Tuesday, August 24, 2010

Blue

Ayat bacaan: Yesaya 53:5
====================
"Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya.."

blueBlue, itu adalah sebutan untuk warna biru dalam bahasa Inggris. Tapi selain warna, kata blue juga dipakai sebagai kata yang mengekspresikan kesedihan. Kita mengenal sebuah genre musik bernama blues, yang nyatanya berasal dari curahan kepedihan para budak berkulit hitam yang dahulu dijadikan budak. Hidup yang penuh penderitaan, kerap mendapat siksaan dan sebagainya membuat mereka kemudian mencurahkan perasaan mereka ke dalam sebuah bentuk musik yang tadinya "asal", dan inilah kemudian yang menjelma sebagai musik blues. Musik sebagai sebuah medium ekspresi ternyata mampu menjadi tempat curahan hati dan perasaan kita. Kerap kali lewat lagu kita bisa bergembira, tertawa bahkan menangis mengeluarkan kesedihan yang ada dalam hati kita.

Sebuah hidup bukanlah hidup jika tidak ada kesedihan di dalamnya. Ada waktu-waktu dimana kita memang mengalami kepedihan, kita berduka, murung juga berkabung. Kesepian, rasa perih dalam hati, rasa kehilangan, semua itu akan membuat kita sulit untuk berbuat apa-apa. Rasa sakit itu bisa begitu menyiksa sehingga kita rasanya sulit untuk kembali hidup normal seperti sediakala. Tidak peduli siapapun kita, pada suatu ketika akan merasakan hal seperti ini, bahkan mungkin di kalangan teman-teman pun ada yang sedang merasakannya saat ini. Semua itu wajar kita alami pada suatu waktu, tapi kita tidak boleh sampai lupa bahwa kita tidak sendirian menjalaninya. Ada Tuhan yang begitu peduli akan kesedihan kita yang akan selalu siap menguatkan dan memulihkan luka-luka hati kita.

Nubuatan Yesaya yang sangat akurat mengenai Yesus tercatat lengkap di dalam alkitab. Dikatakan "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (Yesaya 9:5). Itu berbagai "gelar" yang disematkan kepada Yesus jauh sebelum kedatanganNya turun ke dunia. We call him "the Wonderful Councelor, Mighty god, Everlasting Father (of Eternity) and Prince of Peace." Dan memang demikianlah Yesus itu. Tetapi kita juga harus ingat bahwa selain "gelar-gelar" tersebut, Yesus juga disebut sebagai Hamba Tuhan yang menderita atau "A Man of sorrows and acquainted with grief." Demikianlah judul perikop Yesaya 52:13-53:12. "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:3-5). Yesus rela mengalami semuanya itu untuk menanggung penyakit-penyakit kita. Sakit penyakit, kelemahan, penderitaan dan kepedihan kita, kejahatan kita, semua Dia tanggung karena kasihNya yang begitu besar kepada kita. Oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. Yesus tidak pernah dan tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian larut ke dalam kesedihan terus menerus. Dia ada, Dia peduli dan Dia siap, bahkan sudah menyembuhkan kita semua.

Tuhan Yesus sudah berjanji untuk memberi kelegaan terhadap kita semua yang berbeban berat. (Matius 11:28). Lewat bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. (Yesaya 53:5). Dan jangan lupa pula bahwa Pemazmur sudah mengatakan sejak dahulu kala mengenai kepedulian Tuhan untuk menyembuhkan kita yang sedang mengalami kepedihan dan patah hati. "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka" (Mazmur 147:3). Semua ini merupakan bukti nyata bahwa kita tidak sendirian dalam mengalami luka-luka hati. Tuhan ada bersama kita, dan Dia akan selalu mau untuk menyembuhkan dan membalut luka-luka kita dengan tanganNya sendiri.

Jika ada di antara teman-teman yang sedang mengalami sesuatu yang menyiksa perasaan atau mengalami penderitaan saat ini, ingatlah kepada Yesus. Jangan pernah lupa bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan kita, untuk menolong kita dan juga untuk menyembuhkan kita. Kesedihan dan berbagai luka hati lainnya suatu waktu akan kita alami, tetapi jangan biarkan perasaan itu terus menguasai diri anda. Serahkanlah semua kepada Yesus yang akan segera memberi kelegaan, menyembuhkan luka-luka itu dan menggantikannya dengan sukacita kembali.

