Tuesday, August 24, 2010

Blue

Ayat bacaan: Yesaya 53:5
====================
"Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya.."

blueBlue, itu adalah sebutan untuk warna biru dalam bahasa Inggris. Tapi selain warna, kata blue juga dipakai sebagai kata yang mengekspresikan kesedihan. Kita mengenal sebuah genre musik bernama blues, yang nyatanya berasal dari curahan kepedihan para budak berkulit hitam yang dahulu dijadikan budak. Hidup yang penuh penderitaan, kerap mendapat siksaan dan sebagainya membuat mereka kemudian mencurahkan perasaan mereka ke dalam sebuah bentuk musik yang tadinya "asal", dan inilah kemudian yang menjelma sebagai musik blues. Musik sebagai sebuah medium ekspresi ternyata mampu menjadi tempat curahan hati dan perasaan kita. Kerap kali lewat lagu kita bisa bergembira, tertawa bahkan menangis mengeluarkan kesedihan yang ada dalam hati kita.

Sebuah hidup bukanlah hidup jika tidak ada kesedihan di dalamnya. Ada waktu-waktu dimana kita memang mengalami kepedihan, kita berduka, murung juga berkabung. Kesepian, rasa perih dalam hati, rasa kehilangan, semua itu akan membuat kita sulit untuk berbuat apa-apa. Rasa sakit itu bisa begitu menyiksa sehingga kita rasanya sulit untuk kembali hidup normal seperti sediakala. Tidak peduli siapapun kita, pada suatu ketika akan merasakan hal seperti ini, bahkan mungkin di kalangan teman-teman pun ada yang sedang merasakannya saat ini. Semua itu wajar kita alami pada suatu waktu, tapi kita tidak boleh sampai lupa bahwa kita tidak sendirian menjalaninya. Ada Tuhan yang begitu peduli akan kesedihan kita yang akan selalu siap menguatkan dan memulihkan luka-luka hati kita.

Nubuatan Yesaya yang sangat akurat mengenai Yesus tercatat lengkap di dalam alkitab. Dikatakan "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (Yesaya 9:5). Itu berbagai "gelar" yang disematkan kepada Yesus jauh sebelum kedatanganNya turun ke dunia. We call him "the Wonderful Councelor, Mighty god, Everlasting Father (of Eternity) and Prince of Peace." Dan memang demikianlah Yesus itu. Tetapi kita juga harus ingat bahwa selain "gelar-gelar" tersebut, Yesus juga disebut sebagai Hamba Tuhan yang menderita atau "A Man of sorrows and acquainted with grief." Demikianlah judul perikop Yesaya 52:13-53:12. "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:3-5). Yesus rela mengalami semuanya itu untuk menanggung penyakit-penyakit kita. Sakit penyakit, kelemahan, penderitaan dan kepedihan kita, kejahatan kita, semua Dia tanggung karena kasihNya yang begitu besar kepada kita. Oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. Yesus tidak pernah dan tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian larut ke dalam kesedihan terus menerus. Dia ada, Dia peduli dan Dia siap, bahkan sudah menyembuhkan kita semua.

Tuhan Yesus sudah berjanji untuk memberi kelegaan terhadap kita semua yang berbeban berat. (Matius 11:28). Lewat bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. (Yesaya 53:5). Dan jangan lupa pula bahwa Pemazmur sudah mengatakan sejak dahulu kala mengenai kepedulian Tuhan untuk menyembuhkan kita yang sedang mengalami kepedihan dan patah hati. "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka" (Mazmur 147:3). Semua ini merupakan bukti nyata bahwa kita tidak sendirian dalam mengalami luka-luka hati. Tuhan ada bersama kita, dan Dia akan selalu mau untuk menyembuhkan dan membalut luka-luka kita dengan tanganNya sendiri.

Jika ada di antara teman-teman yang sedang mengalami sesuatu yang menyiksa perasaan atau mengalami penderitaan saat ini, ingatlah kepada Yesus. Jangan pernah lupa bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan kita, untuk menolong kita dan juga untuk menyembuhkan kita. Kesedihan dan berbagai luka hati lainnya suatu waktu akan kita alami, tetapi jangan biarkan perasaan itu terus menguasai diri anda. Serahkanlah semua kepada Yesus yang akan segera memberi kelegaan, menyembuhkan luka-luka itu dan menggantikannya dengan sukacita kembali.

Yesus memberi kelegaan, menyembuhkan dan memulihkan luka-luka kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, August 23, 2010

Mefiboset dan Daud (3) : God's Unconditional Love

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:3
=====================
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah."

God's unconditional love, mefiboset, daudBagaimana kita mengekspresikan kasih? Ada banyak cara tentunya. Dengan menunjukkan perhatian sepenuhnya, dengan memberi sekuntum bunga, cokelat atau hadiah-hadiah lain, dengan ucapan, pelukan, dan banyak lagi bentuk-bentuk espresi kasih yang bisa kita lakukan. Sulit bagi kita untuk bisa mentransfer perasaan secara langsung kepada orang lain, dan karenanya kita perlu berbagai bentuk ekspresi seperti di atas sebagai perantara untuk menyampaikan perasaan kasih sayang kita kepada seseorang. Manusia pada umumnya membutuhkan kasih untuk bisa hidup. To love and to be loved, mengasihi dan dikasihi, mencintai dan dicintai. Itu seringkali membuat kita lebih kuat dan tegar apabila kita miliki. Semua itu tentu baik. Tetapi kita seharusnya bisa meningkatkan satu langkah lagi lebih tinggi dengan adanya bentuk kasih yang sudah dicurahkan Tuhan ke dalam hati setiap kita lewat Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam Roma 5:5. Mengasihi orang baik itu mudah. Tapi mampukah kita mengasihi seorang musuh? Mampukah kita untuk masih peduli bukan saja kepada dirinya, tetapi kepada keluarganya?

Dua hari kemarin kita sudah melihat sikap rendah diri Mefiboset dan sikap rendah hati penuh kasih yang ditunjukkan Daud. Hari ini mari kita lihat satu "Pribadi" lain yang disebutkan disana, yang bahkan mendasari kisah ini, yaitu Allah. Apa yang menggerakkan Daud untuk memikirkan kelangsungan keluarga Saul, orang yang telah menekan Daud selama bertahun-tahun; itupun jika masih ada yang hidup; adalah panggilannya untuk menyatakan kasih. Bukan sebentuk kasih biasa, tetapi sebuah kasih yang dikatakan Daud berasal dari Allah. Itulah yang ia nyatakan pada suatu hari. "Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:3a). Itulah yang mendorong Daud untuk memanggil Mefiboset, anak Yonatan dan cucu dari Saul untuk tinggal bersamanya dan makan sehidangan di meja yang sama. "Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang." (2 Samuel 9:13). Dalam bahasa Inggris kata sehidangan disebutkan dengan "ate continually at the king's table."

Duduk makan di meja yang sama. Bukankah itu yang ditunjukkan Yesus juga dengan duduk semeja bersama orang-orang yang dianggap berdosa, hina dan rendah seperti pemungut cukai? Dan bukankah pada saatnya nanti orang-orang yang selamat akan duduk semeja dalam perjamuan kawin Anak Domba? Kitab Wahyu tertulis: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah." (Wahyu 19:7,9). Kita manusia yang sangat kecil dan penuh dosa tapi dilayakkan untuk menerima anugerah sebesar itu? Itu bentuk kasih Allah yang sungguh besar. Tuhan sendiri bahkan rela turun ke dunia, mengambil rupa seorang hamba untuk menebus kita. Satu-satunya yang sanggup menggerakkan Tuhan untuk melakukan hal itu adalah kasih (Bacalah Yohanes 3:16).  The unconditional love, kasih yang tak terbatas.

Sebuah kasih yang dari Allah. Itulah yang membuat perbedaan. Itulah yang membuat Daud mau memikirkan nasib keluarga yang ditinggalkan dengan tewasnya Saul dan Yonatan dalam peperangan. Itulah sebuah kasih yang berbeda dengan kasih yang pada umumnya kita jumpai di dunia. Sebuah kasih Allah yang "unconditional", yang berlaku bahkan kepada orang yang sudah berlaku begitu jahat sekalipun. Tuhan sendiri menunjukkan belas kasihNya yang luar biasa kepada kita justru ketika kita masih berdosa. Ketika seharusnya kebinasaan yang layak kita terima, Tuhan menggantikannya dengan keselamatan. Jika kita yang penuh dosa saja mau Tuhan ampuni dan kasihi, mengapa kita tidak bisa melakukannya kepada orang-orang yang bersalah kepada kita? Seharusnya kita bisa. Firman Tuhan berkata "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Apalagi Yesus sudah memberi contoh langsung bagaimana seharusnya bentuk kasih itu diaplikasikan dalam kehidupan. Setelah mengalami ketidakadilan, penyiksaan hingga tergantung di atas kayu salib pun Yesus masih sanggup memanjatkan doa meminta pengampunan kepada para penyiksanya. (Lukas 23:34).

Yesus besabda: "Aku memberikan perintah  baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Inilah sebuah tingkatan lebih tinggi dari kasih yang biasanya kita ketahui dan jumpai di dunia ini. Sebuah kasih yang berlaku bahkan bagi musuh sekalipun. Bukan hanya mengasihi, tapi kita pun harus berdoa bagi mereka yang telah menganiaya kita (Matius 5:43-44), seperti yang telah dicontohkan Yesus sendiri. Paulus pun kemudian mengingatkan hal yang sama kepada kita. "dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2).

Ketika kita sudah menerima kasih yang dari Allah, yang berasal dari hati Bapa, sudahkah kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita? Adalah mudah untuk mengasihi orang yang baik kepada kita, mengasihi orang yang kita cintai, tetapi sanggupkah kita untuk tetap mengasihi dan mendoakan orang-orang yang membenci kita? Maukah kita peduli kepada mereka dan keluarganya? Bersediakah kita tetap membantu dan bersikap baik dengan penuh kasih meski kita diperlakukan tidak adil atau bahkan disakiti? Jika kita melihat ke dalam dan menemukan kasih Bapa yang dicurahkan oleh Roh Kudus seharusnya kita bisa. Inilah yang akan bisa membuat perbedaan antara kasih yang dimiliki anak-anak Tuhan dengan kasih yang dimiliki dunia. Apa yang dilakukan Daud hendaklah menjadi teladan bagi kita untuk tidak mendendam kepada siapapun, apalagi dendam turun temurun terhadap keturunan mereka. Tidak mudah memang, tetapi kuasa Roh Kudus akan memampukan kita agar bisa melakukannya. Untuk apa Daud peduli mencari keturunan Saul? Tidak lain untuk menyatakan kasih yang dari Allah yang ada pada dirinya. Hari ini mari temukan kasih itu di dalam hati kita, dan hidupilah dengan mengaplikasikannya langsung dalam hidup kita. Siapa orang yang sedang menyakiti anda hari ini? Ampunilah, doakanlah mereka dan tetaplah kasihi. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi kita semua.

Mengasihi orang baik itu mudah, tapi mampukah kita mengasihi orang yang jahat pada kita?

Sunday, August 22, 2010

Mefiboset dan Daud (2): Tidak Dendam

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:1
======================
"Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan."

tidak dendam, daud, mefibosetApa yang kita lakukan ketika melihat musuh kita jatuh? Sebagian besar orang akan bersorak riang. Mengapa tidak, bukankah dia sudah menyakiti kita? Sebagian orang malah akan terus mengutuki atau mendoakan yang jelek-jelek terhadap musuhnya. Ini sebuah perilaku yang sudah menjadi hal yang umum di mata dunia, di mana anak-anak Tuhan sekalipun sering terjebak pada masalah yang sama. Rasa sakit hati akan sangat mudah mengarahkan kita kepada dendam, sehingga kita akan merasa sangat senang apabila musuh kita jatuh tanpa kita harus bersusah payah melakukan sesuatu.

