraan, siksaan dan sebagainya, namun ia tetap bekerja. Bahkan lebih dari sekedar untuk membiayai pelayanan, Paulus pun menyatakan bahwa ia bekerja agar bisa memberi, membantu orang lain. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (ay 35). Dari rangkaian fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa Paulus menyadari ia bisa memuliakan Tuhan lewat pekerjaannya. Tidak bersungut-sungut dalam melayani dan bekerja sekaligus, membiayai pelayanannya dan rekan-rekan, plus memberi bantuan kepada orang lain, bukankah semua itu merupakan sesuatu yang berharga di mata Tuhan? Artinya jelas, ada makna spiritual yang harus terkandung di dalam pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.
Firman Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ayat ini mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (ay 22). Ada sebuah alasan yang lebih dari sekedar menyambung hidup dalam bekerja, yaitu untuk menyenangkan hati Tuhan. Dan karena itulah kita dituntut untuk bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh, bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan. Tokoh reformasi gereja Martin Luther pernah berkata: "Even if I knew that tomorrow the world would go to pieces, I would still plant my apple tree." Ia akan tetap bekerja meski besok dunia hancur lebur. Semua ini bisa membuka cakrawala pemikiran kita bahwa sudah seharusnya pekerjaan kita memiliki nilai spiritual yang sama dalamnya dengan segala kegiatan kerohanian kita seperti berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah, bersekutu dan sebagainya. Bekerja adalah sebuah hal yang sangat penting di mata Tuhan, bukan saja karena Tuhan tidak menyukai orang malas, tetapi karena ada banyak hal yang bisa kita lakukan di dalamnya untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Oleh sebab itu kita harus memandang dan memperlakukan pekerjaan kita sama serius dan dalamnya seperti segala kegiatan kerohanian kita. Mulai hari ini, mari kita sama-sama pastikan bahwa kita telah memandang pekerjaan atau profesi kita hari ini seperti apa yang Tuhan kehendaki.
Ada makna spiritual yang seharusnya terkandung di dalam pekerjaan, karena itu lakukanlah dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan
===================
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Kerja ya kerja, spiritual ya spiritual. Ada banyak orang yang membagi kedua hal ini menjadi bagian yang benar-benar terpisah dan berbeda. Bekerja itu murni dan mutlak untuk menyambung hidup, mencari nafkah, memenuhi kebutuhan keluarga dan diri sendiri. Artinya, tidak ada makna spiritual apapun yang bisa dikaitkan dengan pekerjaan atau profesi kita sehari-hari. Bicara soal spiritual beda lagi, yang dipikirkan adalah doa, pujian dan penyembahan, saat teduh dan kegiatan rohani lainnya. Menjadi pendeta, misionaris, diaken atau worship leader dan tim musik, itulah urusan rohani, sedangkan dalam bekerja tidak ada kaitan sama sekali dengan spiritual. Ini adalah sebuah misconcept, sebuah pemikiran yang keliru.
Benar bahwa kita bekerja untuk menyambung hidup. Benar bahwa kita harus bekerja untuk mencari nafkah, mencukupi kehidupan rumah tangga dan kebutuhan istri dan anak-anak. Alkitab pun berkata dengan keras mengenai sebuah keharusan untuk giat bekerja. "Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Tidak ada kemalasan dalam kamus kehidupan kekristenan. Jika kita melihat orang-orang yang dipakai Tuhan di sepanjang alkitab, kita pun akan menemukan bahwa mereka yang dipakai Tuhan adalah orang-orang yang kedapatan sedang bekerja. Tuhan tidak memakai orang malas, Dia tidak pernah berkenan kepada sesuatu yang bernama kemalasan ini. Namun ingatlah bahwa prinsip kekristenan memandang kerja bukan hanya sekedar untuk menyambung hidup atau mencari nafkah saja, melainkan juga untuk memuliakan Tuhan di dalamnya. Lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan, bekerja seharusnya juga memiliki makna spiritual di dalamnya.