Yesus memberi kelegaan, menyembuhkan dan memulihkan luka-luka kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, August 23, 2010

Mefiboset dan Daud (3) : God's Unconditional Love

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:3
=====================
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah."

God's unconditional love, mefiboset, daudBagaimana kita mengekspresikan kasih? Ada banyak cara tentunya. Dengan menunjukkan perhatian sepenuhnya, dengan memberi sekuntum bunga, cokelat atau hadiah-hadiah lain, dengan ucapan, pelukan, dan banyak lagi bentuk-bentuk espresi kasih yang bisa kita lakukan. Sulit bagi kita untuk bisa mentransfer perasaan secara langsung kepada orang lain, dan karenanya kita perlu berbagai bentuk ekspresi seperti di atas sebagai perantara untuk menyampaikan perasaan kasih sayang kita kepada seseorang. Manusia pada umumnya membutuhkan kasih untuk bisa hidup. To love and to be loved, mengasihi dan dikasihi, mencintai dan dicintai. Itu seringkali membuat kita lebih kuat dan tegar apabila kita miliki. Semua itu tentu baik. Tetapi kita seharusnya bisa meningkatkan satu langkah lagi lebih tinggi dengan adanya bentuk kasih yang sudah dicurahkan Tuhan ke dalam hati setiap kita lewat Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam Roma 5:5. Mengasihi orang baik itu mudah. Tapi mampukah kita mengasihi seorang musuh? Mampukah kita untuk masih peduli bukan saja kepada dirinya, tetapi kepada keluarganya?

Dua hari kemarin kita sudah melihat sikap rendah diri Mefiboset dan sikap rendah hati penuh kasih yang ditunjukkan Daud. Hari ini mari kita lihat satu "Pribadi" lain yang disebutkan disana, yang bahkan mendasari kisah ini, yaitu Allah. Apa yang menggerakkan Daud untuk memikirkan kelangsungan keluarga Saul, orang yang telah menekan Daud selama bertahun-tahun; itupun jika masih ada yang hidup; adalah panggilannya untuk menyatakan kasih. Bukan sebentuk kasih biasa, tetapi sebuah kasih yang dikatakan Daud berasal dari Allah. Itulah yang ia nyatakan pada suatu hari. "Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:3a). Itulah yang mendorong Daud untuk memanggil Mefiboset, anak Yonatan dan cucu dari Saul untuk tinggal bersamanya dan makan sehidangan di meja yang sama. "Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang." (2 Samuel 9:13). Dalam bahasa Inggris kata sehidangan disebutkan dengan "ate continually at the king's table."

Duduk makan di meja yang sama. Bukankah itu yang ditunjukkan Yesus juga dengan duduk semeja bersama orang-orang yang dianggap berdosa, hina dan rendah seperti pemungut cukai? Dan bukankah pada saatnya nanti orang-orang yang selamat akan duduk semeja dalam perjamuan kawin Anak Domba? Kitab Wahyu tertulis: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah." (Wahyu 19:7,9). Kita manusia yang sangat kecil dan penuh dosa tapi dilayakkan untuk menerima anugerah sebesar itu? Itu bentuk kasih Allah yang sungguh besar. Tuhan sendiri bahkan rela turun ke dunia, mengambil rupa seorang hamba untuk menebus kita. Satu-satunya yang sanggup menggerakkan Tuhan untuk melakukan hal itu adalah kasih (Bacalah Yohanes 3:16).  The unconditional love, kasih yang tak terbatas.