Menyambung sekelumit kisah perjumpaan antara Daud dan anak Yonatan, cucu Saul bernama Mefiboset kemarin, hari ini mari kita lihat sisi lain dari peristiwa itu. Jika kemarin kita fokus kepada Mefiboset dan rasa rendah diri yang akhirnya merugikan dirinya, hari ini mari kita fokus kepada sikap Daud setelah kematian Saul di medan perang. Daud kini menjadi seorang raja yang bertahta atas Israel. Saul yang begitu membencinya dan sudah membuat hidupnya sulit dalam waktu yang cukup panjang telah tewas. Bukankah ini sebuah kemenangan besar yang seharusnya dirayakan? Kita mungkin berpikir demikian, tetapi Daud tidak. Apa yang dilakukan Daud justru sebaliknya, sungguh mengherankan.

Pada suatu kali setelah Daud menjabat sebagai raja, ia teringat akan nasib keluarga Saul. "Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan." (2 Samuel 9:1). Ia pun segera memanggil hambanya bernama Ziba.
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:3a). Lihat kata-kata Daud ini. Ia memikirkan keluarga Saul yang sekiranya masih ada yang hidup. Bukan untuk membantai mereka hingga tuntas, tetapi justru untuk menyatakan kasih, sebuah kasih yang hidup di dalam dirinya yang berasal dari Allah. Jika kita mundur ke belakang, kita pun akan menemukan ada saat dimana Daud punya kesempatan untuk membunuh Saul dari belakang. Dalam 1 Samuel 24:1-23 kita membaca kisah itu. Daud pada saat itu tengah dikejar-kejar oleh Saul dan 3000 prajurit untuk dibunuh. Ia pun lari bersembunyi ke padang gurun. Ternyata ketika ia masuk ke dalam sebuah gua, Saul tengah berada disana dengan posisi membelakanginya. Pada saat itu sebuah kesempatan emas terbuka bagi Daud. Tidak hanya dia, para anak buahnya pun berpikiran demikian. Tapi Daud punya sikap hati yang berbeda. Meski ia bisa melakukannya, ia memutuskan untuk tidak memanfaatkan kesempatan. Daud lebih memilih untuk dikuasai kasih dari Allah ketimbang memanfaatkan situasi. "Lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 24:7).Tidak hanya itu, Daud pun melarang anak buahnya untuk menyerang Saul. (ay 8).

Sebuah sikap hati seperti ini sungguh langka kita temui hari ini. Jika Mefiboset memilih untuk bersikap rendah diri, Daud memilih untuk menghidupi sikap rendah hati dengan kasih yang dari Allah. Ia setia terhadap sahabatnya, Yonatan anak Saul. Ia tetap mengingatnya meski ayah Yonatan, Saul begitu jahat terhadapnya. Selanjutnya Daud pun mengamalkan sikap hati yang dipenuhi kasih secara langsung lewat perbuatan nyata. Menghadapi musuh, Tuhan menyatakan bahwa kita tidak boleh membenci mereka. Bahkan seharusnya kita mengasihi dan mendoakan mereka. Yesus berkata "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Bersorak ketika mereka jatuh? Apalagi itu, tentu tidak boleh. Sebab firman Tuhan sudah mengingatkan kita agar "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).

Seorang penulis bernama Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Membalas kebaikan dengan kejahatan itu merupakan sikap iblis, membalas kebaikan dengan kebaikan itu manusiawi, tetapi membalas kejahatan  dengan kasih merupakan sebuah sikap moral yang sempurna seperti sifat Ilahi. Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang pasti hancur karena ditinggalkan dengan kehancuran total seperti itu. Mefiboset yang cacat dan terbuang pun ia panggil untuk tinggal bersamanya bahkan diberi hak untuk makan satu meja dengannya. Mengapa ia melakukan hal itu? Sekali lagi, karena Daud "hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ay 2a). Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih seperti ini adalah kasih tanpa pamrih yang akan diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihatnya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Dunia boleh saja menghalalkan balas dendam, tetapi tidak bagi kehidupan kekristenan. Sekarang pertanyaannya, apakah kita memilih untuk memakai kasih Allah itu dalam kehidupan kita secara nyata atau kita menolaknya dengan terus memelihara dendam dan merasa senang ketika musuh kita terjatuh? Daud memilih untuk menghidupi kasih Allah secara nyata dalam kehidupannya. Ia ternyata memiliki pengenalan yang baik akan Allah. Bagaimana dengan kita saat ini? Maukah kita meniru sikap hati Daud atau kita masih lebih senang memupuk kebencian dan menunggu saat yang tepat untuk melakukan pembalasan?

Nyatakanlah kasih yang dari Allah kepada siapapun termasuk kepada musuh kita

Follow us on Twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, August 21, 2010

Mefiboset dan Daud (1): Rendah Diri

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:8
====================
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

rendah diri, daud, mefibosetSemakin lama berjalan dalam hidup semakin sadar pula saya bahwa rasa rendah diri atau minder berlebihan kerap menggagalkan rencana-rencana besar dalam hidup kita. Saya pernah mengalaminya dahulu, dan sekarang sering bertemu dengan orang-orang seperti ini. Betapa seringnya kita mendengar kalimat-kalimat seperti "ah, saya cuma tamatan SD, bisa apa?", "Saya cuma orang kecil, bagaimana mungkin saya bisa sukses?", "I'm a loser.." dan sebagainya. Padahal Tuhan tidak merancang manusia asal-asalan tanpa rencana yang indah. Itu sering dilupakan orang dan mereka lebih memilih untuk tenggelam ke dalam kekurangan-kekurangan mereka ketimbang memaksimalkan potensi-potensi mereka miliki. Apa yang membuat mereka gagal sebenarnya bukanlah kekurangan mereka, tetapi justru rasa rendah diri yang berlebihan itu. Ada banyak orang cacat yang kemudian tampil mencengangkan kita lewat buah karya mereka. Rendah diri bukannya membantu, tetapi malah akan merugikan diri kita sendiri.

Sebuah contoh orang yang diselimuti rasa rendah diri berlebihan adalah Mefiboset. Mefiboset adalah anak Yonatan, cucu dari Saul yang pernah menjabat raja Israel. Serangkaian peristiwa dan keadaan membuatnya menjadi pribadi yang rendah diri. Ayahnya dan kakeknya kalah dalam perang dan mati terbunuh dengan mengenaskan. Jika itu belum cukup, ia pun dikatakan cacat kakinya. Kitab 2 Samuel mencatat hal ini. "Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel. Inang pengasuhnya mengangkat dia pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset." (2 Samuel 4:4). Berulang-ulang pula kita melihat sebutan cacat ini ditujukan untuk Mefiboset. Ia pun kemudian diasingkan di sebuah tempat tandus, Lodebar. Akibatnya ia merasa dirinya begitu rendah. Ketika pada suatu kali Daud mencari keturunan Saul untuk dipulihkan hak-hak hidupnya berdasarkan kasih dari Allah, maka ia pun diberitahu bahwa ada anak Yonathan yang masih hidup. (9:3). Daud pun segera menyuruh Mefiboset untuk datang menghadapnya. Ketika Mefiboset menghadap, "Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." (ay 7). Ini cerminan kasih Allah yang tak terbatas oleh status, situasi, masa lalu dan sebagainya. Tetapi lihatlah bagaimana rasa rendah diri Mefiboset dari jawabannya. "Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?" (ay 8). Ia merasa begitu rendah tak berharga hingga harga dirinya seperti sama dengan seekor anjing mati. Daud sudah berusaha memulihkan harga dirinya. Bahkan Mefiboset diundang untuk duduk semeja dan sehidangan dengan Daud, sang raja. Namun tetap saja ia tidak kunjung mau keluar dari perasaan rendah dirinya itu.

Beberapa waktu kemudian dalam 2 Samuel 19:24-30 kita bisa melihat bahwa Mefiboset tidak juga memulihkan citra dirinya meski ia sudah mendapat kasih Allah lewat diri Daud. "Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat." (ay 24). Perhatikan ia membiarkan dirinya dalam keadaan kumal, tidak terawat. Ia bahkan tidak merasa pantas untuk tampil baik, di hadapan raja sekalipun. Ketika Daud kemudian memutuskan untuk memberikan ladang yang tadinya milik Saul untuk dibagi dua antara Mefiboset dan Ziba, hamba Daud, kembali Mefiboset menunjukkan sikap rendah dirinya. "Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: "Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat." (ay 30). Pada akhirnya Mefiboset tidak mendapatkan apa-apa. Dan semua itu karena ia tidak kunjung menyadari citra dirinya yang benar . Mefiboset sebenarnya telah mendapatkan banyak kesempatan untuk dipulihkan, Kasih Tuhan berulang kali menghampirinya namun ia memilih untuk lebih memupuk rasa rendah dirinya ketimbang menerima kasih Tuhan.  Rasa rendah diri telah memerangkapnya sedemikian rupa sehingga ia tidak mendapatkan apapun sama sekali.

Perhatikanlah, bukankah kita sering membuang-buang kesempatan terus menerus seperti Mefiboset? Ketika rasa rendah diri muncul berlebihan tidak pada tempatnya maka kita pun akan kehilangan peluang untuk bisa bangkit dan berhasil. Karena itu kita tidak boleh membiarkan hal ini menghantui kita sepanjang hidup. Tidak ada manusia yang sempurna, semua kita memiliki kekurangan sendiri. Tetapi jangan lupa bahwa kita pun memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri pula. Siapapun kita hari ini, bagaimanapun kita dianggap di mata manusia, bagi Tuhan kita tetaplah karya ciptaanNya yang terindah. Kita dikatakan dibuat sesuai gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), dikatakan ditenun langsung oleh Tuhan dalam kandungan (Mazmur 139:13) dan dilukiskan pada telapak tangan Tuhan, berada di ruang mataNya (Yesaya 49:16). Artinya, Tuhan menciptakan kita dengan baik, ada rencanaNya yang indah bagi kita, dan kita pun tetap berada dalam lindunganNya. Jika demikian, mengapa kita harus rendah diri?

Hendaklah kita belajar dari sikap salah Mefiboset menyikapi keadaan dan kekurangan dirinya. Jangan fokus kepada kelemahan atau kekurangan anda. Don't let it overcome you. Sebaliknya, cari tahu segala kelebihan yang ada pada diri anda dan maksimalkanlah itu. Tuhan telah menciptakan kita dengan sangat baik, ada rencana indah dibalik tujuan penciptaanNya atas kita dan untuk itu Dia telah melengkapi kita dengan keistimewaan tersendiri. Ada banyak kegagalan dalam hidup ini maupun kegagalan dalam menggenapi rencana indah Tuhan yang bisa muncul dari rasa rendah diri. Oleh karena itu hendaklah kita belajar dari pengalaman Mefiboset agar tidak terulang pada kita.

Rasa rendah diri menghalangi rencana Tuhan untuk terjadi dalam diri kita

Follow us on Twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, August 20, 2010

Firman dalam Lagu

Ayat bacaan: Kolose 3:16
===================
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu."

firman dalam lagu"Open the Eyes of My Heart" adalah sebuah lagu rohani yang sudah sangat terkenal. Ada banyak penyanyi yang sudah membawakan lagu ini diantaranya Hillsong United dan Michael W Smith. LAgu ini ditulis oleh Paul Baloche yang terinspirasi dari doa rasul Paulus buat jemaat Efesus agar mata hati mereka dibuat Tuhan menjadi terang. "Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus.." (Efesus 1:8). "Sesungguhnya ini kerinduan hati kita semua.." kata Paul pada suatu kali. "Saya sudah lama mengikut Tuhan tapi itu tidak pernah cukup. Saya ingin mengenalNya. saya ingin melihat Tuhan. Saya ingin bangun setiap pagi dengan merasakan kehadiranNya dalam hidup saya. Saya ingin melihat KerajaanNya hadir di dunia, hingga saya bisa menjadi bagian dari KerajaanNya dan bisa melakukan sesuatu untukNya." Itulah kerinduan Paul, dan berasal dari ayat Efesus 1:8 itu kemudian lagu "Open the Eyes of My Heart" ia tulis dan menjadi terkenal di seluruh dunia.