Apa yang menjadi tugas manusia yang diberikan Allah lewat Adam? Dalam Kejadian 2 kita bisa membaca bahwa Adam ditugaskan untuk "mengusahakan dan memelihara taman Eden" (Kejadian 2:15), lebih lanjut juga ditugaskan seperti ini: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (1:28). Perhatikan bahwa Adam bukan ditugaskan untuk berdoa, menyanyi dan menari untuk Tuhan, tetapi untuk melakukan serangkaian tugas seperti yang tertulis dalam ayat di atas. Artinya untuk menyenangkan dan memuliakan Tuhan kita bukan hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan kerohanian semata, tapi lewat pekerjaan atau profesi kita sehari-haripun kita harus memperhatikan untuk melakukan hal-hal yang bisa menyenangkan hati Tuhan, dimana Tuhan dimuliakan di dalamnya.
Mari kita lihat sejenak sosok Paulus. Paulus adalah seorang yang radikal dalam mewartakan berita keselamatan kemanapun ia pergi. Dia tidak takut, dia tidak bersungut-sungut, dia tidak hitung-hitungan untung rugi, semua dia lakukan karena ketaatan dan kasih yang besar kepada Kristus. Bahkan nyawanya sekalipun ia berikan demi menjalankan apa yang telah ditugaskan kepadanya. Namun lihatlah bahwa Paulus masih tetap bekerja. Paulus bekerja sebagai pembuat kemah (Kisah Para Rasul 18:2-3), dan itu dia gunakan untuk membiayai keperluan dan kebutuhannya beserta teman-teman sekerja dalam melayani. (20:34). Paulus tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meskipun waktu dan fisiknya jelas tersita untuk melayani kemana-mana. Ia mengalami deraan, siksaan dan sebagainya, namun ia tetap bekerja. Bahkan lebih dari sekedar untuk membiayai pelayanan, Paulus pun menyatakan bahwa ia bekerja agar bisa memberi, membantu orang lain. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (ay 35). Dari rangkaian fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa Paulus menyadari ia bisa memuliakan Tuhan lewat pekerjaannya. Tidak bersungut-sungut dalam melayani dan bekerja sekaligus, membiayai pelayanannya dan rekan-rekan, plus memberi bantuan kepada orang lain, bukankah semua itu merupakan sesuatu yang berharga di mata Tuhan? Artinya jelas, ada makna spiritual yang harus terkandung di dalam pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.
Firman Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ayat ini mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (ay 22). Ada sebuah alasan yang lebih dari sekedar menyambung hidup dalam bekerja, yaitu untuk menyenangkan hati Tuhan. Dan karena itulah kita dituntut untuk bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh, bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan. Tokoh reformasi gereja Martin Luther pernah berkata: "Even if I knew that tomorrow the world would go to pieces, I would still plant my apple tree." Ia akan tetap bekerja meski besok dunia hancur lebur. Semua ini bisa membuka cakrawala pemikiran kita bahwa sudah seharusnya pekerjaan kita memiliki nilai spiritual yang sama dalamnya dengan segala kegiatan kerohanian kita seperti berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah, bersekutu dan sebagainya. Bekerja adalah sebuah hal yang sangat penting di mata Tuhan, bukan saja karena Tuhan tidak menyukai orang malas, tetapi karena ada banyak hal yang bisa kita lakukan di dalamnya untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Oleh sebab itu kita harus memandang dan memperlakukan pekerjaan kita sama serius dan dalamnya seperti segala kegiatan kerohanian kita. Mulai hari ini, mari kita sama-sama pastikan bahwa kita telah memandang pekerjaan atau profesi kita hari ini seperti apa yang Tuhan kehendaki.
Ada makna spiritual yang seharusnya terkandung di dalam pekerjaan, karena itu lakukanlah dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan
Subscribe to:
Posts (Atom)