Sebuah kasih yang dari Allah. Itulah yang membuat perbedaan. Itulah yang membuat Daud mau memikirkan nasib keluarga yang ditinggalkan dengan tewasnya Saul dan Yonatan dalam peperangan. Itulah sebuah kasih yang berbeda dengan kasih yang pada umumnya kita jumpai di dunia. Sebuah kasih Allah yang "unconditional", yang berlaku bahkan kepada orang yang sudah berlaku begitu jahat sekalipun. Tuhan sendiri menunjukkan belas kasihNya yang luar biasa kepada kita justru ketika kita masih berdosa. Ketika seharusnya kebinasaan yang layak kita terima, Tuhan menggantikannya dengan keselamatan. Jika kita yang penuh dosa saja mau Tuhan ampuni dan kasihi, mengapa kita tidak bisa melakukannya kepada orang-orang yang bersalah kepada kita? Seharusnya kita bisa. Firman Tuhan berkata "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Apalagi Yesus sudah memberi contoh langsung bagaimana seharusnya bentuk kasih itu diaplikasikan dalam kehidupan. Setelah mengalami ketidakadilan, penyiksaan hingga tergantung di atas kayu salib pun Yesus masih sanggup memanjatkan doa meminta pengampunan kepada para penyiksanya. (Lukas 23:34).

Yesus besabda: "Aku memberikan perintah  baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Inilah sebuah tingkatan lebih tinggi dari kasih yang biasanya kita ketahui dan jumpai di dunia ini. Sebuah kasih yang berlaku bahkan bagi musuh sekalipun. Bukan hanya mengasihi, tapi kita pun harus berdoa bagi mereka yang telah menganiaya kita (Matius 5:43-44), seperti yang telah dicontohkan Yesus sendiri. Paulus pun kemudian mengingatkan hal yang sama kepada kita. "dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2).

Ketika kita sudah menerima kasih yang dari Allah, yang berasal dari hati Bapa, sudahkah kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita? Adalah mudah untuk mengasihi orang yang baik kepada kita, mengasihi orang yang kita cintai, tetapi sanggupkah kita untuk tetap mengasihi dan mendoakan orang-orang yang membenci kita? Maukah kita peduli kepada mereka dan keluarganya? Bersediakah kita tetap membantu dan bersikap baik dengan penuh kasih meski kita diperlakukan tidak adil atau bahkan disakiti? Jika kita melihat ke dalam dan menemukan kasih Bapa yang dicurahkan oleh Roh Kudus seharusnya kita bisa. Inilah yang akan bisa membuat perbedaan antara kasih yang dimiliki anak-anak Tuhan dengan kasih yang dimiliki dunia. Apa yang dilakukan Daud hendaklah menjadi teladan bagi kita untuk tidak mendendam kepada siapapun, apalagi dendam turun temurun terhadap keturunan mereka. Tidak mudah memang, tetapi kuasa Roh Kudus akan memampukan kita agar bisa melakukannya. Untuk apa Daud peduli mencari keturunan Saul? Tidak lain untuk menyatakan kasih yang dari Allah yang ada pada dirinya. Hari ini mari temukan kasih itu di dalam hati kita, dan hidupilah dengan mengaplikasikannya langsung dalam hidup kita. Siapa orang yang sedang menyakiti anda hari ini? Ampunilah, doakanlah mereka dan tetaplah kasihi. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi kita semua.

Mengasihi orang baik itu mudah, tapi mampukah kita mengasihi orang yang jahat pada kita?

Sunday, August 22, 2010

Mefiboset dan Daud (2): Tidak Dendam

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:1
======================
"Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan."

tidak dendam, daud, mefibosetApa yang kita lakukan ketika melihat musuh kita jatuh? Sebagian besar orang akan bersorak riang. Mengapa tidak, bukankah dia sudah menyakiti kita? Sebagian orang malah akan terus mengutuki atau mendoakan yang jelek-jelek terhadap musuhnya. Ini sebuah perilaku yang sudah menjadi hal yang umum di mata dunia, di mana anak-anak Tuhan sekalipun sering terjebak pada masalah yang sama. Rasa sakit hati akan sangat mudah mengarahkan kita kepada dendam, sehingga kita akan merasa sangat senang apabila musuh kita jatuh tanpa kita harus bersusah payah melakukan sesuatu.