Lagu rohani, lagu pujian dan penyembahan tentu tidak asing lagi bagi kita. Ditengah-tengah hiruk pikuk dunia dipenuhi lagu-lagu yang mengajarkan banyak hal yang tidak benar seperti perselingkuhan, pemutusan hubungan, putus asa dan hal-hal buruk lainnya, lagu-lagu rohani seperti misalnya karya Paul di atas-lah yang bisa membawa berkat bagi kita. Lagu-lagu rohani tidak jarang sanggup memberi kekuatan, penghiburan atau menggantikan kegelisahan dan kesedihan dengan perasaan damai dan sukacita. Ada banyak pula lagu-lagu rohani dalam bahasa Indonesia yang langsung mengambil firman Tuhan dari alkitab, seperti misalnya "Seperti Rusa" (Mazmur 42:1), "Ujilah Aku Tuhan" (Mazmur 139:23), "Tuhan adalah Gembalaku" (Mazmur 23), "Sejauh Timur dari Barat" (Mazmur 103:12) dan lain-lain. Mengapa saya menyinggung lagu-lagu yang menyitir Firman Tuhan ini? Karena hari ini saya menangkap sebuah pesan penting lewat kehadiran lagu-lagu rohani yang akan sangat berguna bagi kita untuk menghadapi hidup yang terus semakin sulit.

Ketika sebagian dari kita memiliki kesulitan untuk mengingat atau menghafal firman Tuhan, sesuatu dari otak kita ternyata bisa membuat kita lebih mudah untuk menghafal lirik dari sebuah lagu. Bukankah demikian adanya? Kita sulit untuk menghafal pelajaran, tetapi sangat mudah untuk menghafal lirik lagu yang panjang sekalipun. Dan lagu-lagu yang langsung mengambil ayat-ayat alkitab ini akan sangat membantu kita untuk menerima firman Tuhan. Jadi lagu-lagu seperti ini akan memiliki keuntungan ganda. Di satu sisi firman Tuhan akan masuk ke dalam ingatan kita dan tentu saja tertanam dalam hati kita, di sisi lain kita akan memuliakan Tuhan langsung lewat bibir dan lidah kita dengan menyanyikannya.

Betapa pentingnya bagi kita untuk terus mengisi diri kita dengan firman Tuhan dalam menghadapi hari-hari mendekati akhir zaman. Dalam surat Paulus kepada Timotius ia sudah mengingatkan akan datangnya masa sukar pada hari-hari terakhir ini. (2 Timotius 3:1). Ini adalah masa dimana "manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (ay 2-4). Ini adalah masa dimana orang secara lahiriah akan terlihat seperti menjalankan ibadah, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. (ay 5). Di akhir zaman seperti ini akan ada banyak orang berdosa "yang walaupun selalu ingin diajar,tetapi tidak pernah dapat mengenal kebenaran" (ay 7). Alangkah riskannya untuk berada dalam keadaan seperti ini apabila kita dalam keadaan kering dan lemah. Karena itulah kita perlu membekali diri kita terus menerus dengan kebenaran firman Tuhan agar kita tidak ikut-ikutan terseret ke dalam berbagai bentuk penyesatan yang akan membinasakan kita. 

Di saat dunia dibombardir oleh berbagai ajaran menyesatkan yang dikemas dalam berbagai bentuk yang menyenangkan, seperti bentuk syair lagu misalnya, sungguh penting bagi kita untuk menguatkan diri kita agar tidak terseret ke dalamnya. Menyanyikan lagu-lagu pujian dan penyembahan tentu berperan sangat penting dalam hal ini. Ingatlah bahwa Tuhan bersemayam (dwell) di atas puji-pujian kita. (Mazmur 22:4). Dan Paulus pun berkata "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." (Kolose 3:16). Kekayaan Kristus hendaknya meresap ke dalam hati kita, salah satunya lewat bermazmur, menyanyikan puji-pujian dan lagu-lagu rohani.

Jika anda termasuk orang yang sulit menghafal dan suka bernyanyi, mengapa tidak mencobanya? Tidak peduli bagaimana suara anda, bervibrasi atau fals sekalipun, selama dinyanyikan dengan sungguh hati semua itu akan terdengar bagai alunan melodi indah di telinga Tuhan. Dan firman-firmanNya akan tertanam dalam hati kita, yang mampu menguatkan, meneguhkan, menghibur dan membawa berkat bagi kita, sekaligus menjadi kesempatan buat kita untuk memperkatakan firman. Ingatlah Tuhan berkata "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Let's sing God's verses today!

Membekali diri itu penting, dan betapa menyenangkannya melakukan itu lewat pujian dan penyembahan

Thursday, August 19, 2010

Semut dan Secangkir Kopi

Ayat bacaan: Amsal 6:6
===================
"Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak"

semut dan secangkir kopiKetika menulis renungan kemarin saya ditemani secangkir kopi hangat yang saya letakkan di lantai. Karena keasikan menulis kopi menjadi lupa saya nikmati. Dan ketika saya teringat akan kopi itu, saya pun melihat ternyata cangkir kopi itu sudah dirubungi semut. Saya pun segera memindahkannya ke atas. Satu kali angkut bagi saya, tetapi pasti menjadi sangat merepotkan bagi semut-semut itu untuk kembali mendatangi cangkir. Bayangkan tadinya sudah tepat di depan mata, tapi sekarang berpindah jauh ke atas. Tetapi semut-semut itu ternyata tidak putus asa. Perhatian saya pun kemudian beralih memperhatikan perilaku semut-semut itu. Sebuah perjalanan panjang dari lantai, ke terali pun mereka jalani untuk bisa kembali mencapai gelas. Benar-benar usaha yang luar biasa. Saya pun tertegun.. betapa hebatnya usaha semut-semut ini. Saya berpikir, alangkah baiknya seandainya kita bisa memiliki sedikit saja dari ketekunan dan kegigihan semut ini. Tidak bersungut-sungut, tidak mengeluh dalam menghadapi problema hidup, tetapi terus berjuang dengan semangat yang tidak mudah patah.

Etos kerja seperti semut itu sudah menjadi perhatian sejak dahulu kala. Lihatlah bagaimana Salomo mengingatkan kita untuk mengikuti sikap semut, hewan yang ukurannya jauh lebih kecil dari kita. Hewan yang lemah, yang bahkan sekali pencet saja sudah tamat riwayatnya. Salomo memakai semut untuk sindiran kepada orang-orang malas. Katanya: "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak." (Amsal 6:6). Seperti apa semut itu? "biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (ay 7-8). Semut adalah hewan rajin, giat dan gigih dengan etos kerjasama yang luar biasa. Semut sanggup mengangkat beban yang jauh lebih berat dari beratnya sendiri, jika tidak mampu mereka akan bekerjasama agar beban itu sanggup diangkut. Lebih dari itu, seperti contoh secangkir kopi di atas, semut menunjukkan semangat pantang mundur, tidak gampang patah semangat dan tidak mudah menyerah. Alangkah baiknya jika kita mau belajar dari semut demi kebaikan kita.

Masih dalam Amsal, Agur bin Yake pun menyinggung soal kerajinan semut ini. "Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas." (Amsal 20:25). Semut, menurut Agur merupakan satu dari empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi sangatlah bijaksana. Sangat lemah, sangat kecil, tetapi sangat rajin dan sangat kuat kerjasamanya. Betapa malunya kita manusia yang berukuran jauh lebih besar dan lebih kuat cuma bisa mengeluh tanpa berusaha maksimal. Betapa rapuhnya kita yang terlalu cepat putus asa sebelum mengeluarkan kemampuan terbaik, tanpa memaksimalkan segala talenta yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita, terutama tanpa mengandalkan atau percaya kepada Tuhan.

Tuhan tidak suka kepada orang malas. Lihatlah satu lagi ayat dalam kitab Amsal berikut: "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." (Amsal 13:4). Tuhan bisa memberikan segalanya dengan instan, tetapi apakah itu mendidik buat kita? Apakah itu baik buat perkembangan mental kita terutama pertumbuhan rohani kita? Tuhan berkenan kepada orang-orang yang rajin, yang tidak mengisi hidupnya hanya dengan mengeluh, tetapi mau mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk berjuang. Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan. Itulah sebabnya kita harus belajar dari sikap seekor semut. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk serius mengerjakan segala sesuatu. Firman Tuhan menginginkan kita untuk terus bekerja dengan rajin, memastikan roh kita tetap bernyala-nyala meski dalam situasi seperti apapun. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Seperti itulah bunyi firman Tuhan yang seharusnya kita ingat baik-baik. Dalam keadaan apapun, tetaplah bersemangat, jangan pernah padamkan roh, dan muliakanlah Tuhan lewat segala sesuatu yang kita kerjakan. Dimana posisi kita saat ini? Sudahkah kita memiliki kerajinan dan kegigihan serta kekompakan seperti semut? Jika belum, tidak ada salahnya untuk belajar dari hewan kecil ini sekarang juga.

Ada banyak hal yang bisa diteladani dari seekor semut

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, August 18, 2010

Ketaatan Prajurit

Ayat bacaan: Matius 8:9
=======================
"Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."

ketaatan prajuritSeperti apa sih prajurit yang dikatakan terbaik itu? Itu sebuah pertanyaan yang saya berikan ketika pada suatu ketika saya berbincang-bincang santai dengan seorang perwira. Apakah seperti yang kita lihat di film-film, berani mati, jagoan dan tidak terkalahkan di medan pertempuran, tetap gagah berani bertempur meski terluka parah? Apakah prajurit terbaik itu adalah prajurit yang paling hebat mengetahui strategi perang, yang menguasai senjata paling banyak? Tetapi ternyata bukan itu. Menurut tentara yang menjadi teman ngobrol saya itu, seorang prajurit terbaik dilihat bukan dari heroik atau kehandalannya tetapi dari ketaatan mereka terhadap perintah atau instruksi komandannya. Semua yang saya sebutkan tadi jelas baik, tetapi lebih dari itu semua kepatuhan atau ketaatan mengikuti atasan sesuai garis komando, itulah yang terbaik. Artinya mereka harus patuh ketika disuruh berperang hingga titik darah penghabisan, sebaliknya mereka harus taat untuk mundur dari pertempuran jika itu yang menjadi instruksi komandannya. Ketaatan tanpa banyak tanya, tanpa protes, tanpa berbantah, itu menunjukkan kualitas terbaik dari seorang prajurit.

Sejauh mana seorang prajurit mentaati perintah komandannya, tanpa banyak tanya, itulah yang menunjukkan kualitas mereka. Bayangkan apabila mereka seenaknya menyerang tanpa mengikuti perintah. Bisa jadi itu tindakan yang mungkin dianggap baik oleh sang prajurit, tapi itu tidak benar karena tidak mentaati komandannya. Tidak jarang pula prajurit yang bertindak hanya mengikuti kehendak dirinya seperti ini bisa berakibat fatal menggagalkan seluruh strategi yang sudah dirancang sebelumnya. Kehidupan Kekristenan juga seharusnya mengacu kepada bentuk ketaatan prajurit seperti ini.

Mari kita lihat apa yang terjadi ketika seorang perwira Roma mendatangi Yesus untuk memohon sesuatu. Ia memiliki keperluan menjumpai Yesus karena salah seorang hambanya tengah mengalami penderitaan akibat sakit lumpuh. Yesus pun setuju untuk menyembuhkan hamba itu dan bermaksud untuk segera ikut menuju rumah sang perwira. Ternyata si perwira menolak. "Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." (Matius 8:8). Ia kemudian melanjutkan: "Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." (ay 9). Si perwira tahu dimana posisinya. Tidak peduli setinggi apapun pangkat atau jabatannya, ia tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan Yesus, Raja di atas segala raja. Maka ia memutuskan untuk taat sepenuhnya kepada Yesus. Sepatah kata sajapun dari Yesus akan sanggup menyembuhkan hambanya. Ia sadar sepenuhnya akan hal itu. Ia tidak akan banyak tanya atau meragukan hal itu sama sekali. Dan Yesus pun kagum akan ketaatan total yang berdasarkan iman besar sang perwira itu. "Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel." (ay 10). Dan yang terjadi adalah tepat seperti apa yang dipercaya oleh si perwira. Ketaatannya membuahkan kesembuhan bagi sang hamba saat itu juga.

Seringkali kita meragukan kepedulian Tuhan ketika kita berada dalam kesesakan. Kita kerap sulit untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam hal biasa-biasa saja kita bisa lebih mementingkan keduniawian ketimbang taat terhadap kehendak Tuhan. Kita merasa bahwa perintah-perintah Tuhan seolah mengekang kebebasan kita, seolah-olah kita tidak boleh bersenang-senang seperti orang dunia lainnya. Jika dalam keadaan baik saja kita sudah sulit taat, apalagi ketika beban sedang memberati kita. Keraguan bisa menyeruak, ketidaksabaran bisa menguasai kita sehingga kita memilih untuk melakukan banyak hal yang kita kira baik, padahal itu tidaklah sejalan dengan firman Tuhan. Kita pikir baik menurut pendapat kita, padahal belum tentu benar menurut Tuhan. Betapa seringnya kita bertindak seperti prajurit jagoan, mengira kita bisa sesuka hati melakukan segala sesuatu hanya berdasarkan pikiran kita dan melupakan bahwa kita sesungguhnya memiliki "Atasan" yang seharusya kita taati sepenuhnya. Kita sering dibutakan oleh hal-hal yang kita anggap baik, padahal itu tidak sesuai dengan perintah Tuhan, sehingga akhirnya kita terjebak melakukan sesuatu yang tidak benar.

Setiap pelanggaran dan ketidaktaatan pada saatnya akan mendapat balasan yang setimpal. (IBrani 2:2). Bahkan lebih dari itu, dikatakan pula bahwa ketidaktaatan akan membuat murka Tuhan jatuh atas kita. "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36). Karena itulah kita selalu diingatkan untuk menjadi anak-anak Tuhan yang taat. "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2) Ketaatan penuh merupakan harga mati dalam prinsip kehidupan kekristenan. Bukankah Yesus sendiri sudah menunjukkan bentuk ketaatan penuh ini dalam menjalankan karya penebusanNya untuk kita? "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8) Inilah yang seharusnya kita teladani sebagai cerminan seperti apa ketaatan kita seharusnya kepada Tuhan. Ketaatan penuh tanpa banyak tanya seperti ketaatan prajurit kepada komandannya, itulah yang seharusnya menjadi bentuk ketaatan kita kepada Tuhan. Sebuah penyerahan total, penundukan diri yang mutlak, kepatuhan yang dilandasi oleh iman yang percaya sepenuhnya kepada kehendak Tuhan atas diri kita seharusnya mewarnai hidup setiap umat Kristen. Dalam keadaan apapun bentuk ketaatan layaknya prajurit seperti ini sudah selayaknya menjadi prinsip kita. Hari ini marilah kita mulai menyatakan komitmen sungguh-sungguh untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan.


"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu." (1 Petrus 1:14)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, August 17, 2010

Great is the Lord

Ayat bacaan: Mazmur 96:4
====================
"Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah."

great is the LordJika saya menyebut nama "The Red Devil" apa yang muncul di benak anda? Bagi penggemar bola mereka akan segera ingat kepada sebuah tim sepak bola dari Inggris yang memiliki fans jutaan orang di seluruh dunia, yaitu Manchester United. Rasanya semua klub sepak bola di seluruh dunia memiliki julukannya tersendiri. Bahkan orang pun sering mendapat julukan tersendiri. Biasanya julukan akan muncul dari sebentuk kasih sayang dari orang lain atau juga bukti kedekatan antara satu dengan lainnya. Disamping itu julukan biasanya juga mengacu kepada pengenalan seseorang akan diri kita, bagaimana orang menilai diri kita atau apa yang menonjol dari kita di mata orang lain. Dari nama julukan ini kita bisa mengetahui sifat seseorang, karakternya, apa yang istimewa dari mereka atau dari mana mereka berasal.

Pernahkah kita merenungkan sebesar apa Tuhan itu? Apa saja sebutan yang bisa kita utarakan untuk menggambarkan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya? Pemazmur tampak jelas memiliki kedekatan, hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. Ada begitu banyak sebutan yang menggambarkan atau mendeskripsikan kehebatan Tuhan dalam kitab Mazmur. Jika anda membaca Mazmur 1 sampai 48 saja anda sudah menemukan begitu banyak gambaran dahsyatnya Tuhan dalam berbagai sebutan. Mari kita lihat apa saja sebutan yang menggambarkan berbagai sifat Tuhan beserta kehebatannya dari sepertiga kitab Mazmur itu.

Tuhan adalah perisai yang melindungi aku (3:4), yang membiarkan aku diam dengan aman (the source of safety) (4:98), Rajaku dan Allahku (5:3), Hakim (7:9. 9-9), Yang Maha Tinggi (The Most High) (7:18), tempat perlindungan (our refuge and high tower, a stronghold) (9:10), penolong anak yatim (the helper of the fatherless) (10:14), Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya (10:16), adil (11:7).

Tuhan adalah bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku (my Rock, my Fortress and my Deliverer) (18:3, 31:3-4), sandaranku (my stay and support) (18:19), Penebusku (my Redeemer) (19:15). Tuhan adalah gembalaku (23:1), Raja Kemuliaan (24:7), Maha Kuasa (the Lord of hosts) (24:10), Penyelamat (25:5), terangku dan keselamatanku (27:1), gunung batuku (28:1), kekuatanku dan perisaiku (28:7), benteng pertahanan (28:8). Tuhan adalah Allah yang mulia (29:3), Allah yang setia (31:6), Allah yang hidup (42:3), penolong dalam kesesakan (46:2), Mahatinggi dan dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi  (47:3).

"Great is the Lord and highly to be praised in the city of our God.. Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita!" begitulah yang disebutkan dalam Mazmur 48:1. Dalam Mazmur 96:4 kita bisa membaca seruan Daud: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah" yang juga terdapat dalam 1 Tawarikh 16:25. Ada begitu banyak kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang menggambarkan pribadi Allah kita yang dahsyatnya luar biasa. Tidak akan ada habisnya untuk kita renungkan.

Mengacu kepada "sedikit" dari sekian banyak gambaran Allah yang tercatat kekal di dalam alkitab, sudahkah kita memakai waktu kita secara khusus untuk memuji dan menyembahNya? Sudahkah kita bersyukur dengan memiliki Tuhan yang berkuasa di atas segalanya? Lihatlah ada begitu banyak dasar atau alasan bagi kita untuk memuji Tuhan. Karena itu mari kita sama-sama  mencari Dia hari ini untuk mengucap syukur atas segala kebaikanNya kepada kita. Great is the Lord, and greatly to be praised!

Tidak akan pernah ada kata cukup untuk memuji Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, August 16, 2010

Penyingkapan Tuhan

Ayat bacaan: Matius 16:17
====================
"Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga."

penyingkapan TuhanBetapa hausnya manusia akan pendidikan. Kita dilahirkan bagai kertas kosong, dan semua orang akan berusaha untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Para orang tua akan selalu berupaya untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya. Dan hidup ini pun merupakan sebuah perjalanan yang seharusnya diisi dengan proses pembelajaran. Selama hidup seharusnya kita tidak berhenti belajar. Itu adalah sebuah kata bijak yang tentu sudah sering kita dengar. Dari luar, kita serap ke dalam, sehingga kita terus mengisi diri kita dengan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin. Itulah jenis pengetahuan yang diketahui kebanyakan orang. Tetapi apakah hanya itu? Sesungguhnya tidak. Dalam Kerajaan Allah ada sebuah jenis pengetahuan lain. Bentuknya bukan seperti ilmu pengetahuan yang biasa kita pelajari, yang diperoleh dari luar ke dalam, melainkan dari dalam ke luar. Inilah apa yang disebut dengan pengetahuan singkapan atau revelation knowledge.

Mari kita lihat ketika Yesus menyinggung hal ini pada suatu kali kepada murid-muridNya. "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (Matius 16:15). Di antara para murid, Petruslah kemudian yang menjawab dengan singkat dan tegas: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (ay 16). Mendengar jawaban Petrus, "Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga." (ay 17). Dengan kata lain, Yesus mengatakan bahwa apa yang dikatakan Petrus bukanlah bearsal dari pengetahuan melalui indra jasmaninya, bukan melalui pelajaran-pelajaran yang ia peroleh di sekolah atau lainnya, tetapi ia menerimanya langsung dari Bapa. Ini adalah sebuah bentuk penyingkapan yang berasal dari Bapa, dari dalam ke luar.

Singkapan-singkapan Tuhan mengenai rahasia KerajaanNya bisa diberikan kepada kita, dan itu akan mampu mengubah banyak hal dalam hidup kita. Seperti apa yang dikatakan Yesus kepada Petrus selanjutnya: "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." (ay 18). Tetapi penyingkapan ini tidaklah datang dengan begitu saja. Kita perlu terlebih dahulu memiliki hati dan sikap yang mau diajar atau dibentuk. Paulus mengingatkan pula bahwa kita seharusnya membiarkan Allah untuk membuat pribadi kita menjadi baru agar kita mampu mengetahui kemauan Tuhan. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita perlu pula terus mengisi diri kita dengan firman Tuhan dan membiarkan Roh Tuhan berdiam (dwell) di dalam diri kita. Sebab kita harus menyadari bahwa penyingkapan ini hadir kepada kita dari Roh Kudus yang berdiam dalam kita. "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah." (1 Korintus 2;9-10).

Alkitab juga menyatakan bahwa hikmat Tuhan memang tersembunyi dan rahasia. Tetapi semua itu disediakan Tuhan untuk kita orang-orang percaya. "Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita." (1 Korintus 2:7). Tapi perhatikanlah bahwa semua itu disembunyikan bukan dari kita, melainkan untuk kita. Itu pernyataan Allah yang membuktikan bahwa Dia memang ingin kita untuk memilikinya. Itulah sebabnya Tuhan memberikan pengetahuan singkapan atau revelation knowledge ini untuk memperlengkapi kita, anak-anakNya dengan hikmat surgawi, memberikan kita rahasia-rahasia yang berasal dari KerajaanNya. Akan tetapi sekali lagi ingatlah bahwa semua itu tidak akan datang begitu saja. Itu tidak akan datang pada kita ketika kita terlalu sibuk menikmati dunia dan melupakan untuk membangun hubungan dengan Tuhan.

Jika kita merindukan pengetahuan penyingkapan ini kita harus menempatkan diri kita pada sikap yang tepat untuk menerimanya. Renungkan Firman, rajin berdoa dan terus bersekutu dengan Tuhan, mengizinkan Roh Kudus untuk tinggal dan diam di dalam diri kita, itu semua penting untuk kita camkan agar kita bisa menerima berbagai singkapan langsung dari Tuhan. Tuhan siap untuk menyingkapkan rahasia-rahasiaNya kepada anda saat ini. Siapkah anda menerimanya?

Pengetahuan singkapan yang berasal dari Tuhan akan memperlengkapi kita untuk menjadi berbeda dengan dunia

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, August 15, 2010

Rut yang Giat dan Rajin

Ayat bacaan: Rut 2:7
=================
"Tadi ia berkata: Izinkanlah kiranya aku memungut dan mengumpulkan jelai dari antara berkas-berkas jelai ini di belakang penyabit-penyabit. Begitulah ia datang dan terus sibuk dari pagi sampai sekarang dan seketikapun ia tidak berhenti."


rut dan kerajinanSiapa yang harus disalahkan jika kita hidup serba kekurangan? Ada banyak orang yang menyalahkan nasib, takdir dan sebagainya, yang sama saja artinya dengan menyalahkan Tuhan. Ada orang yang saya kenal selalu mengeluh tetapi ia sendiri tidak berusaha apa-apa. Sehari-hari ia hanya duduk di rumah tanpa melakukan apapun. Untuk orang seperti ini, bagaimana mungkin hidupnya bisa meningkat? Manusia diciptakan bukan untuk bermalas-malasan. Manusia pertama, Adam sekalipun sudah diberi wewenang untuk mengelola segala sesuatu yang ada di bumi. (Kejadian 1:28). Itu artinya kita memang dijadikan untuk melakukan pekerjaan dengan giat, baik pekerjaan untuk mencari nafkah maupun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan seperti amanatnya.