Menyambung sekelumit kisah perjumpaan antara Daud dan anak Yonatan, cucu Saul bernama Mefiboset kemarin, hari ini mari kita lihat sisi lain dari peristiwa itu. Jika kemarin kita fokus kepada Mefiboset dan rasa rendah diri yang akhirnya merugikan dirinya, hari ini mari kita fokus kepada sikap Daud setelah kematian Saul di medan perang. Daud kini menjadi seorang raja yang bertahta atas Israel. Saul yang begitu membencinya dan sudah membuat hidupnya sulit dalam waktu yang cukup panjang telah tewas. Bukankah ini sebuah kemenangan besar yang seharusnya dirayakan? Kita mungkin berpikir demikian, tetapi Daud tidak. Apa yang dilakukan Daud justru sebaliknya, sungguh mengherankan.

Pada suatu kali setelah Daud menjabat sebagai raja, ia teringat akan nasib keluarga Saul. "Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan." (2 Samuel 9:1). Ia pun segera memanggil hambanya bernama Ziba.
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:3a). Lihat kata-kata Daud ini. Ia memikirkan keluarga Saul yang sekiranya masih ada yang hidup. Bukan untuk membantai mereka hingga tuntas, tetapi justru untuk menyatakan kasih, sebuah kasih yang hidup di dalam dirinya yang berasal dari Allah. Jika kita mundur ke belakang, kita pun akan menemukan ada saat dimana Daud punya kesempatan untuk membunuh Saul dari belakang. Dalam 1 Samuel 24:1-23 kita membaca kisah itu. Daud pada saat itu tengah dikejar-kejar oleh Saul dan 3000 prajurit untuk dibunuh. Ia pun lari bersembunyi ke padang gurun. Ternyata ketika ia masuk ke dalam sebuah gua, Saul tengah berada disana dengan posisi membelakanginya. Pada saat itu sebuah kesempatan emas terbuka bagi Daud. Tidak hanya dia, para anak buahnya pun berpikiran demikian. Tapi Daud punya sikap hati yang berbeda. Meski ia bisa melakukannya, ia memutuskan untuk tidak memanfaatkan kesempatan. Daud lebih memilih untuk dikuasai kasih dari Allah ketimbang memanfaatkan situasi. "Lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 24:7).Tidak hanya itu, Daud pun melarang anak buahnya untuk menyerang Saul. (ay 8).

Sebuah sikap hati seperti ini sungguh langka kita temui hari ini. Jika Mefiboset memilih untuk bersikap rendah diri, Daud memilih untuk menghidupi sikap rendah hati dengan kasih yang dari Allah. Ia setia terhadap sahabatnya, Yonatan anak Saul. Ia tetap mengingatnya meski ayah Yonatan, Saul begitu jahat terhadapnya. Selanjutnya Daud pun mengamalkan sikap hati yang dipenuhi kasih secara langsung lewat perbuatan nyata. Menghadapi musuh, Tuhan menyatakan bahwa kita tidak boleh membenci mereka. Bahkan seharusnya kita mengasihi dan mendoakan mereka. Yesus berkata "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Bersorak ketika mereka jatuh? Apalagi itu, tentu tidak boleh. Sebab firman Tuhan sudah mengingatkan kita agar "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).

Seorang penulis bernama Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Membalas kebaikan dengan kejahatan itu merupakan sikap iblis, membalas kebaikan dengan kebaikan itu manusiawi, tetapi membalas kejahatan  dengan kasih merupakan sebuah sikap moral yang sempurna seperti sifat Ilahi. Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang pasti hancur karena ditinggalkan dengan kehancuran total seperti itu. Mefiboset yang cacat dan terbuang pun ia panggil untuk tinggal bersamanya bahkan diberi hak untuk makan satu meja dengannya. Mengapa ia melakukan hal itu? Sekali lagi, karena Daud "hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ay 2a). Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih seperti ini adalah kasih tanpa pamrih yang akan diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihatnya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Dunia boleh saja menghalalkan balas dendam, tetapi tidak bagi kehidupan kekristenan. Sekarang pertanyaannya, apakah kita memilih untuk memakai kasih Allah itu dalam kehidupan kita secara nyata atau kita menolaknya dengan terus memelihara dendam dan merasa senang ketika musuh kita terjatuh? Daud memilih untuk menghidupi kasih Allah secara nyata dalam kehidupannya. Ia ternyata memiliki pengenalan yang baik akan Allah. Bagaimana dengan kita saat ini? Maukah kita meniru sikap hati Daud atau kita masih lebih senang memupuk kebencian dan menunggu saat yang tepat untuk melakukan pembalasan?

Nyatakanlah kasih yang dari Allah kepada siapapun termasuk kepada musuh kita

Follow us on Twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, August 21, 2010

Mefiboset dan Daud (1): Rendah Diri

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:8
====================
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

rendah diri, daud, mefibosetSemakin lama berjalan dalam hidup semakin sadar pula saya bahwa rasa rendah diri atau minder berlebihan kerap menggagalkan rencana-rencana besar dalam hidup kita. Saya pernah mengalaminya dahulu, dan sekarang sering bertemu dengan orang-orang seperti ini. Betapa seringnya kita mendengar kalimat-kalimat seperti "ah, saya cuma tamatan SD, bisa apa?", "Saya cuma orang kecil, bagaimana mungkin saya bisa sukses?", "I'm a loser.." dan sebagainya. Padahal Tuhan tidak merancang manusia asal-asalan tanpa rencana yang indah. Itu sering dilupakan orang dan mereka lebih memilih untuk tenggelam ke dalam kekurangan-kekurangan mereka ketimbang memaksimalkan potensi-potensi mereka miliki. Apa yang membuat mereka gagal sebenarnya bukanlah kekurangan mereka, tetapi justru rasa rendah diri yang berlebihan itu. Ada banyak orang cacat yang kemudian tampil mencengangkan kita lewat buah karya mereka. Rendah diri bukannya membantu, tetapi malah akan merugikan diri kita sendiri.

Sebuah contoh orang yang diselimuti rasa rendah diri berlebihan adalah Mefiboset. Mefiboset adalah anak Yonatan, cucu dari Saul yang pernah menjabat raja Israel. Serangkaian peristiwa dan keadaan membuatnya menjadi pribadi yang rendah diri. Ayahnya dan kakeknya kalah dalam perang dan mati terbunuh dengan mengenaskan. Jika itu belum cukup, ia pun dikatakan cacat kakinya. Kitab 2 Samuel mencatat hal ini. "Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel. Inang pengasuhnya mengangkat dia pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset." (2 Samuel 4:4). Berulang-ulang pula kita melihat sebutan cacat ini ditujukan untuk Mefiboset. Ia pun kemudian diasingkan di sebuah tempat tandus, Lodebar. Akibatnya ia merasa dirinya begitu rendah. Ketika pada suatu kali Daud mencari keturunan Saul untuk dipulihkan hak-hak hidupnya berdasarkan kasih dari Allah, maka ia pun diberitahu bahwa ada anak Yonathan yang masih hidup. (9:3). Daud pun segera menyuruh Mefiboset untuk datang menghadapnya. Ketika Mefiboset menghadap, "Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." (ay 7). Ini cerminan kasih Allah yang tak terbatas oleh status, situasi, masa lalu dan sebagainya. Tetapi lihatlah bagaimana rasa rendah diri Mefiboset dari jawabannya. "Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?" (ay 8). Ia merasa begitu rendah tak berharga hingga harga dirinya seperti sama dengan seekor anjing mati. Daud sudah berusaha memulihkan harga dirinya. Bahkan Mefiboset diundang untuk duduk semeja dan sehidangan dengan Daud, sang raja. Namun tetap saja ia tidak kunjung mau keluar dari perasaan rendah dirinya itu.

Beberapa waktu kemudian dalam 2 Samuel 19:24-30 kita bisa melihat bahwa Mefiboset tidak juga memulihkan citra dirinya meski ia sudah mendapat kasih Allah lewat diri Daud. "Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat." (ay 24). Perhatikan ia membiarkan dirinya dalam keadaan kumal, tidak terawat. Ia bahkan tidak merasa pantas untuk tampil baik, di hadapan raja sekalipun. Ketika Daud kemudian memutuskan untuk memberikan ladang yang tadinya milik Saul untuk dibagi dua antara Mefiboset dan Ziba, hamba Daud, kembali Mefiboset menunjukkan sikap rendah dirinya. "Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: "Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat." (ay 30). Pada akhirnya Mefiboset tidak mendapatkan apa-apa. Dan semua itu karena ia tidak kunjung menyadari citra dirinya yang benar . Mefiboset sebenarnya telah mendapatkan banyak kesempatan untuk dipulihkan, Kasih Tuhan berulang kali menghampirinya namun ia memilih untuk lebih memupuk rasa rendah dirinya ketimbang menerima kasih Tuhan.  Rasa rendah diri telah memerangkapnya sedemikian rupa sehingga ia tidak mendapatkan apapun sama sekali.