Selama beberapa hari terakhir kita sudah membahas berbagai kualitas diri dari Rut yang patut kita teladani. Ada satu hal lagi yang bisa kita pelajari dari Rut, yaitu keseriusannya dalam bekerja. Rut adalah seorang yang rajin dan giat bekerja. Ia tidak sungkan atau malu melakukan pekerjaannya, meski apa yang ia kerjakan bukanlah sesuatu yang bagi banyak orang membanggakan. Pemungut jelai, itulah profesinya. Sesuai dengan apa yang difirmankan Tuhan lewat Musa dalam Imamat 19:9-10, hasil panen yang terjatuh di tanah tidak boleh diambil, tetapi harus dibiarkan agar bisa dipungut oleh orang-orang miskin. Maka para orang miskin pemungut jelai ini biasanya akan mengikuti penyabit atau pemanen dari belakang untuk memunguti sisa-sisa tuaian yang terjatuh. Sebagai wanita yang umurnya lebih muda dari sang mertua, Naomi, Rut menyadari bahwa dirinyalah yang harus bekerja. Dan itu ia lakukan dengan sepenuh hati, meski pekerjaannya terbilang paling rendah pada saat itu.

Darimana kita bisa mengetahui bahwa Rut merupakan tipe pekerja keras? Perhatikan ketika Boas terheran-heran melihat Rut yang sedang sibuk memunguti jelai di belakang penyabit. Ketika Boas bertanya tentang Rut, bujang pengawas atau mandor menjelaskan siapa Rut itu. Lalu si mandor melanjutkan: "Tadi ia berkata: Izinkanlah kiranya aku memungut dan mengumpulkan jelai dari antara berkas-berkas jelai ini di belakang penyabit-penyabit. Begitulah ia datang dan terus sibuk dari pagi sampai sekarang dan seketikapun ia tidak berhenti." (Rut 2:7). Lihat bagaimana serius dan tekunnya Rut bekerja. Dikatakan disana bahwa ia terus sibuk sejak pagi tanpa berhenti sedikitpun. Ketekunannya ini menimbulkan rasa simpati di hati Boas, sehingga ia pun mendapat belas kasihan dari Boas. "Sesudah itu berkatalah Boas kepada Rut: "Dengarlah dahulu, anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke ladang lain dan tidak usah juga engkau pergi dari sini, tetapi tetaplah dekat pengerja-pengerja perempuan. Lihat saja ke ladang yang sedang disabit orang itu. Ikutilah perempuan-perempuan itu dari belakang. Sebab aku telah memesankan kepada pengerja-pengerja lelaki jangan mengganggu engkau. Jika engkau haus, pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah air yang dicedok oleh pengerja-pengerja itu." (ay 8-9). Meski pekerjaannya cukup berat, ternyata Rut dengan senang hati melakukannya dengan giat dan sungguh-sungguh. Bahkan Rut terus melakukan pekerjaan selama musim panen jelai dan panen gandum. "Demikianlah Rut tetap dekat pada pengerja-pengerja perempuan Boas untuk memungut, sampai musim menuai jelai dan musim menuai gandum telah berakhir. Dan selama itu ia tinggal pada mertuanya." (ay 23).

Bagaimana dengan etos kerja kita hari ini? Apakah kita sudah memberikan performa yang terbaik atau kita masih terus berhitung untung rugi dalam bekerja? Kemalasan tidaklah mendapat tempat di mata Tuhan. Jika Boas saja terkesan dengan semangat dan giatnya Rut bekerja, Tuhan pun tentu demikian. Lihatlah dalam janji berkat dalam Ulangan 28:1-14, kita bisa melihat bahwa Tuhan lebih suka untuk memberkati pekerjaan kita ketimbang memberikan dengan instan. Tuhan menyukai usaha yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan Dia akan menaruh berkatNya disana, lewat ketekunan kita. "Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang. Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu." (Ulangan 28:3-5). Usaha serius dan sungguh-sungguh akan selalu berbuah manis.

Firman Tuhan mengingatkan kita untuk bekerja dengan sebaik-baiknya selagi masih ada kesempatan. "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (Pengkotbah 9:10). Ini sebuah seruan yang penting untuk kita ingat, karena jika kita menyia-nyiakan masa produktif kita, maka kita tidak akan menuai apapun di masa depan. Dalam Amsal kita bisa melihat ayat berikut: "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa." (Amsal 20:4). Tidak ada jalan lain, jika kita ingin sukses menerima berkat Tuhan, kita harus bekerja dengan rajin dan giat. Bahkan dikatakan "..jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10).

Jangan buang-buang waktu dengan terus sibuk melakukan hal yang tidak berguna atau memilih untuk terus bermalas-malasan dan tidak bekerja. Tuhan tidak menyukai sikap seperti itu. Etos kerja, kerajinan dan giatnya Rut bekerja ternyata membuahkan hasil luar biasa. Dan seperti itulah bagi kita pula. Tuhan sanggup memberikan semuanya secara instan, tetapi hal itu sangatlah tidak mendidik. Tuhan lebih memilih untuk memberkati pekerjaan kita. Karena itu giatlah bekerja. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk  manusia." (Kolose 3:23). Mari kita teladani sikap diri Rut yang bekerja dengan sungguh-sungguh tanpa memandang tinggi rendahnya pekerjaan yang ia lakukan. Tuhan tetap sanggup memakai pekerjaan serendah apapun untuk diubahkan menjadi berkat luar biasa apabila kita melakukannya dengan sepenuh hati untuk kemuliaanNya.

Bekerjalah sungguh-sungguh dengan segenap hati untuk memuliakan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, August 14, 2010

Rut yang Bertanggung Jawab

Ayat bacaan: Rut 2:18 (BIS)
=====================
"Kemudian ia pulang ke kota dengan membawa hasil pungutannya itu dan menunjukkan kepada ibu mertuanya berapa banyak yang telah dipungutnya. Dan ia juga memberikan kepada ibu mertuanya itu makanan yang tak dapat dihabiskannya pada waktu makan."

tanggung jawab, RutKetika seorang pemimpin mendekati masa akhir jabatan dalam lembaga, instansi dan lain-lain biasanya akan diminta laporan pertanggungjawaban. Ini adalah sebuah kewajiban dari yang bersangkutan untuk melaporkan segala kegiatan, pencapaian atau catatan-catatan selama masa baktinya. Ada banyak orang yang sibuk menumpuk harta ketika sedang menjabat sesuatu, ada pula yang membuang waktu sia-sia tanpa pencapaian apapun. Dan mereka-mereka ini akan kelabakan ketika mendekati saat untuk memberikan pertanggungjawaban. Berbagai mark-up, laporan fiktif dan sebagainya pun menjadi jalan pintas untuk selamat dari sidang. Sebaliknya orang-orang yang bekerja sungguh-sungguh dengan penuh tanggungjawab dalam mengemban amanat tentu tidak akan merasa repot ketika dimintai laporan pertanggungjawaban. Satu hal yang pasti, dalam setiap aspek kehidupan kita dituntut untuk bertanggungjawab. Bahkan kelak kita pun harus mempertanggung- jawabkan segala perbuatan dan perkataan kita. Kita akan kelabakan ketika menghadapi penghakiman dari Tuhan pada saatnya nanti apabila kita tidak terbiasa melakukan segala sesuatu dengan penuh rasa tanggung jawab.

Setelah melihat beberapa kualitas diri Rut dua hari kemarin, mari kita lihat hal lain yang bisa kita pelajari dari sikap hidupnya. Selain rendah hati, sederhana dan sungguh-sungguh, lalu juga setia, Rut juga merupakan seseorang yang penuh tanggung jawab.

Rut mengikuti mertuanya Naomi dengan setia, masuk ke wilayah Israel yang biasanya tidak bersahabat dengan para pendatang dari Moab, seteru lama mereka. Ini adalah hal yang tentu sulit untuk dijalani. Apalagi Naomi pulang dalam keadaan tidak punya apa-apa. Sebagai seorang pendatang dari Moab, apa yang bisa dilakukan Rut disana? Sebagian orang mungkin hanya akan diam di rumah. Buat apa repot, toh saya sudah mengorbankan diri untuk menemani mertua saya sepanjang sisa hidupnya? Mungkin itu akan menjadi pikiran yang terlintas di benak sebagian orang ketika berada di pihak Rut. Tapi Rut tidak berpikir seperti itu. Meski statusnya sebagai orang asing di Betlehem, Rut ternyata mau mengambil inisiatif untuk bekerja agar bisa mencukupi nafkah hidup dirinya dan Naomi sang mertua. Rut sadar betul bagaimana kondisi mertuanya yang sudah berusia lanjut. Dirinya yang masih muda dan kuat, tentu saja ia yang harus bekerja. Dan kita bisa melihat bahwa Rut benar-benar mengambil tanggung jawab untuk bekerja.

Apa yang dikerjakan Rut adalah sebuah pekerjaan yang tergolong paling rendah pada saat itu, yaitu memunguti jelai yang jatuh ketika penyabit-penyabit sedang memanen ladangnya. Meski pekerjaan itu termasuk yang terendah, namun didasari rasa tanggungjawab membuat Rut rela melakukan semua itu tanpa mengeluh atau merasa terpaksa. Ia memilih untuk tidak meratapi nasibnya tetapi mempergunakan tenaga dan pikirannya untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Ia mengambil alih tanggungjawab agar Naomi bisa makan dan tercukupi kebutuhannya. Lihatlah bagaimana Rut bekerja keras untuk itu, lalu membawa pulang hasilnya untuk dinikmati bersama. "Diangkatnyalah itu, lalu masuklah ia ke kota. Ketika mertuanya melihat apa yang dipungutnya itu, dan ketika dikeluarkannya dan diberikannya kepada mertuanya sisa yang ada setelah kenyang itu.." (Rut 2:18) atau dalam versi BIS bisa kita lihat lebih jelas: "Kemudian ia pulang ke kota dengan membawa hasil pungutannya itu dan menunjukkan kepada ibu mertuanya berapa banyak yang telah dipungutnya. Dan ia juga memberikan kepada ibu mertuanya itu makanan yang tak dapat dihabiskannya pada waktu makan." Itulah gambaran tanggungjawab yang dilakukan Rut, sebuah tanggungjawab yang dijalankan dengan sepenuh hati.

Bagaimana dengan kita hari ini? Sudahkah kita memiliki tanggung jawab seperti ini terhadap keluarga kita? Sudahkah kita bertanggung jawab penuh kepada istri, anak-anak dan orang tua, atau kita masih terlalu sibuk saling melempar tanggung jawab dalam berbagai sisi kehidupan? Sudahkah kita bertanggungjawab penuh dalam bekerja atau kita masih sibuk mencari celah untuk menghindar dari kewajiban kita? Ketika Tuhan sudah memberi talenta kepada kita, bisakah kita mempertanggungjawabkannya? (Bacalah Perumpamaan tentang Talenta dalam Matius 25:14-30). Petrus mengingatkan kita agar selalu siap untuk memberi pertanggungjawaban kepada siapapun yang meminta. "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat dan dengan hati nurani yang murni.." (1 Petrus 3:15-16). Itu artinya kita harus selalu siap melakukan segala yang kita kerjakan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Setiap saat kita diminta agar siap sedia untuk memberi pertanggungjawaban, dan jangan lupa kelak kita pun harus siap memberikan hal ini ketika menghadapi tahta penghakiman Tuhan. Dalam surat Roma kita bisa membaca hal ini: "Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah." (Roma 14:12). Bagi kehidupan kekristenan, tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting, baik dalam keluarga, pekerjaan, usaha, pelayanan bahkan dalam seluruh aspek kehidupan kita yang nantinya harus kita buka di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya kita diminta untuk melakukan yang terbaik dengan segenap hati bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan. (Kolose 3:23). Milikilah sikap bertanggungjawab penuh seperti Rut. Jangan buang waktu lagi, mulailah dari sekarang.