Perhatikanlah, bukankah kita sering membuang-buang kesempatan terus menerus seperti Mefiboset? Ketika rasa rendah diri muncul berlebihan tidak pada tempatnya maka kita pun akan kehilangan peluang untuk bisa bangkit dan berhasil. Karena itu kita tidak boleh membiarkan hal ini menghantui kita sepanjang hidup. Tidak ada manusia yang sempurna, semua kita memiliki kekurangan sendiri. Tetapi jangan lupa bahwa kita pun memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri pula. Siapapun kita hari ini, bagaimanapun kita dianggap di mata manusia, bagi Tuhan kita tetaplah karya ciptaanNya yang terindah. Kita dikatakan dibuat sesuai gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), dikatakan ditenun langsung oleh Tuhan dalam kandungan (Mazmur 139:13) dan dilukiskan pada telapak tangan Tuhan, berada di ruang mataNya (Yesaya 49:16). Artinya, Tuhan menciptakan kita dengan baik, ada rencanaNya yang indah bagi kita, dan kita pun tetap berada dalam lindunganNya. Jika demikian, mengapa kita harus rendah diri?

Hendaklah kita belajar dari sikap salah Mefiboset menyikapi keadaan dan kekurangan dirinya. Jangan fokus kepada kelemahan atau kekurangan anda. Don't let it overcome you. Sebaliknya, cari tahu segala kelebihan yang ada pada diri anda dan maksimalkanlah itu. Tuhan telah menciptakan kita dengan sangat baik, ada rencana indah dibalik tujuan penciptaanNya atas kita dan untuk itu Dia telah melengkapi kita dengan keistimewaan tersendiri. Ada banyak kegagalan dalam hidup ini maupun kegagalan dalam menggenapi rencana indah Tuhan yang bisa muncul dari rasa rendah diri. Oleh karena itu hendaklah kita belajar dari pengalaman Mefiboset agar tidak terulang pada kita.

Rasa rendah diri menghalangi rencana Tuhan untuk terjadi dalam diri kita

Follow us on Twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, August 20, 2010

Firman dalam Lagu

Ayat bacaan: Kolose 3:16
===================
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu."

firman dalam lagu"Open the Eyes of My Heart" adalah sebuah lagu rohani yang sudah sangat terkenal. Ada banyak penyanyi yang sudah membawakan lagu ini diantaranya Hillsong United dan Michael W Smith. LAgu ini ditulis oleh Paul Baloche yang terinspirasi dari doa rasul Paulus buat jemaat Efesus agar mata hati mereka dibuat Tuhan menjadi terang. "Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus.." (Efesus 1:8). "Sesungguhnya ini kerinduan hati kita semua.." kata Paul pada suatu kali. "Saya sudah lama mengikut Tuhan tapi itu tidak pernah cukup. Saya ingin mengenalNya. saya ingin melihat Tuhan. Saya ingin bangun setiap pagi dengan merasakan kehadiranNya dalam hidup saya. Saya ingin melihat KerajaanNya hadir di dunia, hingga saya bisa menjadi bagian dari KerajaanNya dan bisa melakukan sesuatu untukNya." Itulah kerinduan Paul, dan berasal dari ayat Efesus 1:8 itu kemudian lagu "Open the Eyes of My Heart" ia tulis dan menjadi terkenal di seluruh dunia.

Lagu rohani, lagu pujian dan penyembahan tentu tidak asing lagi bagi kita. Ditengah-tengah hiruk pikuk dunia dipenuhi lagu-lagu yang mengajarkan banyak hal yang tidak benar seperti perselingkuhan, pemutusan hubungan, putus asa dan hal-hal buruk lainnya, lagu-lagu rohani seperti misalnya karya Paul di atas-lah yang bisa membawa berkat bagi kita. Lagu-lagu rohani tidak jarang sanggup memberi kekuatan, penghiburan atau menggantikan kegelisahan dan kesedihan dengan perasaan damai dan sukacita. Ada banyak pula lagu-lagu rohani dalam bahasa Indonesia yang langsung mengambil firman Tuhan dari alkitab, seperti misalnya "Seperti Rusa" (Mazmur 42:1), "Ujilah Aku Tuhan" (Mazmur 139:23), "Tuhan adalah Gembalaku" (Mazmur 23), "Sejauh Timur dari Barat" (Mazmur 103:12) dan lain-lain. Mengapa saya menyinggung lagu-lagu yang menyitir Firman Tuhan ini? Karena hari ini saya menangkap sebuah pesan penting lewat kehadiran lagu-lagu rohani yang akan sangat berguna bagi kita untuk menghadapi hidup yang terus semakin sulit.

Ketika sebagian dari kita memiliki kesulitan untuk mengingat atau menghafal firman Tuhan, sesuatu dari otak kita ternyata bisa membuat kita lebih mudah untuk menghafal lirik dari sebuah lagu. Bukankah demikian adanya? Kita sulit untuk menghafal pelajaran, tetapi sangat mudah untuk menghafal lirik lagu yang panjang sekalipun. Dan lagu-lagu yang langsung mengambil ayat-ayat alkitab ini akan sangat membantu kita untuk menerima firman Tuhan. Jadi lagu-lagu seperti ini akan memiliki keuntungan ganda. Di satu sisi firman Tuhan akan masuk ke dalam ingatan kita dan tentu saja tertanam dalam hati kita, di sisi lain kita akan memuliakan Tuhan langsung lewat bibir dan lidah kita dengan menyanyikannya.

Betapa pentingnya bagi kita untuk terus mengisi diri kita dengan firman Tuhan dalam menghadapi hari-hari mendekati akhir zaman. Dalam surat Paulus kepada Timotius ia sudah mengingatkan akan datangnya masa sukar pada hari-hari terakhir ini. (2 Timotius 3:1). Ini adalah masa dimana "manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (ay 2-4). Ini adalah masa dimana orang secara lahiriah akan terlihat seperti menjalankan ibadah, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. (ay 5). Di akhir zaman seperti ini akan ada banyak orang berdosa "yang walaupun selalu ingin diajar,tetapi tidak pernah dapat mengenal kebenaran" (ay 7). Alangkah riskannya untuk berada dalam keadaan seperti ini apabila kita dalam keadaan kering dan lemah. Karena itulah kita perlu membekali diri kita terus menerus dengan kebenaran firman Tuhan agar kita tidak ikut-ikutan terseret ke dalam berbagai bentuk penyesatan yang akan membinasakan kita. 

Di saat dunia dibombardir oleh berbagai ajaran menyesatkan yang dikemas dalam berbagai bentuk yang menyenangkan, seperti bentuk syair lagu misalnya, sungguh penting bagi kita untuk menguatkan diri kita agar tidak terseret ke dalamnya. Menyanyikan lagu-lagu pujian dan penyembahan tentu berperan sangat penting dalam hal ini. Ingatlah bahwa Tuhan bersemayam (dwell) di atas puji-pujian kita. (Mazmur 22:4). Dan Paulus pun berkata "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." (Kolose 3:16). Kekayaan Kristus hendaknya meresap ke dalam hati kita, salah satunya lewat bermazmur, menyanyikan puji-pujian dan lagu-lagu rohani.

Jika anda termasuk orang yang sulit menghafal dan suka bernyanyi, mengapa tidak mencobanya? Tidak peduli bagaimana suara anda, bervibrasi atau fals sekalipun, selama dinyanyikan dengan sungguh hati semua itu akan terdengar bagai alunan melodi indah di telinga Tuhan. Dan firman-firmanNya akan tertanam dalam hati kita, yang mampu menguatkan, meneguhkan, menghibur dan membawa berkat bagi kita, sekaligus menjadi kesempatan buat kita untuk memperkatakan firman. Ingatlah Tuhan berkata "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Let's sing God's verses today!

Membekali diri itu penting, dan betapa menyenangkannya melakukan itu lewat pujian dan penyembahan