Biasakan hidup dengan penuh tanggungjawab sejak saat ini

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, August 13, 2010

Rut dan Kesetiaannya

Ayat bacaan: Rut 1:16
================
" Tetapi kata Rut: "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku."

rut dan kesetiaanAda seorang ibu yang dikenal oleh seorang teman saya saat ini hidup sendirian sakit-sakitan di sebuah rumah kecil. Ia hidup sebatang kara menjalani sisa hidupnya. Apakah ia tidak punya anak? Justru sebaliknya, ia punya 9 orang anak! Tapi tidak satupun punya cukup waktu untuk mengurusnya. Bahkan tidak satupun anaknya yang mau mengajaknya untuk tinggal di rumah mereka. "Betapa kasihan", kata teman saya. "Dulu ia sanggup membesarkan 9 orang anak seorang diri hingga sukses, tetapi sekarang 9 orang anak tidak sanggup merawat satu ibu." Memprihatinkan bukan? Panti jompo penuh dengan para orang tua yang terbuang seperti ini. Hanya sedikit yang dijenguk anak-anaknya secara reguler. Pertanyaannya, jika seorang anak saja sanggup untuk tidak mempedulikan sisa umur orang tuanya sendiri, bagaimana dengan menantu? Tidak jarang ada jurang membentang diantara mertua dan menantu, apalagi di zaman sekarang ketika orang yang berusia lebih muda sudah tidak lagi mementingkan untuk bersikap hormat kepada orang yang lebih tua.

Menyambung renungan kemarin tentang kerendahan hati, kesederhanaan dan kesungguhan Rut, hari ini mari kita lihat satu lagi kualitas luar biasa yang dimiliki Rut, yaitu kesetiaan. Rut orang Moab menikah dengan anak Naomi ketika Naomi sekeluarga memutuskan untuk pindah ke Moab menghindari bencana kelaparan yang tengah melanda Israel saat itu. Sayang sekali usia pernikahan mereka cukup singkat karena suami, kakak ipar dan ayah mertuanya tidak lama kemudian meninggal. Naomi pun kemudian memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Sebelum berangkat, ia  meminta kedua menantunya untuk kembali saja ke bangsanya Moab, tidak perlu ikut ke Betlehem. "Berkatalah Naomi kepada kedua menantunya itu: "Pergilah, pulanglah masing-masing ke rumah ibunya; TUHAN kiranya menunjukkan kasih-Nya kepadamu, seperti yang kamu tunjukkan kepada orang-orang yang telah mati itu dan kepadaku; kiranya atas karunia TUHAN kamu mendapat tempat perlindungan, masing-masing di rumah suaminya." Lalu diciumnyalah mereka, tetapi mereka menangis dengan suara keras." (Rut 1:8-9). Semula kedua menantu Naomi, Rut dan Orpa menolak untuk pulang. Tetapi atas desakan Naomi, Orpa kemudian kembali ke bangsanya, sedangkan Rut dengan tegas menolak. Ia mau tetap menunjukkan kesetiaan penuh sebagai seorang menantu, meski suaminya sudah tidak ada lagi. " Tetapi kata Rut: "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku." (ay 16). Bahkan Rut berkata Tuhan akan menghukumnya dengan seberat-beratnya apabila ia memisahkan diri dari mertuanya selain daripada akibat kematian. (ay 17). Rut tentu tahu bagaimana kehidupan berat yang akan ia hadapi di negeri asing yang memusuhi bangsanya. Tetapi kesetiaan merupakan harga mati baginya, dan dia siap untuk menanggung apapun demi mempertahankan kesetiaan.

Itulah sebuah kualitas sikap dari Rut. Apa yang ia lakukan sungguh mengharukan untuk kita simak. Sebagai seorang janda yang sudah lanjut usia, Naomi tadinya tidak berharap banyak dari kedua menantunya. Ia bahkan sudah merelakan keduanya untuk kembali ke bangsanya masing-masing, memulai hidup baru tanpa perlu menderita lagi untuk hidup sulit bersamanya. Namun Rut mengasihi mertuanya, dan ia tahu kesetiaan memang terkadang memang mahal harganya. Tuhan sendiri menaruh perhatian khusus bagi para janda. He's deeply concern about them. Lihatlah perikop mengenai janda yang secara khusus disinggung dalam 1 Timotius 5:3-16. Diantaranya berbunyi seperti ini: "Hormatilah janda-janda yang benar-benar janda." (ay 1) Benar-benar janda disini berarti tidak lagi memiliki siapapun yang mau mengurusi mereka, alias sebatang kara. Ayat berikutnya berbunyi: "Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah." (ay 2). Anak atau cucu mereka, itulah  yang pertama wajib untuk memperhatikan nasib mereka yang menjanda, sebab hal seperti itu akan menyenangkan hati Allah. Rut melakukannya, dan tidak heran apabila Tuhan pun berkenan kepadanya.

Salah satu dari 10 Perintah Allah yang diturunkan lewat Musa berbunyi "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." (Ulangan 5:16). Ayah dan ibu, termasuk pula mertua harus kita hormati dan kasihi dengan sepenuh hati. Hal seperti itu berkenan di mata Tuhan, dan dengan demikianlah kita dikatakan akan diberkati hingga lanjut usia dalam keadaan baik. Sudahkah kita peduli terhadap orang tua kita? Apakah kita sudah membalas budi mereka membesarkan, menyekolahkan dan mengurus kita hingga kita bisa menjadi siapa kita hari ini? Jangan tunda lagi, nyatakan kasih dan kesetiaan anda sebagai anak dengan menyayangi dan memperhatikan mereka sepenuhnya. Jika dulu kita dibesarkan dengan penuh kasih hingga berhasil, mengapa kita tidak bisa menunjukkan bakti kita kepada mereka sekarang?

Tuhan berkenan kepada orang yang mengasihi orang tuanya seperti yang diperlihatkan Rut

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, August 12, 2010

Rut Pemungut Butir Jelai

Ayat bacaan: Rut 2:2
=================
"Maka Rut, perempuan Moab itu, berkata kepada Naomi: "Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku." Dan sahut Naomi kepadanya: "Pergilah, anakku."

rut, pemungut butir jelai"Kalau boleh memilih, saya lebih baik memilih pekerjaan lain.." kata seorang pedagang asongan pada suatu kali ketika ia menumpang duduk melepas lelah di depan kampus di mana saya mengajar. Kasihan memang, ia harus menantang terik matahari dan hujan untuk menyambung hidupnya. Belum lagi berbagai resiko yang harus ia hadapi di jalan raya. Saya pun merasa kagum dengan usahanya untuk terus menyambung hidup, meski pekerjaannya bukanlah sebuah pekerjaan yang bagi sebagian kita bisa dianggap membanggakan. Mengapa saya kagum? Karena di sisi lain saya sering bertemu dengan orang-orang yang lebih memilih untuk duduk, tidur dan bermalas-malasan sepanjang hari, membiarkan istri mereka bekerja, karena mereka hanya mau bekerja pada tempat atau dengan posisi yang bergengsi. Tidak jarang alasan "sudah takdir", "belum rejeki" dan sebagainya mereka kemukakan sebagai alasan untuk terus bermalas-malasan. Jika pekerjaan itu halal, meski pendapatannya rendah sekalipun, mengapa harus malu? Bukankah itu jauh lebih terhormat ketimbang duduk diam tanpa berusaha apa-apa?

Melihat si pedagang asongan saya pun langsung teringat kepada kisah Rut. Semua bermula ketika Israel sedang mengalami masa kelaparan panjang. Elimelekh, Naomi dan kedua anaknya pergi ke Moab untuk mencari nafkah. Kedua anak Elimelekh menikahi perempuan Moab, yaitu Orpa dan Rut. Selama 10 tahun di Moab, Elimelekh dan kedua anaknya kemudian meninggal dunia, sehingga tinggallah Naomi beserta kedua menantunya. Melihat tidak ada apa-apa yang bisa dilakukan lagi di tanah Moab, Naomi pun kemudian memilih untuk pulang ke kampung halamannya. Orpa memilih kembali kepada bangsanya, tetapi Rut mengambil pilihan untuk terus mendampingi mertuanya, meski di sana kelak ia tahu pasti akan mengalami banyak kesulitan.  Sejarah kelam antara Israel dan Moab yang panjang akan membuat siapapun yang berasal dari Moab akan mendapat perlakuan buruk jika memasuki wilayah Israel. Tapi kesetiaan Rut yang tinggi membuatnya tetap memilih untuk taat mengikuti mertuanya.

Sesampainya di Betlehem, mereka pun memulai hidup baru dalam keadaan tidak memiliki apa-apa. Lalu apa yang dilakukan Rut di Betlehem? Apakah dia duduk berpangku tangan dan membiarkan Naomi yang sudah tua bekerja untuk menyambung hidup mereka? Tidak, Rut tahu bahwa dia masih muda dan kuat, sehigga tentu dialah yang harus bekerja. "Maka Rut, perempuan Moab itu, berkata kepada Naomi: "Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku." Dan sahut Naomi kepadanya: "Pergilah, anakku." (Rut 2:2). Memungut bulir jelai, itulah pekerjaan yang dilakukan Rut. Ketika orang Israel menuai ladang mereka, mereka tidak boleh mengambil hasil tuaian yang jatuh ke tanah. Mengapa tidak boleh? Karena sesuai firman Tuhan lewat Musa dalam Imamat, hasil tuaian yang jatuh ke tanah itu haruslah dibiarkan agar bisa dipungut oleh janda-janda dan orang miskin untuk mencari nafkah. Demikian bunyi perintah Musa itu: "Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 19:9-10). Itulah yang dilakukan Rut. Apakah ini pekerjaan terhormat? Tidak. Tapi Rut melakukannya. Meski karena terpaksa, Rut tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan atau bersungut-sungut, mengeluh atau meratapi nasib. Ia memilih untuk tetap berjuang dengan bekerja. Dan berjalanlah Rut dibelakang para penyabit-penyabit di ladang milik Boas, seorang kaya raya dari kaum Elimelekh sendiri. Sikap, kerendah hatian dan kesederhanaannya membuat Boas kagum. Lihatlah apa kata Boas. "Boas menjawab: "Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal. TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung." (Rut 2:11-12). Singkat cerita, Rut kemudian dinikahi oleh Boas. Dan dari garis keturunannyalah kelak Yesus lahir ke dunia.

Sikap rendah hati dan kesederhanaan yang disertai kerelaan untuk bekerja sungguh-sungguh inilah yang kemudian membawa berkat bagi Rut. Rendah hati, karena Ruth mau melakukan pekerjaan yang paling rendah pada saat itu, sebuah pekerjaan yang tidak dipandang orang. Rut tidak takut disepelekan, dia tidak memikirkan gengsi atau harga dirinya. Rut sederhana, karena dia bisa dengan cepat menyesuaikan diri dan tidak berpikir muluk-muluk, atau bisa kita sebut pula dengan fleksibel. Dan lihatlah hasilnya. Dari pekerjaan yang paling rendah itu pula ia mendapat perhatian Boas, dan Tuhan pun berkenan dengan sikap hatinya. Hidupnya pun berubah seketika. Keharuman namanya kekal, sehingga hari ini kita masih mengenal sosok Rut seperti yang digambarkan dalam alkitab.

Rendah hati, sederhana dan melakukan dengan sungguh-sungguh merupakan nilai-nilai Kekristenan yang harus kita miliki dalam diri kita. Paulus mengatakan "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar." (Efesus 4:2a). Sikap rendah hati, penuh kelemahlembutan dan sabar dalam kesesakan jika dilakukan dengan tulus akan selalu membuahkan sesuatu. Tuhan berkenan kepada orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai seperti ini, karena "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Karena itu janganlah memandang hina sebuah pekerjaan. Tidak perlu malu jika profesi kita bukan sebuah profesi yang diimpikan banyak orang. Selama pekerjaan itu tidak melanggar perintah Tuhan dan sanggup kita kerjakan, mengapa tidak? Sesungguhnya berkat berasal dari Tuhan, bukan dari tinggi rendahnya status sebuah pekerjaan itu sendiri. Artinya lewat pekerjaan yang paling rendah sekalipun, selama kita lakukan dengan sungguh-sungguh untuk kemuliaan Tuhan, Dia pasti menghargai dan memberkatinya. Tidak ada kata tidak mungkin bagi Tuhan. Pekerjaan serendah apapun bisa Dia pakai untuk diubah menjadi berkat secara luar biasa, itu pasti. Berkaca dari sikap hati Rut, marilah kita semua mengarahkan fokus untuk memuliakan Tuhan dalam setiap yang kita kerjakan, tinggi atau rendah. Pekerjaan serendah apapun jika kita lakukan dengan serius seperti untuk Tuhan akan bernilai sangat tinggi di mataNya.

Kesederhanaan, kerendahan hati dan kesungguhan Rut dalam bekerja membuatnya dipulihkan dan dikenang sepanjang masa

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, August 11, 2010

Hati-hati Jatuh

Ayat bacaan: 1 Korintus 10:12
==========================
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!"

hati-hati jatuhBetapa seringnya kita melihat tokoh-tokoh terkenal yang kemudian hancur ketika sedang berada di puncak ketenaran. Ada banyak di antara mereka yang tadinya orang baik-baik, orang yang takut akan Tuhan, tetapi ketika ketenaran mulai ada dalam diri mereka, mereka pun terjebak pada berbagai jerat dosa yang akhirnya menghancurkan karir mereka seketika. Seringkali kehancuran ini begitu parah sehingga mereka sulit untuk mengembalikan popularitas mereka ke titik semula. Berbagai bentuk godaan dunia biasanya akan sulit ditolak ketika kita merasa berada di puncak, ketika kita terlena dalam kesuksesan, ketika kita merasa kuat. Skandal seks, korupsi, kesombongan, ketamakan dan sebagainya sering membuat para tokoh terkenal kemudian jatuh. Betapa ironisnya, mengingat banyak di antara mereka yang telah membangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.

Mempertahankan jauh lebih sulit daripada memulai. Itu harus selalu kita ingat. Karena di saat kesuksesan hadir dalam diri kita, ada banyak faktor yang siap membuat kita lupa diri. Ini adalah sesuatu yang akan sangat jarang menerpa ketika kita sedang merintis sesuatu. Membangun sesuatu, atau merintis sesuatu itu tidak mudah, tetapi mempertahankan itu jauh lebih sulit lagi. Paulus dengan tegas mengatakan hal ini. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Korintus 10:12). Ketika kita merasa kuat, ketika kita merasa sukses, di saat seperti itulah kita harus waspada lebih dari sebelumnya. Di saat kita mengira kita sudah teguh berdiri, ketika kita berada di puncak karir atau popularitas dan sebagainya, itulah sebenarnya yang merupakan masa paling rawan bagi kita untuk jatuh.

Alkitab pun mencatat banyak contoh tokoh yang sebenarnya luar biasa, berprestasi atau setidaknya menjanjikan, namun mereka tersandung jatuh hanya karena masalah yang relatif kecil yang seharusnya bisa mereka hindari. Lihat Musa yang antiklimaks, telah begitu sabar menuntun bangsa Israel yang tegar tengkuk selama puluhan tahun, akhirnya gagal memasuki tanah terjanji karena ia tidak bisa menahan emosi pada suatu ketika. Lihat beberapa raja Israel yang jatuh ketika berada di puncak karir dan popularitas mereka. Daud jatuh akibat dosa perzinaan, Salomo jatuh dalam dosa penyembahan berhala, atau lihatlah Saul yang tadinya begitu cemerlang namun akhirnya binasa akibat serangkaian dosa yang ia perbuat. Korah merasa dirinya terlalu hebat kemudian haus akan kekuasaan dan jabatan lalu memberontak. akibatnya Korah dan orang-orangnya pun mengalami akhir yang mengerikan. "tetapi bumi membuka mulutnya dan menelan mereka bersama-sama dengan Korah, ketika kumpulan itu mati, ketika kedua ratus lima puluh orang itu dimakan api, sehingga mereka menjadi peringatan." (Bilangan 26:10).Kisah menara Babel, jemaat Laodikia dalam kitab Wahyu dan sebagainya, semua menunjukkan bahwa ketika situasi sedang sangat baik, ketika sedang berada di puncak, disanalah ada bahaya mengancam. Itulah titik rawan bagi kita untuk jatuh.

Kepada jemaat Filadelfia dalam kitab Wahyu kita bisa melihat sebuah pesan yang sangat penting untuk kita ingat. "Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu." (Wahyu 3:11). Peganglah terus, pertahankanlah. Itu sebuah seruan yang sangat penting dalam perjalanan hidup kita, terlebih ketika aroma kesuksesan dan kenyamanan berada di atas sedang memenuhi diri kita. Penulis Ibrani pun mengingatkan hal yang sama. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Ini sebuah pesan agar kita lebih teliti, lebih jeli dan lebih berhati-hati menapak ke depan. Keselamatan yang telah kita peroleh sebenarnya sungguh tinggi nilainya, karenanya berhati-hatilah agar jangan apa yang telah kita genggam akhirnya harus luput dari tangan kita. Demikian dikatakan oleh Penulis Ibrani: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (3:14).

Apakah saat ini anda sedang menikmati buah dari usaha yang telah kita rintis selama bertahun-tahun? Apakah anda sedang bersukacita karena apa yang kita perjuangkan berhasil? Apakah anda sedang berada pada puncak karir atau kesuksesan anda? Jika itu yang sedang anda alami saat ini, inilah saatnya bagi anda untuk benar-benar waspada. Sesungguhnya ada banyak jebakan dan jerat yang siap menjatuhkan jika kita tidak hati-hati. "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Di saat kita sedang merasa kuat, disanalah sebenarnya masa-masa rawan yang harus benar-benar kita awasi. Marilah kita terus mengingatkan diri kita agar terus memegang apa yang sudah dianugerahkan kepada kita oleh Tuhan agar jangan lenyap dari diri kita. Berhati-hatilah terhadap berbagai jebakan dosa, apalagi yang tidak kasat mata, terlihat sepele, kita anggap sangat kecil dan sebagainya. Sudah terlalu banyak contoh kejatuhan anak-anak Tuhan disaat mereka sedang terlena dalam kesuksesan, di kala mereka sedang merasa kuat dan hebat. Oleh karena itu peganglah teguh apa yang sudah anda miliki hari ini dari Tuhan, pertahankanlah, dan tetaplah bersyukur dan hidup rendah hati, mengasihi seturut dengan kehendak Allah ketika anda sedang berada di atas.

Ketika kita kuat berhati-hatilah agar jangan jatuh

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, August 10, 2010

Iman dan Perbuatan

Ayat bacaan: Yakobus 2:22
====================
"Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."

rahab, iman, perbuatanMengaku beriman tetapi terus hidup dalam ketakutan atau kekhawatiran. Pernahkah anda bertemu dengan orang bertipe seperti ini? Semoga kita tidak termasuk salah satu daripada orang tipe demikian. Untuk mengaku beriman, percaya kepada Yesus itu mudah. Bukankah di KTP pun sudah jelas tertera demikian? Secara teoritis mungkin ya, tetapi secara praktek belum tentu. Untuk mengatakan itu mudah, tetapi melaksanakannya secara nyata jelas sulit. Saya pernah bertemu dengan orang yang mengatakan, "yang penting beriman sajalah.." Apa benar demikian? Akitab menyatakan tidak. Sekedar mengaku beriman itu tidaklah cukup.

Mari kita lihat sejenak kisah Rahab yang muncul dalam perikop mengenai Pengintai-pengintai di Yerikho dalam Yosua 2:1-24. Rahab tinggal di balik tembok tebal menjulang kota Yerikho. Dia dikenal sebagai seorang pelacur. Pada suatu kali Yosua melepas dua orang pengintai untuk mengamati kota Yerikho, lalu mereka ini pun bertemu dengan Rahab. Raja Yerikho mendengar kabar mengenai masuknya orang Israel untuk  memata-matai negerinya. Segera ia mengirimkan utusannya untuk menggeledah rumah Rahab, yang dicurigai sebagai tempat persembunyian para pengintai itu. Ternyata Rahab memutuskan untuk menyembunyikan kedua pengintai itu di atas sotoh rumahnya sehingga mereka pun selamat dari tangkapan. Ini sebuah tindakan yang beresiko. Menyembunyikan mata-mata, jika ketahuan tentu nyawa Rahab bisa terancam. Tetapi ia berani melakukannya. Mengapa demikian? Karena Rahab mengaku telah mendengar bagaimana besarnya kuasa Tuhan. (ay 9-11). Rahab percaya meski ia tidak melihat langsung kuasa Tuhan ketika membelah laut Teberau dan bagaimana penyertaan Tuhan memampukan bangsa Israel untuk terus memperoleh kemenangan demi kemenangan dalam peperangan. Selanjutnya kita bisa melihat keberanian Rahab dalam menyembunyikan kedua pengintai yang tidak ia kenal sebelumnya. Rahab tentu saja belum mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia bisa saja kehilangan nyawa karena menyembunyikan mata-mata, ia pun bisa saja dibunuh ketika bangsa Israel berhasil memasuki wilayah Yerikho kelak. Namun ia percaya bahwa para pengintai itu, yang masuk dengan penyertaan Tuhan akan menyelamatkan dirinya beserta keluarganya.

Dan persis itulah yang terjadi. Dalam Yosua 6 kita bisa melihat bahwa Rahab dan keluarganya selamat. "Demikianlah Rahab, perempuan sundal itu dan keluarganya serta semua orang yang bersama-sama dengan dia dibiarkan hidup oleh Yosua. Maka diamlah perempuan itu di tengah-tengah orang Israel sampai sekarang, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang disuruh Yosua mengintai Yerikho." (Yosua 6:25). Ternyata tidak hanya keselamatan itu yang dia peroleh, karena kemudian kita pun bisa melihat bahwa Rahab tertulis dalam silsilah Yesus. (Matius 1:5).

Bagaimana Rahab bisa mendapatkan itu semua? Semuanya berawal dari keputusannya untuk menyelamatkan para pengintai. Apa yang ditunjukkan oleh Rahab adalah iman. Dikatakan "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Dan itulah yang dimiliki Rahab. Bukankah ia mendasari keputusannya karena percaya kepada Tuhan yang ia dengar? Ia tidak mengetahui apa yang terjadi selanjutnya, tetapi ia percaya. Itulah sebuah iman, dan Rahab memilikinya. Penulis Ibrani pun kemudian mencantumkan Rahab dalam kelompok saksi-saksi iman bersama dengan tokoh-tokoh besar seperti Musa, Abraham, Yusuf, Daud dan lainnya. "Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik." (ay 31).

Perhatikanlah kisah Rahab di atas, maka kita akan mampu melihat bahwa iman Rahab itu menjadi sempurna karena disertai dengan perbuatan. Rahab tidak berhenti hanya kepada percaya saja, tetapi ia pun mengaplikasikannya dalam perbuatan nyata. Yakobus pun menyadari hal ini dan kemudian menulis: "Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain?" (Yakobus 2:25). Iman Rahab bukanlah iman yang kosong, imannya adalah iman yang disertai perbuatan. Maka jelaslah bahwa sekedar mengaku beriman saja tidak cukup, seperti apa yang dikatakan Yakobus  "Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman." (ay 24).

Iman haruslah disertai dengan perbuatan, karena hanya lewat perbuatanlah iman bisa disempurnakan. "Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (ay 22). Tanpa perbuatan, iman dikatakan kosong (ay 20), bahkan pada hakekatnya adalah mati (ay 17). Dari kisah Rahab kita bisa belajar mengenai hal ini, sebab hanya karena perbuatannya nyata yang mengikuti imannya-lah ia dibenarkan. Ketika kita menghadapi hari-hari yang sulit hari ini, mampukah kita mengaplikasikan iman kita dengan sebentuk perbuatan nyata seperti halnya yang dilakukan Rahab? Mampukah kita terus percaya kepada Tuhan dengan segenap hati kita meski apa yang sedang kita hadapi hari ini seolah belum mengarah kepada jalan keluar atau titik terang? Mampukah kita tetap bersukacita dan percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan solusi meski kita belum melihat apa-apa saat ini? Hendaklah kita tidak berhenti hanya pada pengakuan bahwa kita beriman saja, tetapi sertailah dengan bukti nyata lewat perbuatan dan sikap diri kita ketika menghadapi kesulitan.

Rahab diselamatkan bahkan menjadi nenek moyang Yesus karena imannya yang disertai tindakan

Follow us on our Twitter: http://twitter.com/dailyRHO

Monday, August 9, 2010

Bandel (2)

Ayat bacaan: Wahyu 9:20-21
=======================
"Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan, dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian."

(sambungan)

bandel2. Lewat firmanNya, teguran halus dan keras melalui nabi atau perantaraan orang lain
Jika cara halus lewat hasil ciptaan tidak mempan, Tuhan pun berkali-kali menegur secara langsung. Mulai dari teguran halus hingga kasar. "TUHAN telah memperingatkan kepada orang Israel dan kepada orang Yehuda dengan perantaraan semua nabi dan semua tukang tilik: "Berbaliklah kamu dari pada jalan-jalanmu yang jahat itu dan tetaplah ikuti segala perintah dan ketetapan-Ku, sesuai dengan segala undang-undang yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu dan yang telah Kusampaikan kepada mereka dengan perantaraan hamba-hamba-Ku, para nabi." (2 Raja Raja 17:13). Ini pesan Tuhan yang hadir lewat firmanNya, disampaikan oleh para hamba-hambaNya, dan di hari ini mungkin bisa hadir lewat pendeta, hamba Tuhan atau orang-orang biasa yang digerakkan Tuhan untuk menegur kita. Tapi ternyata ini pun sering tidak mempan. Orang terus mengeraskan hati dan kepala mereka. "Tetapi mereka tidak mau mendengarkan, melainkan mereka menegarkan tengkuknya seperti nenek moyangnya yang tidak percaya kepada TUHAN, Allah mereka." (ay 14). Dalam ayat selanjutnya dikatakan "Mereka menolak ketetapan-Nya dan perjanjian-Nya, yang telah diadakan dengan nenek moyang mereka, juga peraturan-peraturan-Nya yang telah diperingatkan-Nya kepada mereka; mereka mengikuti dewa kesia-siaan, sehingga mereka mengikuti bangsa-bangsa yang di sekeliling mereka, walaupun TUHAN telah memerintahkan kepada mereka: janganlah berbuat seperti mereka itu." (ay 15). Dan bacalah ayat-ayat selanjutnya, maka kita akan melihat bagaimana keras kepala dan keras hatinya manusia itu. Ada beratus ayat yang menyatakan berkat-berkat Tuhan kepada orang yang mendengarkan dan melakukan perintahNya dengan sungguh-sungguh, demikian pula ada ratusan ayat yang berbicara mengenai konsekuensi mengerikan dari dosa. Ambil satu perikop saja sebagai contoh. Ulangan 28:1-14 menjabarkan berkat-berkat yang disediakan Tuhan kepada orang yang "baik-baik mendengarkan suara Tuhan dan melakukan dengan setia segala perintahNya." Mulai dari berkat sederhana hingga yang berkelimpahan. Sebaliknya lihatlah ganjaran berupa kutuk yang disebutkan terperinci dalam Ulangan 28:15-46. Lihat pula bagaimana teguran Tuhan kerap hadir dari para hambaNya dalam alkitab. Tetap saja kebandelan seakan-akan tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, termasuk dari orang percaya sekalipun.

3. Melalui hukuman dahsyat
Lewat teguran mulai dari lembut hingga keras pun tidak mempan, Tuhan bisa dengan terpaksa memberi hukuman dahsyat. Ini cara yang sudah teramat keras. Contohnya bisa kita lihat dalam Wahyu. Lihatlah ketika sangkakala keenam dibunyikan (Wahyu 9:13-21). Tidak kurang dari sepertiga umat manusia dikatakan binasa lewat kehadiran dua puluh ribu laksa (sekitar dua ratus juta) tentara berkuda yang dari mulutnya keluar api, asap dan belerang. (ay 16-17). "Oleh ketiga malapetaka ini dibunuh sepertiga dari umat manusia, yaitu oleh api, dan asap dan belerang, yang keluar dari mulutnya. Sebab kuasa kuda-kuda itu terdapat di dalam mulutnya dan di dalam ekornya. Sebab ekornya sama seperti ular; mereka berkepala dan dengan kepala mereka itu mereka mendatangkan kerusakan." (ay 18-19). Tetapi apa yang terjadi? Kapokkah manusia? Ternyata tidak juga. Ayat selanjutnya berkata: "Tetapi manusia lain, yang tidak mati oleh malapetaka itu, tidak juga bertobat dari perbuatan tangan mereka: mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala dari emas dan perak, dari tembaga, batu dan kayu yang tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan, dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian." (ay 20-21). Luar biasa bandel dan keras kepalanya bukan? Sudah sedemikian mengerikannya murka Tuhan sekalipun, ternyata manusia tetap saja melawan, mengeraskan hati dan menolak panggilan Tuhan.

Lalu apa lagi yang harus dilakukan Tuhan jika demikian? Saya tidak tahu. Saya lebih merasa sedih melihat kebandelan kita, manusia yang begitu dikasihi Tuhan ini untuk terus mengecewakan dan menyakiti hatiNya. Padahal Tuhan begitu mengasihi kita. Tidak sedikit yang Dia anugerahkan kepada kita yang tidak layak menerimanya, bahkan sampai sebuah keselamatan yang bersifat kekal pun sudah dianugerahkan kepada kita. Tetapi kita masih juga membandel, mengeraskan hati dan kepala kita, lebih memilih berkompromi terhadap dosa, mengejar pemuasan keinginan daging, dan sebagainya. Kita terus menolak panggilanNya meski berbagai cara, mulai dari yang teramat halus hingga teguran keras bahkan hukuman, mulai dari suara ketukan lewat hati nurani, firman dalam alkitab, teguran lewat orang lain, melalui peristiwa atau berbagai kejadian dalam hidup kita, kita tetap saja membangkang. Bahkan ketika suaraNya demikian jelas kita dengar sekalipun kita tetap saja menolak untuk taat. Lalu harus bagaimana lagi?

Oleh karena itu saya mengajak teman-teman untuk bersama-sama melembutkan hati. Seperti apa yang dikatakan firman Tuhan: "..Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7). Sungguh Allah sudah mengasihi kita dengan begitu besar. Keselamatan kita terus ada dalam pikiran dan hati Tuhan. Dia selalu rindu menerima pertobatan menyeluruh dari kita, dan Dia selalu siap menyambut kembalinya kita, anak-anakNya yang hilang dengan penuh sukacita. Segala yang terbaik telah Dia sediakan bagi kita. Dan kebandelan kita bukan saja menyakiti dan menyedihkan Tuhan, namun juga akan berakibat fatal dengan hilangnya kesempatan kita untuk masuk ke dalam kehidupan kekal. Jika mungkin, janganlah sampai murka Tuhan jatuh atas diri kita. Jangan tegar tengkuk, jangan keras kepala, keras hati atau membandel. Selagi masih sempat, hari ini juga marilah kita kembali kepadaNya dan mengikuti perintahNya dengan sepenuh hati.

Lembutkan hati dan dengarkan Tuhan hari ini juga, patuhlah kepada perintahNya dengan sepenuh hati sekarang juga

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, August 8, 2010

Bandel (1)

Ayat bacaan: Roma 1:21
=================
"Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap."

bandelSeorang teman pernah mengeluh menghadapi anaknya yang bandel bukan main. Anak ini tampaknya hiperaktif, sehingga lengah sedikit saja kekacauan pun bisa terjadi. "Segala cara sudah saya coba, tetapi bandelnya tetap saja tidak kurang-kurang.." katanya mengeluh. Menurutnya dia dan istrinya sudah mencoba berbagai cara, mulai dari mengingatkan, menasihati, menegur bahkan menghukum, tetapi perilaku anaknya tetap saja tidak berubah. "Saya tidak tahu harus apa lagi.." katanya miris. Saya menyarankan untuk membawa anaknya dalam doa, karena saya percaya bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Usaha manusia terbatas, tetapi kuasa Tuhan tidak terbatas. Itu masalah teman saya, yang saya rasa banyak dialami oleh orang tua lainnya, termasuk mungkin diantara teman-teman RHO. Tetapi sadarkah kita bahwa ini bukan saja masalah yang terjadi pada anak-anak, tetapi kebandelan yang bahkan mungkin lebih parah juga dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa, artinya sudah mempunyai nalar untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, atau malah yang mengaku percaya Yesus? Jika mengurus satu orang anak bandel saja sudah sulitnya bukan main, bagaimana mengurus milyaran orang yang bandel seperti itu? Jika anda berada di posisi Tuhan, bisakah anda membayangkan betapa repotnya Dia?

Seperti itulah memang kenyataannya. Dunia yang kita hidupi saat ini ternyata tidak kunjung membaik, bahkan malah memburuk. Dan ini sesuai dengan apa yang ditulis dalam alkitab. "orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Yohanes menyatakan "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Dunia memang sedang lenyap dengan segala keinginannya, dan hanya orang-orang yang melakukan kehendak Allah-lah yang akan tetap hidup selamanya. Tetapi ada berapa banyak orang yang seperti ini dibanding yang keras kepala, tidak mau diatur apalagi ditegur, mengeraskan hati atau juga sering disebut dengan tegar tengkuk?

Tuhan sangat peduli terhadap keselamatan kita. He's deeply concern of it. Begitu prihatin sehingga Dia rela turun langsung ke dunia untuk menebus kita atas dasar kasih yang sedemikian besar. Dan lihatlah bagaimana Tuhan telah memakai berbagai cara untuk memanggil kita agar berbalik dari jalan-jalan yang salah dan kembali memasuki rel yang benar. Tuhan sudah mempergunakan banyak cara untuk menyatakan diriNya dan mengingatkan kita untuk bertobat. Mari kita lihat beberapa di antaranya:

1. Cara yang halus melalui buah karya ciptaanNya
Dalam Roma kita membaca seperti ini: "Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:19-20). Lewat ciptaanNya sejak dunia diciptakan kita bisa menyaksikan keilahianNya. Betapa seringnya Tuhan menyatakan kekuatanNya dan kuasaNya lewat segala ciptaan di muka bumi ini. Kreatif, inovatif, bak maestro dalam mendesain segala sesuatu sehingga sulit terselami oleh pikiran kita. Seharusnya lewat cara halus seperti ini kita sudah bisa terpanggil untuk bertobat. Tetapi apa yang terjadi? Tidak, manusia tidak juga mau menjadi sadar. Ayat selanjutnya berkata: "Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap." (ay 21). Nyatanya masih banyak orang yang terus meragukan kuasa Tuhan lewat penciptaanNya, tidak kunjung menyadari bahwa segala yang disediakan Allah itu baik adanya dan sebagainya. Perilaku manusia tetap saja menyakiti hati Tuhan meski segala karyaNya sudah membuktikan kekuatan dan keilahianNya. Padahal ini semua akan terlihat sangat nyata meski dengan memakai mata hati sedikit saja sekalipun.

(bersambung)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho